Chereads / Counting The Stars / Chapter 2 - 1

Chapter 2 - 1

"Hmmm!!!!!"

"Shut up!"

Pria berwajah oriental dengan rambut panjang dan wajah seram itu menendang bangku yang diduduki seorang gadis muda yang tengah meronta dari ikatan di tangannya serta kain yang menutup mulutnya.

Pintu dari ruangan putih itu terbuka dan menampilkan sepasang manusia paruh baya dan seorang pemuda dengan kisaran usia 20 tahunan.

Gadis muda itu semakin meronta, "Mmmmmm!!!!!!!" kakinya menghentak-hentak ke lantai keramik itu.

Tiga orang tadi berbicara dengan bahasa yang tidak gadis itu ketahui. Ia menangis kencang dan mencoba mengambil hati para penculik itu agar segera melepaskannya.

Pemuda dengan pakaian santai itu menoleh ke arah sang gadis dengan mengangkat sebelah alisnya seakan memberi tatapan meremehkan. Ia bicara pada pria yang tadi membentak gadis itu.

Pria rambut panjang itu menarik kain yang menutup mulutnya ke bawah.

Sang gadis mengambil napas lewat mulut, "Tolong!" Ia berteriak kencang berharap ada orang yang mendengar dan bisa menolongnya.

Pemuda itu memberi senyum miring dan mengangguk pada pasangan paruh baya tadi yang sepertinya adalah orang tua dari pemuda itu.

Sang gadis menangis dengan kencang dan tetap meronta.

Pasangan paruh baya serta pria berambut panjang tadi keluar ruangan meninggalkan sang gadis dengan pemuda itu.

Sekitar 5 menit ruangan itu hanya diisi dengan suara tangis sang gadis, akhirnya pemuda yang bisa dikatakan tampan itu maju dan berjongkok tepat di depan bangku sang gadis. Jari jempolnya menyeka air mata sang gadis yang jatuh ke pipi.

Gadis itu mengangkat wajah dan matanya bertemu dengan mata licik pemuda itu.

"You're mine," desis pemuda itu sembari memberi seringaian.

Hanya itu yang gadis itu dengar dan lihat sebelum akhirnya dia tak sadarkan diri.

🎗

Flasback on

"Gab, bisa bantu Bunda beliin popok adek ke supermarket depan, ga?"

Gaby, gadis manis nan penurut itupun mengiyakan titah sang bunda, "Bisa, Bun. Uangnya mana?"

Bunda memberikan uang 100rb yang ia ambil dari saku dasternya, "Nih. Kembaliannya ambil aja buat kamu," ucapnya.

Wajah Gaby langsung cerah, "Kebetulan Gaby mau beli keripik. Makasih ya, Bun."

Bunda mengangguk dan kembali ke kamar untuk melihat adik Gaby.

Gaby meraih masker dan jaketnya, lalu segera bertolak ke arah supermarket.

Di depan gang Gaby bertemu Gabriel, abangnya.

"Ke mana, dek?" tanya El.

Gaby menunjukkan uang 100rb itu pada El, "Jajan dooonggg."

Wajah El menunjukkan bahwa dia tidak percaya, "Paling disuruh Ayah beli rokok," tebaknya.

"Salah, bleee. Yaudah aku ke depan dulu mau jajan, bye abang."

El terkekeh dan kembali melajukan motornya untuk kembali ke rumah mereka. Sedangkan Gaby kembali berjalan dengan langkah ringan untuk pergi ke supermarket.

Tetapi setiap kali Gaby melangkah,  ia selalu merasa ada yang mengikutinya. Akhirnya Gaby menghadap ke belakang, dan seseorang menyekapnya dengan saputangan yang sudah disatukan dengan obat bius sehingga Gaby jatuh tak sadarkan diri.

Setelah 2 hari tidak sadarkan diri, Gaby akhirnya membuka mata dan mendapati dirinya dalam keadaan terikat di bangku dalam ruangan putih yang tidak dilengapi dengan ventilasi, jendela ,dan sebagainya. Hanya ada satu AC dan satu pintu. Gaby mulai menangis ketika sadar bahwa dia telah diculik.

Seseorang membuka pintu dan menampakkan seorang pria dengan wajah menyeramkan. Pria itu berdiri 2 meter di hadapan Gaby dan berkata dalam bahasa Inggris yang tak terlalu Gaby tangkap karena aksen aslinya yang sangat kental.

