Selepas makan malam, semua keluarga berbincang-bincang sejenak namun hanya pria berkulit putih pucat itu yang kembali ke kamarnya seperti biasanya mengabaikan orang-orang sekitarnya seolah melupakan sesuatu yang terjadi sebelumnya.
Melihat sikap Gibran seperti itu, tiba-tiba saja kepala gadis mungil itu terasa pusing dia berusaha menghilangkan rasa nyeri itu tapi tak kunjung reda, sehingga tidak menyadari bahwa tangannya sudah meremas rambut panjangnya dengan kuat. Tentunya hal ini membuat sanak saudaranya merasa khawatir.
"Sayang, apa kau baik-baik saja ?" Tanya Mamah Fany khawatir.
Ucapan wanita paruh baya itu terabaikan oleh putri semata wayangnya, karena kini Anna sedang dilanda oleh suara sayup-sayup yang terus menerus terngiang di ingatannya layaknya sebuah kaset rusak.
"Mah, lihatlah _ semakin hari semakin dingin saja,"
"Mamah tahu tidak? Waktu pagi bang_ juga mengabaikan Anna,"
Hanya percakapan sederhana, namun mampu membuat gadis mungil itu tersiksa karena berusaha keras ingin mengetahui sumber suara yang terdengar familiar di indera pendengarannya.
"Kenapa aku semakin merasa tak asing dengan rumah beserta orang-orang yang berada disini?" Tanpa sadar Anna menggumam sepelan mungkin.
Namun karena situasi sedang hening mereka jadi bisa mendengarnya dengan jelas, baru saja dua pria seumuran dengannya ingin membuka suara tapi dihentikan oleh para orang tua dengan gestur mengibaskan tangannya seolah ' jangan diganggu, biarkan saja dulu,'
Baik pria berdimple maupun si pria tan segera mengangguk patuh.
"Kenapa kalian terlihat tak asing dimataku ? Sebenarnya kalian siapa?" Tanya gadis mungil itu kepada paman dan bibinya secara tiba-tiba, dan itu sukses membuat ketiganya (+John) sukses terbengong.
"Aishh, yasudah lah lupakan," sambungnya kesal.
Setelah itu dia segera beranjak ke dalam kamarnya dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan karena tak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan tak membantunya sama sekali.
'''''
Keesokan harinya gadis mungil itu memutuskan untuk masuk ke sekolah, dia tidak peduli dengan mamah nya yang menceramahinya.
"Sayang, sebaiknya kamu jangan masuk ke sekolah dahulu, karena kondisi kamu belum sepenuhnya pulih," ujar mamah Fany lembut.
"Aku sudah sehat mamah, jadi berhentilah melarang ku," sahut gadis mungil itu santai.
"Tapi_"
"Kalau mamah masih melarang, lebih baik aku berangkat sekarang tak perlu sarapan, agar aku sakit lagi," tukas Anna sambil mempoutkan bibirnya.
"Aishh, anak mamah lagi ngambek nih ceritanya?" Goda mamah Fany.
"Mamah~" gadis mungil itu merengek tanpa peduli sekitarnya.
"Mah, berhentilah menggodanya. Kalau kamu tidak mengizinkan dia masuk ke sekolah, baiklah biar papah yang mengizinkannya," ujar papah Andre.
"Yes, thank you so much daddy~. You're the best," sahut Anna dengan gummy smile nya.
"Hmm baiklah-baiklah, kamu boleh masuk. Tapi kalau terjadi sesuatu, hubungi kami secepatnya," kata mamah Fany mengalah namun tidak lupa memberi petuah.
"Tante tak perlu cemas, karena ada a- maksudnya kita yang akan menjaganya," ucap John dengan dimple smile nya.
"Terimakasih," ungkap mamah Fany tulus.
"Jangan sungkan tan, itu sudah menjadi tugas kita," jawab pria berkulit putih pucat itu sambil tersenyum sangat tipis.
SMA 8 Jakarta Selatan
Bip! Bip!
Suara itu berasal dari Lamborghini Aventador yang dikemudikan oleh pria berkulit putih pucat ketika memasuki area parkiran luas milik sekolah tersebut.
Blam!
Bantingan pintu cukup keras dari mobil yang sama mampu mengalihkan atensi siswa-siswi sekolah itu, hanya satu orang lah dijadikan pusat perhatian mereka siapa lagi kalau bukan gadis mungil, yang mempunyai sifat ceria, ramah, baik hati bahkan akan terlihat sangat mempesona jika mengeluarkan gummy smile nya.
"Ternyata tidak ada yang berubah," ucap gadis mungil itu sambil tersenyum bahagia.
"Kurasa kau benar," sahut John sambil tersenyum tipis.
