Chereads / THE JERK & PERVERT GIRL / Chapter 14 - A.14 MOMENTOUSNESS DATE

Chapter 14 - A.14 MOMENTOUSNESS DATE

Gadis itu melangkah memasuki area hotel bintang lima, pandangannya tertuju ke arah food court di samping hotel, sebuah tempat makan terbuka yang sangat asri. Ia menuju meja resepsionist yang berada di pintu masuk area food court. 

"Selamat siang, Kak. Sudah reservasi?" sapa resepsionis. 

"Sudah. Atas nama Aron," ujar gadis itu.

"Atas nama Tuan Aron, meja dua puluh tiga, Kak. Mau langsung pesan menu atau nanti saja?"

"Mm, nanti saja," jawab gadis itu.

Ia melangkah menuju meja kosong yang diberitahukan oleh resepsionis lalu duduk sembari menarik nafas dalam-dalam. Pandangannya menyapu sekitar food court, orang-orang menikmati makanan sambil berbincang-bincang, ada pula yang bersenda gurau. Jemari gadis itu memegang buku menu tanpa bertenaga, dadanya bergemuruh menyuarakan kegugupannya. Nafasnya menghirup kuat-kuat udara ke dalam dadanya.

Lelaki itu datang mengenakan kemeja kotak-kotak berlengan pendek, mereka telah mengenal satu sama lain di dunia maya. Gadis itu melambaikan tangan saat melihat bahwa lelaki bernama Aron itu melihatnya dari pintu masuk.

"Aron," lelaki itu menyalami gadis di depannya.

"Arabella," jawab gadis itu sembari menyunggingkan senyum ramah. 

"Sudah lama menunggu?"

"Belum," jawab Bella singkat masih dengan tersenyum. 

"Maaf, aku sudah berusaha datang tepat waktu tapi tadi macet," ujar Aron menjelaskan kepada gadis itu agar tidak salah paham.

"Oh, tidak. Hanya saja aku datang lebih awal karena tidak suka ditunggu," tanggap Bella.

"Hmm, begitu ya? Sudah pesan menu?"

"Belum," jawabnya. Lagi-lagi dengan singkat.

Aron menuliskan pesanan menu di note yang tersedia tanpa memilih berlama-lama, Bella mengikutinya kemudian. Obrolan ringan mengalir sembari menunggu menu yang mereka pesan, baru kali ini rasanya Bella agak nyaman mengobrol bersama lawan jenis. Ia selalu canggung dan berhati-hati secara berlebihan bicara dengan lelaki, apalagi dengan Vincent.

"Dirimu jadi apa di perusahaan itu?" tanya Aron setelah Bella menjawab pertanyaan di mana Ia bekerja. 

"Sekretaris Divisi Pengadaan Barang," jawab Bella.

"Sekretaris? Keren, fresh graduate masuk kerja langsung jadi sekretaris," ujar Aron setengah tak percaya.

Bella tersenyum sembari menyeka hidungnya yang tidak berkeringat dengan punggung tangan. Andai saja lelaki itu tahu apa yang sebenarnya terjadi, mungkin besok Ia tidak akan bertemu dengan lelaki di depannya lagi. Fresh graduate mana Tetapi Bella yakin suatu hari nanti Ia akan pergi dari kehidupan Vincent secara total, tak hanya pergi dari gedung perusahaannya. 

Makan siang di pertemuan pertama mereka sangat menyenangkan Bella karena Aron adalah lelaki manis dan sopan, selain itu pengetahuannya juga luas. Dilihat dari wajahnya Ia seumuran dengan Bella, mungkin dua puluh tiga sampai dua puluh lima tahun. Kalau Vincent? Lelaki itu tidak usah dipikirkan umurnya karena sejatinya isi otak dan hatinya tetaplah kanak-kanak. 

"Sejak kapan Kau suka BDSM?" 

Aron mengalihkan topik pembicaraan mereka saat makanan yang dipesan sudah tertata rapi di meja. Mereka bertemu di sebuah alterbase lalu berkenalan lewat medsos. Aron menanyakan itu karena Ia tahu Bella memiliki kecenderungan untuk meminati BDSM.

"Mmm, aku tidak tahu," jawab Bella, pandangannya melirik kanan kiri seperti menyimpan rasa khawatir. Meski tempat makan ini adalah tempat umum yang letaknya di sekitar hotel, tetapi Ia masih khawatir jika pembicaraannya dengan Aron dicuri dengar oleh orang lain.

"Aku … sebenarnya sudah lama suka, tapi baru tahu namanya BDSM waktu kuliah semester enam," ujar Bella dengan suara dipelankan.

"Oh, ya baguslah. Itu berarti Kau beruntung. Selama ini tidak ada yang membahayakan, kan?" Aron menatap gadis di depannya lekat-lekat.

"Membahayakan?" Bella mengerutkan dahi kemudian kembali mengunyah pastanya.

"Maksudku, Kau tidak nekat mempraktekkan dengan sembarangan," ujar Aron.

"Oh, iya. Sejauh ini aku hanya punya fantasi, terus setelah tahu kalau aku memiliki kecenderungan minat BDSM, aku cuma bisa belajar sendiri," ucap Bella. Aron mengangguk-angguk.