"You have to stay here until my boss come here to see you."

Gaby meronta kencang, "Hmmm!!!!!"

"Shut up!" bentak pria itu sembari menendang bangku Gaby.

Flashback off

🎗

Seorang pemuda tampan mengamati Gaby yang tengah terlelap di kasur mewah miliknya. Senyum miring terbit begitu saja ketika melihat mata bengkak gadis itu serta jejak air mata yang mengering di pipinya.

"Kamu ngga boleh lari," ucapnya dengan bahasa Mandarin.

"Dia tidak akan lari darimu, Darren."

Pemuda yang dipanggil Darren tadi menoleh ke pintu masuk kamarnya, "Ma," sapanya pada ibunya.

Sang ibu mendekat dan ikut mengamati Gaby, "Mama sepertinya harus berterima kasih pada gadis ini karena membuat anak mama bisa tersenyum, walaupun senyum miring," kata wanita itu.

Darren terkekeh pelan, "Aku tidak bisa tersenyum juga karena kau di masa lalu."

Ibu Darren tertegun, "Itu adalah masa lalu. Sekarang sudah berubah. Kamu tidak perlu mengungkitnya lagi, ya."

Darren diam tak menjawab. Ibunya pun menghela napas dan memutuskan untuk keluar dari kamar Darren serta menutup pintunya membiarkan Darren berkelana dengan pemikirannya.

Gerakan pada kelopak mata Gaby membuat Darren duduk dengan tegak. Pemuda itu berdeham pelan untuk menjaga wibawanya.

Gaby membuka mata dan menyipit  karena cahaya memasuki indra penglihatnya. Gadis itu mengerang pelan. Dan setelah dirasa cukup kuat, Gaby mencoba untuk duduk sambil melihat ke sekitar.

Pandangannya jatuh pada Darren yang mentapanya dengan lekat.

Gaby mulai menangis, "Tolong aku," tangisnya.

Darren menaikkan alisnya tak mengerti apa yang dikatakan Gaby, "I don't understand what did you say. But if you want to go home, I won't let you go," sahutnya datar.

Wajah gadis itu memucat. Pemuda di depannya tidak mengerti bahasa Indonesia, Gaby jadi sangsi jika ia masih di tanah kelahirannya. Tapi untungnya dia punya nilai yang tinggi dalam subjek bahasa Inggris di sekolah.

"Apakah aku masih di Indonesia?"

Darren diam sejenak, "Ou, Jadi para bajingan bodoh itu mengambilmu dari Indonesia? Jauh sekali. Well, tapi sekarang kamu tidak sedang di Indonesia, ini Shanghai."

Air mata kembali jatuh di wajah Gaby. Ia sangat takut. Bagaimana jika orang-orang sipit ini memutilasinya dan menjual organ tubuhnya? Bagaimana jika Bunda, Ayah, dan Gabriel khawatir lalu mencarinya ke mana-mana atau bahkan melapor polisi?

"Apa yang kalian inginkan? Kumohon. Aku akan melakukan apa saja agar kalian melepaskanku," Gaby terisak ketika mulai mengingat keluarganya.

Pemuda itu mengungkung tubuh kecil Gaby dengan bertopang pada kepala ranjang, "Aku tidak akan pernah melepaskanmu karena sejak kamu dibawa kemari kamu adalah milikku. Paham?"

Kedua tangan gadis itu dengan lemah mencoba mendorong dada Darren, "Aku bukan milikmu atau orang asing lainnya. Aku hanya milik ayah dan ibuku!" sentaknya.

"Cepat atau lambat kamu akan menjadi istriku."

Darren bangkit dan keluar dari kamar itu meninggalkan Gaby yang terdiam mencerna satu kalimat terakhir yang diucapkan Darren.

Sedetik kemudian Gaby mencoba berlari ke arah pintu untuk mencari jalan keluar. Tetapi nahas pintu itu terkunci dan di kamar seluas ini hanya ada sebuah balkon yang ikut terkunci dan sebuah ventilasi yang tinggi di dekat kamar mandi.

Gaby tertegun. Apakah ia akan menjadi pemuas nafsu dari pemuda itu?

🎗

Next