"Bella, Kau sudah mendengar berita semalam?" Alanis berdiri di pintu kamar dengan cemas.
"Sudah," jawab Bella singkat.
"Kau sendiri kena PHK atau tidak?" ucapnya masih dengan buru-buru.
"Tidak. Kalaupun kena, aku tidak peduli," jawab Bella.
Alanis mengerutkan dahi setelah beberapa detik terkejut. Ia tahu bahwa Bella tidak menyukai tabiat bosnya, gadis itu pasti memikul beban pikiran karena sekarang Ia malah ditempatkan di kantor CEO.
Suasana gedung Sidomuktiningjaya tampak lebih lengang dari biasanya. Bella tahu ini semua karena ulah dirinya yang menyebabkan ratusan karyawan kehilangan pekerjaan. Ia merasa senang sekaligus sedih. Ia senang karena Vincent terang-terangan membuktikan tanggung jawabnya untuk melindungi dirinya, tapi itu tidak lepas dari ulah Vincent juga. Sedih karena Ia dan Vincent telah tega menghilangkan pekerjaan bagi ratusan orang di perusahaan besar.
"Pagi Chelsea," sapa Bella.
"Pagi," tanggap Chelsea berusaha seperti biasa.
Bella tahu ada yang disembunyikan oleh Chelsea, tapi lebih baik Ia pura-pura tidak tahu saja. Hingga satu jam berlalu, dua temannya tidak juga muncul. Bella menghela napas meraba fakta bahwa Virra dan Keilla tidak datang bukan karena ijin sakit atau cuti.
"Chelsea, masuk."
Suara Vincent terdengar dari pintu kayu berukir yang lebar. Lelaki itu memanggilnya secara langsung tanpa melalui interkom atau telepon. Secara refleks kepala Bella menoleh ke arah lelaki itu, Ia menangkap tatapan tajam dari Vincent. Untuk mengalihkan pikiran dari lelaki itu, Bella membuka handphone-nya. Notifikasi pesan dari Aron sudah bertengger di layar.
"Bagaimana harimu?" chatnya.
"Baik. Sudah berangkat kerja, Kak?"
"Sudah, ini sebentar lagi mulai rapat," tak berselang lima belas detik balasan Aron sudah tiba.
"Good luck, Kak," balas Bella.
Wajah Chelsea pucat pasi saat keluar dari ruangan pribadi Vincent, Bella berpikir apakah jangan-jangan Vincent melakukan hal serupa dengan dirinya kepada perempuan itu. Apakah Vincent menciumnya, membelai rambutnya, atau bahkan? Ah, untuk apa Ia memikirkan hal itu. Bella menggelengkan kepala menepis pikiran konyolnya.
Chelsea kembali berkutat di depan komputer tanpa menoleh maupun berbicara dengannya. Bella mengabaikan hal itu meski sebenarnya Ia masih saja penasaran dengan apa yang Vincent lakukan.
Anehnya, di kantor sama sekali tidak ada pembicaraan tentang PHK massal. Karyawan-karyawan yang biasanya gemar bergosip sama sekali membisu tentang apa yang sedang terjadi di sekitar mereka. Begitupun dengan Chelsea, Ia sama sekali tidak membicarakan Virra dan Keila. Mereka berdua sudah tidak lagi berangkat kerja, tanpa perpisahan, tanpa kabar, dan tanpa alasan yang diketahui secara jelas oleh dirinya, Chelsea pun tidak tahu. Bella memberanikan diri membuka suara pada Chelsea.
"Chelsea, Kau tahu alasan PHK massal di perusahaan ini?" bisik Bella.
Chelsea menggeleng dengan tegas, bukan jawaban tidak tahu melainkan isyarat bahwa sebaiknya Bella tidak membicarakan hal ini. Bella tertawa dalam hgati mendapat jawaban dari Chelsea. Lelaki itu memang biadab, Ia menutup paksa mulut siapapun yang mengusiknya.
Saat jam dua siang tiba dan Bella mengantarkan kopi kedua Vincent ke ruangannya, lelaki itu menghentikan Bella agar tidak langsung keluar dari ruangannya.
"Bella," panggil Vincent.
"Iya, Pak?"
"Kau pendiam akhir-akhir ini," lelaki itu terlihat enggan untuk berbicara, tetapi tatapan matanya menunjukkan yang sebaliknya.
"Ada yang ingin Anda bicarakan, Pak?" seringai Bella. Gadis itu kembali memasang antenanya tinggi-tinggi.
"Sekarang kantor terasa sepi," ucap Vincent setelah menyesap kopinya sedikit.
"Iya, yang cantik-cantik sudah langka di kantor, kan udah Bapak pecat," tanggap Bella.
