Terlihat jika ada dua orang remaja yang saling menebar senyuman di tengah ramainya alun-alun kota dan membuat iri para jomblo yang melihatnya. Dua orang remaja itu tak lain adalah Devon dan juga ... Agatha. Mereka berdua menghabiskan malam Minggu ini dengan berjalan-jalan di sekitar alun-alun kota dengan menikmati beberapa jajanan yang mereka beli dari kedai-kedai kecil yang ada.
Ehm ... sedangkan Laras meminta Devon untuk menemaninya pergi ke rumah neneknya. Jadi ... Devon masih ada waktu untuk pergi bersama Agatha. Ya beginilah jika menjadi Devon. HARUS PANDAI-PANDAI MENGATUR WAKTU!!! Kalau tidak, ya ... celakalah dia.
"Gimana, senang nggak?" tanya Devon kepada Agatha.
"Bangetz, pakai 'Z'. Hehehe ..." jawab Agatha dengan senyuman manisnya. "Tapi aku udah puas, Dev. Antarin aku pulang yuk!! Ngantuk ... udah malam."
Devon mengangguk mengiyakan. Menuntun kekasihnya itu ke arah parkiran untuk mengambil motor. Setelah mengambil motor, Devon langsung tancap gas mengantar Agatha pulang.
"Dev ..." Agatha memanggil Devon dengan sedikit keras karena suara jalanan yang ramai mungkin bisa meredam suaranya.
"Apa tha?" Sahut Devon dengan hal yang sama.
"Lain kali, nggak usah Malam Mingguan nggak apa-apa!! Aku juga nggak minta, kok. Mending dibuat istirahat aja di rumah, ya?!!" Agatha orangnya memang perhatian dan mudah mengerti situasi. Sama seperti ... Laras. Maka dari itu, Devon menyukai keduanya.
"Iya deh ... Tapi kalau kamu pingin pergi, ngomong ke aku ya. Aku bakalan usahain bisa." Devon tersenyum di balik helm yang dikenakannya. "Sifat kalian berdua memang sama." batin Devon dalam hati.
"Uwu ... Perhatiannya pacarku ini. Haha ..."
Malam Minggu ini, diakhiri dengan tawa bahagia keduanya. Malam yang indah, bagai tak berujung dan enggan menjelang pagi karena malam itu penuh tawa kebahagiaan.
Devon ingin selalu seperti ini. Tidak ingin kebahagiaan dan apa yang dimilikinya terenggut sedetik pun. Dia mencintai Laras, namun juga mencintai Agatha. Dia tidak rela kehilangan keduanya bahkan salah satunya.
"Tuhan ... Terima kasih atas segala sesuatu yang telah engkau berikan kepadaku. Kebahagiaan, cinta, kasih sayang, dan malam yang indah ini."
•
••
•••
••••
•••
••
•
Devon tersenyum melihat foto-fotonya bersama Agatha yang diambil di alun-alun kota tadi dari handphonenya. Kemudian dirinya meraih handphonenya yang satunya lagi yang ada di atas meja belajarnya.
Devon memang menggunakan dua handphone agar mempermudahnya berkomunikasi dengan Laras dan juga Agatha. Yang satu ber-case abu untuk berkomunikasi dengan Laras, yang satunya lagi ber-case hitam untuk berkomunikasi dengan Agatha. Memang rumit menjalani hidup seperti Devon.
Devon membuka handphone ber-case abu itu. Tangannya bergerak membuka aplikasi hijau dan meng-klik pesan yang diberinya pin. Kemudian meng-klik ikon panggilan suara.
Tidak lama kemudian, terdengar suara lembut seorang cewek dari seberang telepon. "Halo Von, ada apa malam-malam begini telepon?" Itu suara Laras. Suaranya lembut, sama seperti Agatha.
"Cuma mau mastiin aja," jawab Devon yang membuat Laras bingung.
"Hah? Mastiin apa?"
"Kalau kamu masih ingat aku, kalau kamu masih ada di bumi, dan kalau kamu masih ada di ingatanku juga. Hehe ..." Ujar Devon disambut tawa dari seberang.
"Gombal!!" Ledek Laras.
"Dih, beneran Ras ... Kalau kamu nggak ingat aku, mati lah aku."
"Kenapa mati?"
"Karena setengah dari jantung aku hilang. Serambi kiri sama bilik kiri aku turut hilang. Nanti, kalau pakai serambi sama bilik kanan, jadinya cuma ada darah kotor aja di dalam tubuh aku."
"Yah ... Malah ngejelasin materi IPA kamu mah ih!! Bukan gombalan lagi namanya. Kalau gitu aku tutup dulu ya, Von. Jangan lupa besok ..."
"Hahaha ... Oke, jangan lupa makan."
"Udah kelewat kali Von ... Yaudah bye!!"
Telepon dimatikan oleh Laras. Akhirnya Devon bisa bernafas lega. Melepas rasa rindunya pada Laras.
"Aku berjanji akan berusaha menjaga dan memperlakukan mereka dengan seimbang dan sebaik-baiknya, Tuhan."
•
••
•••
••••
•••
••
•
Terima kasih...