"Eoh, aku lupa dimana letak kelasnya?" Gadis itu menggumam tak jelas, namun masih terdengar oleh kedua pria disampingnya.
"Jangan khawatir, kau satu kelas denganku, mulai sekarang dan seterusnya kita akan masuk bersama," kata John lembut.
"Apa kau tidak berbohong?" Tanya Anna curiga sambil memicingkan matanya.
"Tidak Na, mana ada aku membohongimu," jawab pria berdimple itu seadanya.
"Who's know?" cibir Anna acuh.
"Ngobrolnya ditunda dulu, apa kalian tidak lelah sejak tadi berdiri disini?" Tegur Gibran dengan wajah andalannya.
"Aish kau benar-benar mirip dengannya!" Gerutu gadis mungil itu kesal.
Selepas berucap seperti itu, Anna segera melangkahkan kaki pendeknya dengan bibir mengerucut lucu sambil menghentak-hentakkan kakinya. Dia belum menemukan jawabannya, dia pun tak mengerti setiap melihat Gibran memasang wajah datar ataupun manik kelamnya menukik tajam rasanya sangat tidak nyaman bahkan terusik.
"Kau ini kenapa sih Na, bukankah dulu kau selalu masa bodoh ketika ada seseorang yang bersikap dingin disekitarmu? Lalu kenapa sekarang kau merasa terusik?" Hatinya bertanya-tanya.
"Yakk John! Kau lama sekali! Tak tahukah kau jika aku sedang badmood?!" Gadis mungil itu meneriaki sepupunya sendiri.
Dan lagi? Dia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, menghiraukan panggilan pria berdimple dibelakangnya. Hingga tiba-tiba mendadak terhenti, ketika mendapati seorang gadis yang menurutnya sangat agresif membelalakkan matanya dengan sempurna seakan terkejut dengan kehadirannya.
"Kenapa ka_"
Baru saja gadis mungil itu ingin membuka suara, tiba-tiba ada yang menghantamnya dari belakang tentu saja hal ini membuatnya hampir limbung jika sang pelaku tidak segera menahannya dengan cara memeluk pinggangnya.
Mata mereka saling bertemu sehingga membuat pria berdimple itu hanyut dalam kubangan indah yang terdapat di dalam manik bambi pujaan hatinya, lain lagi dengan sebagian siswa-siswi yang mengabadikan momen tersebut.
"Ekhem!"
Suara deheman itu menyadarkan kembali ke realita, ingin rasanya pria berdimple itu mengumpat saudara kandungnya yang mengganggu momennya namun dia mengurungkan niatnya disaat melihat ekspresi menyeramkan dari Gibran.
"Ayo kita pergi, sebelum aku diamuk oleh singa jantan," bisik John.
"Tidak mau! Gara-gara kau aku ham_"
Belum sepenuhnya Anna protes, pria berdimple itu segera menariknya agar berlari bersamanya bertujuan untuk menghindari ucapan pedas dari bibir savage saudara kandungnya yang kapan saja siap meluncur.
"Yakk John, berhenti! " Gadis mungil itu kembali meneriaki sepupu yang sebenarnya.
"Tidak untuk sekarang Na, apa kau bahagia melihatku dicincang dengan ucapan pedasnya Bang Gibran?" Kata John kesal.
"Tapi John, kepalaku mendadak sakit," ujar Anna lirih.
Mendengar suara lirih dari pujaan hatinya, pria berdimple itu segera melepaskan pegangannya dengan lembut kini pria itu terlihat sangat khawatir melihat wajah sang terkasih menjadi pucat sambil meremas kepalanya.
Sayup-sayup Anna kembali mendapatkan kepingan memori yang ada didalam ingatannya.
"Mulai sekarang kau harus menjauhi __ karena gara-gara kau sikapnya jadi dingin kepadaku!"
"Menjauh atau ku lenyapkan __ dari dunia ini agar kita sama-sama tidak dapat memilikinya!"
Setelah itu terdengar suara tawa dari orang-orang asing namun entah kenapa dia seperti mengenalinya.
"John, apa kau mengetahui gadis itu sebenarnya?" Tanya gadis mungil itu sangat lirih.
Bahkan pria pemilik nama beserta sebagian siswa-siswi yang entah sejak kapan mengerumuninya hampir tidak mendengar dengan baik.
"Kak Anna apa kau baik-baik saja?" Tanya siswi yang bername tag Nurul.
"Kau terlihat sangat pucat," timpal siswa bername tag Arkand dengan wajah khawatir.
"Aku baik-baik saja kok, tapi sebelumnya terimakasih sudah mengkhawatirkan ku," sahut Anna sambil tersenyum tipis.
"Apa kau yakin?" Siswa yang bernama Arkand itu bertanya kembali.
