"Apa ada yang sakit? Hiroshi?" kini raut wajah khawatir terpancar di wajah Ibunya.
"Apa Ane sudah kembali juga?" tanya Hiroshi cemas. Sang Ratu mengangguk sambil mengelus kepala Putranya.
"Ada yang ingin hamba katakan pada mereka" buru-buru Hiroshi meninggalkan kediamannya, melupakan Ibunya yang masih terdiam terpaku di atas peraduan Hiroshi.
Tepat di pintu masuk kediaman Putri Hamari, Hiroshi main masuk saja dan menemukan kedua Kakaknya masih belum sadarkan diri juga.
"Chichi, mereka belum bangun juga?" tanya Hiroshi sambil memeluk Ayahnya.
"kurasa sekarang kau, jauh lebih dewasa Hiroshi." Kata Raja Keito menyadari karakter Putranya menjadi kearah yang jauh lebih baik.
"Ini karena ujian yang Chichi berikan pada kami semua" kata Hiroshi dengan raut wajah sendu.
"Chichi, apa ini mimpi?" suara Hamari dan Kotoko terdengar bersamaan.
Pandangan Putra dan Ayah itu kini tertuju pada Hamari dan Kotoko.
"Apa kalian lebih senang berada jauh dari Chichi? Kenapa ekspresi kalian seperti itu?!" protes Raja Keito pura-pura merajuk.
Kotoko duduk, dan menusukkan satu jari ke lengan Raja dan Hamari mencoba menggandeng tangan Ayahnya.
"Eh, ini... bukan mimpi. Chichi!!" pekik keduanya memeluk sang Ayah dalam dua posisi yang berbeda.
Hamari di bahu kanan, Kotoko di bahu kiri.
"Apa Haha tidak boleh mendapat pelukan Putri-Putri Haha juga?" kata Ratu dari ambang pintu.
"Haha!!" seru keduanya berlomba-lomba mencapai pelukan Ibunya.
Hamari melepaskan pelukannya pada sang Haha dan menatapnya sendu.
"Ada yang ingin kau bicarakan padaku?" tanya Ratu membelai lembut kepala Putri Mari.
"Ini... tentang firasat hamba Haha, benarkah..., Chichi Natsuha...telah tiada?"
Deg!!
Dari mana Putrinya tahu kabar kematian Natsuha padahal saat itu..., bukan kah ketiga Anaknya sudah pergi jauh sebelum Natsuha tiada?
"Ada masalah besar setelah kalian pergi. Dan..., Natsuha tidak dapat bertahan karena sakit yang dideritanya" jawab Ratu sendu.
"Jadi itu nyata. Artinya, hukuman mati untuk Haha Kimiko itu juga...benar?" pertanyaan Hamari mengejutkan kedua saudaranya yang lain.
Eun Sha hanya terdiam, menangisi kepedihan hati Putrinya Mari sementara Raja Keito hanya sanggup menganggukkan kepala.
"Ada alasan kuat kenapa Kimiko harus dilenyapkan. Ku harap kau mau mengerti Mari" jawab Raja pada akhirnya tidak ingin Putrinya terlalu dalam meratapi kematian Ibu dan Pamannya.
"Kau tahu masalah sebesar ini tapi tidak memberi tahuku Ane?!" marah Hiroshi.
Ia pernah sangat dekat dengan Natsuha jadi dia begitu terpukul menghadapi kenyataan tersebut.
"Jangan bersedih. Chichi Natsuha sudah bereinkarnasi dan selalu ada di sekitar kita saat berada di Joseon" lirih Mari semakin sendu.
"Maksudmu, Hyun-Jae adalah...."
"Ya, dia reinkarnasi dari Chichi Natsuha." Kekeh Mari antara geli, rindu dan tanpa daya.
Selama tiga minggu lamanya, semenjak kabar kematian Kimiko dan Natsuha di dengar ketiganya, mereka seperti hidup dalam dunianya masing-masing. Mereka terlalu sering melamun dan melamun seolah kehilangan semangat hidup.
"Bagaimana kita bisa mengembalikan keceriaan mereka Yang Mulia?" lirih Eun Sha dibalas dengan dekapan sang Raja.
"Maafkan aku karena keputusanku lah mereka menjadi seperti ini" jawab Raja tak kalah lirih.
"Mereka tidak bersedih karena Natsuha dan Kimiko Yang Mulia" potong Sizuka tiba-tiba berada tak jauh dari pasangan tersebut.