Vincent tertawa terbahak-bahak sampai jongkok dan perutnya sakit, tangannya tak kuasa beralih dari perutnya.
"Kau pandai bicara, ya?" ucap Vincent kemudian.
"Saya hanya membicarakan apa yang ada, Pak," jawab Bella.
"Lalu Kau tidak berterima kasih kepadaku?" Vincent mengangkat satu alisnya.
Lelaki itu sungguh menggemaskan, siapakah yang berwenang untuk mengapresiasi kebobrokan yang ditutupi dengan kebobrokan lainnya?
"Saya kira Anda seharusnya meminta maaf kepada saya karena telah menggunakan saya sebagai objek fantasi secara sembarangan. Bahkan sampai membawa-bawa nama saya ketika berhubungan badan dengan orang lain," lugas Bella.
Vincent kembali tertawa, sebuah penghinaan yang secara tidak langsung ditujukan kepada gadis itu tanpa perlu menggunakan kata-kata.
"Sayangnya aku tidak suka meminta-minta, memaafkan adalah urusanmu. Tetapi aku tidak peduli dengan pemberian maafmu," ujar Vincent.
"Kalau begitu, berterima kasih juga menjadi urusan saya dan terserah saya mau mengucapkannya atau tidak," tanggap Bella.
Vincent menyipitkan pandangannya mendengar ucapan kekanakkan Bella yang Ia ucapkan dengan sedemikian rupa tetapi hasilnya malah menggemaskan di mata Vincent.
"Kau tidak harus berterima kasih dengan ucapan, kemarilah, Nak," ujar Vincent menepuk pahanya sembari mengangguk.
Tentu saja Bella tidak bersikap bodoh dengan membiarkan Vincent menempatkan dirinya di pangkuan.
"Ini di kantor, Pak!"
"Oh, jadi kamu mau yang tidak di kantor?" seringai Vincent. Ia berdiri dan mendekatkan wajahnya tepat di hadapan Bella.
Tanpa sempat Bella hindari, bibir Vincent sudah mendarat di bibirnya. Mencecap setiap inchi dari lapisan kenyal berwarna pink peach. Kali ini Bella sedikit merasakan bahwa Vincent melakukannya dengan santai. Bella merasakan bahwa Vincent memberinya kesempatan untuk membalas kecupan itu, dan Ia melakukannya.
Ini pengalaman ciuman kedua yang terasa nikmat setelah ciuman pertamanya dengan Aron beberapa hari yang lalu, lebih tepatnya belum ada satu minggu. Tetapi senikmat apapun Vincent memberinya kecupan, Bella tetap menyangkal. Ia akan lebih menikmati kecupan Aron daripada Vincent.
"Kau menikmatinya, Sayang?" tanya Vincent dengan lembut. Usapan tangan di puncak kepala Bella Ia berikan ketika menyudahi aksi mereka.
"Tidak!" jawab Bella.
"Haha, Kau berbohong," kekeh Vincent.
"Masih banyak lelaki yang jauh lebih nikmat, Pak. Anda tidak usah sombong," seru Bella.
"Apa katamu?"
Vincent tidak percaya bahwa Bella mengatakan itu. Ia kira, gadis itu menerima ciuman hanya darinya saja. Tetapi ternyata 'masih banyak lelaki' yang juga menikmati betapa manis dan menyenangkannya bibir Bella.
Gadis itu meninggalkan ruangan dan membiarkan Vincent yang tengah terperangah dengan apa yang Ia dengar barusan. Ia menggelengkan kepala, setidaknya hari ini sudah mendapatkan kesenangan yang Ia idam-idamkan tiap hari.
Meninggalkan meja kerja Vincent setelah melakukan adegan menyenangkan membuat langkah Bella terasa seperti melayang beberapa inchi di atas lantai. Ia menundukkan kepala tetapi mengintip Chelsea di sana, perempuan itu sedang konsentrasi di depan layar monitor.
"Lama sekali," ucap Chelsea.
"Kau juga lama sekali pagi tadi," tanggap Bella.
Chelsea tidak berkomentar lagi, membuat Bella salah tingkah. Ia berusaha menenangkan diri dengan menghela napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.
"Ekhm, aku tidak bermaksud memaksamu memberitahuku," ucap Bella. "Tapi aku kira, itu hanya masing-masing pribadi kita yang berhak tahu," lanjutnya.
"Iya," tanggap Chelsea. "Yang jelas kita di sini hanya pekerja. Jadi tidak usah bertingkah jika tidak ingin di-kick."
Bella melototi layar monitor mendengar ucapan Chelsea. Jadi? Semua karyawan di sini diintimidasi, sedangkan dirinya tidak diintimisasi. Vincent benar-benar brengsek.
***