"Iya," jawab gadis mungil itu seadanya,
"Ngomong-ngomong jangan memasang wajah seperti itu, karena kau terlihat lucu, kkk~" sambungnya frontal.
"Benarkah?" Tanyanya tidak percaya namun wajahnya terlihat merah padam bukan karena marah, mungkin salah tingkah?
"Hey bocah, kau sendiri yang sakit, tapi sok peduli dengan keadaan Anna. Sana obati dulu!" Tak sadar John mengumpat karena cemburu melihat siswa itu seolah lebih dekat dengan pujaan hatinya.
Ya iyalah bagaimana tidak cemburu? Siapa sih yang tidak mengenal Arkand Lintang Gerhana yang mempunyai wajah rupawan paling sempurna di seantero sekolah namun karena penampilannya sedikit nerd hampir membuat seluruh siswi menjauhinya karena ilfil, mungkin ini pertama kalinya siswa tampan itu mendapatkan pujian dari Most Wanted Beautiful Girl.
"Maaf." Arkand tercicit dengan ucapannya karena takut akan dibully, walaupun dia tahu bahwa John tidak akan melakukannya.
"Aish John, kau ini galak sekali. Lihatlah dia jadi ketakutan!" Cibir Anna bermaksud membela teman sebayanya mungkin? Karena siswa itu terlihat seumuran dengannya.
"Hmm iyalah, lupakan saja ucapanku," ujar pria berdimple itu mengalah.
''''
Sesampainya dikelas gadis mungil itu masih menuntut jawaban dari John, karena dia tak kunjung mendapatkannya.
"John, ayolah beri tahu kepadaku. Apa kau mengenal gadis yang berdiri di depanku?" Ujar gadis mungil itu menuntut penjelasan.
"Aku tidak mengenalnya Na, yang ku tahu dia temannya Bang Gibran," sahut John beralibi.
"Tidak, aku tahu kau sedang berbohong. Ayolah John, katakan yang sebenarnya, jika aku tidak mengenalnya bagaimana mungkin dia ada didalam ingatanku. " Anna menjelaskan dibalik tuntutannya dengan putus asa.
"Kenapa kalian ribut-ribut? Masih pagi, pamali," sela gadis berjuluk chipmunk itu tiba-tiba sudah di depan mereka.
Mungkin dia belum sadar dengan keberadaan sahabatnya.
"Tiba-tiba dia bertanya tentang kak Laurent." Pria berdimple itu menyahutnya tanpa suara.
Mendapat jawaban seperti itu, dia mengerjapkan matanya bingung karena seperti ada yang mengganjal, namun sedetik kemudian Bilqis kehilangan kendali tanpa pikir panjang dan tidak mempedulikan sekitarnya gadis mungil itu dipeluk seerat mungkin.
Hugh!
"Yakk Anna! Kenapa kau tidak memberitahuku kalau hari ini masuk ke sekolah?" Tanya Bilqis antusias.
"Bi_lqis lepaskan dulu! A_ku sesa_kh nafas!" Umpat Anna kesal.
"Hehehe maafkan aku," sahut Bilqis sambil melepaskan pelukannya tak lupa memasang cengiran watadosnya.
"Kau ini kebiasaan banget, suka memelukku sampai sesak nafas!" Omel Anna sambil mendelik sebal.
Gadis berjuluk chipmunk itu hanya meresponnya dengan cengiran saja.
"Oh iya John, barusan kau bilang apa?" Tanya Bilqis penasaran.
Pria berdimple itu menghela nafas kasar, tapi kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
"Tinggal diberi tahu saja apa susahnya? Karena bagaimanapun juga Anna berhak mengetahuinya John," kata Bilqis seadanya.
Pria berdimple itu melotot tajam kearah Bilqis, namun sang empu hanya menanggapinya dengan rolling eyes nya terhibur.
"Kau dengar sendiri kan? Bilqis saja mendukungku, tapi kenapa kau tidak? Apa kau menginginkanku tersiksa dengan kepingan-kepingan memori yang ada di dalam ingatanku?" Cecar gadis mungil itu sambil mempoutkan bibirnya, namun mengandung makna kekecewaan.
"Baiklah aku akan memberi tahumu semuanya, tapi nanti istirahat saja. Jika sekarang, aku tak yakin melihatmu belajar dengan fokus," sahut John mengalah.
"Awas saja kalau kau membohongi ku lagi," ancam gadis mungil itu sambil melotot horor ya walaupun tidak ada seramnya sama sekali.
"Aku akan ikut dengan kalian, siapa tahu John kembali berbohong," kata Bilqis sambil tersenyum penuh arti.
"Ck, kau seperti penguntit saja," cibir John sambil berdecak sebal.
Akankah ingatan Anna segera kembali seperti sedia kala?
TBC
Revisi, Selasa 18 Mei 2021
Pukul 00:31