"Mereka sedih karena terpisahkan dari belahan jiwa mereka. Dan sebentar lagi, belahan jiwa mereka akan datang menyusul" senyum Sizuka membuat Raja dan Ratu saling menatap kebingungan.
"Maksudmu mereka memiliki ke kasih ditempat bernama Joseon itu?" tanya Raja sangat antusias.
"Ya, Yang Mulia. Karena itu, jika tiba-tiba ada orang yang datang mencari Anda, sebagai penjual pedang, dan mereka berjumlah tiga orang, salah satunya seorang Gadis muda yang cantik, maka pertemukanlah mereka dengan Putra dan kedua Putri Anda" kata sang Jin Sizuka penuh suka cita.
Saat makan siang tiba, Raja mendapat kabar, akan kedatangan beberapa saudagar kaya untuk menemui beliau. Sementara Hiroshi dan kedua Kakaknya langsung tersenyum ceria berharap bisa melihat para saudagar tersebut. Tapi, ternyata saudagar yang datang pada Raja, bukanlah Kekasih mereka bertiga.
Dengan hati kecewa ketiganya pergi ke Taman. Mereka bertiga sengaja berpencar ke arah tiga penjuru mata angin yang berlawanan. Mereka duduk dan termenung tak menyadari apa yang sedang mereka lakukan, diamati langsung oleh kedua orang tua mereka, dari lantai tiga Istana.
Angin berhembus menerpa wajah ketiganya. Kabut tiba-tiba menyelimuti Taman, mengaburkan pandangan mereka.
"Apa kau tidak merindukanku, Ha-Neul" sapaan itu membuat Hamari langsung membuka matanya setelah sibuk mengusap kedua matanya.
Kabut menghilang, dan wajah Hyun-Jae terlihat di hadapannya.
"Disini namaku bukan Ha-Neul Hyun-Jae, tapi Hamari" kekeh Mari memeluk Kekasihnya.
Di sisi Taman lain, Kotoko yang sibuk mencari jalan menuju Istana karena kabut, hampir jatuh karena tersandung sesuatu tapi seseorang menangkapnya dengan cekatan.
"Kau masih saja ceroboh Jee Kyung, bagaimana bisa aku jauh darimu jika kau, terus memiliki sifat serampangan begini" begitu kabut menghilang, Kotoko melihat Heo Dipyo yang teramat dirindukannya ada dihadapannya, menatap kedua matanya dengan intens.
"Namaku Kotoko. Disini namaku Kotoko. Akhirnya kau datang juga" kekeh Kotoko, memeluk Heo Dipyo melepas rindu.
Dan..., di sudut Taman berikutnya, Hiroshi nampak gusar dengan kabut yang menghalangi sudut pandangnya. Tapi ia mendengar suara merdu yang sangat dirindukannya.
Ia berjalan meski buta arah, mendekati arah suara merdu itu. Samar-samar ia melihat sosok Gadis berada agak jauh darinya. Semakin lama, makin jelas rupanya, karena kabut yang mulai menipis pada akhirnya pun menghilang.
"Ah-In?" gumam Hiroshi menyunggingkan senyuman kebahagiaan tiada tara.
Pria muda itu berlari ke arah Gadis yang membelakanginya tersebut, menggapai tubuh mungil tersebut dan membalik badannya hingga pandangan keduanya saling bertumbuk.
"Sudah ku katakan Yeon-Seok, apa pun yang terjadi, aku akan tetap menempel padamu" senyuman indah Ah-In merekah membuat Hiroshi akhirnya memeluk Gadis itu dan berputar beberapa kali sambil memeluknya.
"Panggil aku Hiroshi. Namaku Hiroshi di tempat ini" jawab Hiroshi, menyatukan kedua dahi mereka.
Di lantai tiga Istana, Raja Keito dan Ratu saling memeluk satu sama lain sambil memperhatikan kebahagiaan yang menyelimuti Putra dan kedua Putrinya.
"Ya ampun, baru kemarin aku menggendong dan mengganti popok mereka. Kenapa secepat ini harus melepaskan mereka, dan menyerahkan mereka pada orang-orang asing itu" gumam Raja Keito cemberut.
"Relakan lah Suamiku, jangan bertingkah seperti ini. Kita juga pernah muda bukan," kekeh Ratu Eun-Sha mengeratkan pelukannya pada sang Raja.
"Apa kau siap menikahkan mereka sayang?" kini Raja Keito melirik pada Istri tercinta.
"Apa pun, demi kebahagiaan mereka" balas Ratu mengecup pipi Raja Keito.