Tidak ada yang salah ketika orang memiliki fantasi BDSM, hanya saja ketika mempraktekkannya, Ia harus benar-benar sadar tentang apa yang Ia lakukan, bisa mengukur risiko dan batas aman, serta melakukannya dengan orang yang sama-sama berkehendak. Jika tidak, maka semua itu tidak bisa disebut sebagai BDSM melainkan abusive.

Aron adalah gambaran lelaki yang sangat sempurna di mata Bella, bahkan sebelum gadis itu bertemu langsung. Bahasa percakapan yang Ia gunakan bersama Bella di media sosial menunjukkan bahwa lelaki itu luas wawasannya dan juga memiliki budi pekerti yang baik. Sosok Aron membuat Bella percaya bahwa di dunia ini ada juga lelaki yang pantas disukai, meskipun sangat langka.

"Memang sebaiknya sebelum memutuskan untuk menjalani dengan orang lain harus belajar mandiri dan memiliki self control yang baik terlebih dahulu. Karena sejatinya dunia BDSM itu juga seperti di kehidupan sehari-hari, kalau seseorang aslinya bertabiat buruk, di BDSM dia kemungkinan besar akan lebih buruk," ucap Aron kemudian menyesap minumnya.

Bella benar-benar terbuai oleh pesona Aron yang lihai menunjukkannya pengetahuannya, Ia baru sadar kemungkinan dirinya adalah seorang sapioseksual. Mungkin itu juga yang membuat Bella percaya dan mau diajak bertemu oleh Aron. Aron bukanlah lelaki bodoh yang berkeliaran di dunia alter untuk melampiaskan hasratnya.

Setelah hampir tiga jam menghabiskan waktu di meja makan dan sepertinya tidak ada lagi topik yang dibicarakan, Aron mengerti bahwa Bella mulai bosan.

"Kau ke sini naik apa?" 

"Naik taxi," jawab Bella.

"Perlu kuantar pulang?" tanya Aron.

"Oh, tidak usah. Terima kasih, aku bisa pulang sendiri. Lagi pula tempat tinggalku dekat dari sini," ujar Bella.

Membawa orang asing ke tempatnya tinggal adalah hal yang sangat berbahaya jika menurut teori yang Bella yakini, apalagi Ia belum banyak mengenal Aron. Aron dikenalnya melalui alter base, base khusus peminat dunia dewasa. 

Langkah mereka terhenti saat menuruni pintu keluar foodcourt, "Bella, jika kuamati Kau seorang sapioseksual. Benarkah?" 

"Oh ya?" Bella memiringkan wajahnya sembari tersenyum malu. 

"Mm, Kau sendiri?" tanya Bella dengan sedikit gugup. Apa yang Aron tanyakan benar-benar tidak Ia sangka.

"Aku menyukaimu," ucap Aron dengan suara dalam nan berat, seperti tercekat di leher.

Bella terkejut mendengarnya, Ia berdiri terpaku di antara pintu keluar food court dan kolam di mana terdapat air mancur di tengahnya, memandang lelaki di depannya yang melangkah mendekat. Degup jantung dan deru nafas Bella menyiksa perasaannya saat ini. Aron menatapnya lekat-lekat.

"Bella, bolehkah aku mengecupmu?" bisik Aron membuat telinga Bella semakin merinding.

"Lakukan yang Kau mau, Aron," ujarnya.

"Kau menyebut namaku," ujar Aron.

Aron mengecup bibir Bella sekali, meninggalkan sengatan luar biasa yang menghidupkan hampir semua syaraf di tubuh Bella. Lelaki itu mengecupnya sekali lagi seperti mempertegas apa yang telah Ia mulai. Bella mencecap bekas kecupan Aron dengan gerakan yang sangat pelan.

Kecupan kecil-kecil di antara bibir mereka berganti menjadi pagutan ganas saling memangsa. Keduanya terengah-engah mengambil nafas lalu mengulangi lagi dengan berusaha lebih baik. Suara gemercik air mancur tampak samar di belakang mereka, Aron dan Bella tak peduli pada ikan-ikan kecil yang menjadi saksi hidup adegan panas keduanya di siang bolong. Bella terus menikmati lumatan bibir Aron dan melupakan fakta bahwa warna lipstick-nya telah menulari bibir Aron.

"Sudah?" tanya Aron. Bella hanya mengangguk. "Katakan, Bella."

"Sudah, terima kasih banyak," katanya.

Antara hasrat dan rasa malu campur aduk menjadi satu mengalir deras bersama aliran darah Bella. Gadis itu sejenak merenungi apa yang telah Ia lakukan baru saja. Ini adalah ciuman tulus pertamanya di dalam hidupnya. Rasanya lebih nikmat dari pada ciuman menjengkelkan bersama Vincent. Bella benar-benar lega meski malu. 

Aron menyeka dahi Bella yang penuh dengan peluh, kemudian lelaki itu memeluknya erat sebelum Ia pamit untuk berpisah. 

"Aku akan kembali datang suatu hari nanti," bisik Aron meninggalkan pesan terakhir sebelum mereka berpisah hari ini.

***