"Kalau begitu kau harus bertanggung jawab"
"Bertanggung jawab?" Ratu mulai bingung dengan arah pembicaraan kali ini.
"Karena kau menyerahkan mereka pada orang asing, setelah pesta pernikahan mereka, aku ingin seorang Putra lagi darimu"
"Tiga anak masih belum cukup Yang Mulia?!" Pekik Eun Sha kaget luar biasa.
"Ayolah..., mereka tidak akan bisa lama bersama dengan kita. Karena itu mari kita hadirkan Putra ke empat kita. Agar kita tidak merasa...terlalu kesepian" rengek Raja Keito.
"Seperti ini saja menyenangkan Yang Mulia. Jika mereka pergi, bukankah dunia kita serasa...hanya milik kita berdua? Jadi buat apa memiliki Putra satu lagi? Nanti perhatian hamba, hanya akan tertuju padanya Yang Mulia," goda Eun Sha.
"Tetap saja Istana ini akan penuh warna jika dikelilingi anak-anak" kini Raja mengecup dahi Ratunya.
Dan menikmati pemandangan indah, kebahagiaan Putra dan kedua Putrinya.
Setelah semua anaknya masuk ke dalam Istana membawa kekasih mereka masing-masing, maka kehebohan lain tercipta.
Ratu Eun Sha menatap wajah Hyun-Jae sambil berkaca-kaca.
"Senang bertemu denganmu nak, siapa namamu?" tanya Ratu sambil menangkup kedua pipi Hyun-Jae.
Pria muda itu kalang kabut dibuatnya.
"Hyun-Jae Yang Mulia" senyum Hyun-Jae kikuk.
"Ehm, Haha, itu...kekasihku. Tolong kondisikan tangan Anda" cemberut Hamari kesal membuat Kotoko dan Heo Dipyo berusaha keras menahan tawa mereka.
Tapi yang diajak bicara masih dengan suka cita menempelkan kedua tangannya di pipi Hyun-Jae.
"Aku tidak suka caramu memandangnya Istriku" geram Raja Keito, menarik kedua tangan Ratu, dan menjauhkan jarak sang Ratu dengan calon menantunya itu.
"Dia Natsuha Yang Mulia, hamba hanya senang melihatnya kembali" protes Eun Sha berbisik pada Suaminya.
Sementara Hyun-Jae berusaha menenangkan Kekasihnya sambil menggenggam erat tangan Mari.
Dua minggu setelah kedatangan Heo Dipyo,Hyun-Jae dan Ah-in, pertanyaan besar mulai muncul dibenak Raja Keito dan Ratu Eun Sha.
"Bukannya kami tidak mengharapkan keberadaan kalian. Tapi, sudah cukup lama kalian berada di tempat ini. Tidak kah kalian ingin memberi kabar pada keluarga kalian masing-masing?" Raja Keito bertanya sangat hati-hati ketika berjalan-jalan di Taman Istana bersama ketiganya sekaligus dengan ketiga anak-anaknya .
"Jangan khawatir Yang Mulia. Kami datang kemari untuk menemui kekasih kami. Dan akan kembali pulang setelah menikah" tegas Heo Dipyo mengagetkan Raja Keito.
"Menikah tanpa kehadiran kelurga kalian? Apa kalian bertiga sedang kabur dari rumah?!" Raja terkejut, dengan mata melotot.
"Yang Mulia" tiba-tiba Ah-in bersujud dihadapan Raja Keito.
"Ini semua karena ulah hamba. Pada dasarnya kedua Pria bodoh yang menyertai hamba ini tidak memiliki masalah apa pun dengan keluarga mereka. Tapi hamba... hamba" Ah-in tak sanggup melanjutkan ucapannya.
"Berdiri lah nak, aku ingin mengetahui kebenarannya sekarang" titah Raja.
Setelah Ah-in dengan susah payah menceritakan penderitaannya ditentang habis-habisan untuk menikah dengan Hiroshi, lantaran akan dinikahkan dengan Raja Negeri Joseon.
"Ini akan sangat sulit. Hiroshi, apa kau benar-benar ingin menjadikannya Ratumu kelak?" tanya Raja Keito serius.
"Ya, Chichi. Menurut hamba, biarkan kami menikah secara diam-diam dulu. Setelah kami sah, sebagai Suami Istri, hamba baru akan datang menemui keluarga Ah-in dengannya. Dan mengutarakan keinginan hamba untuk memboyongnya kemari sebagai calon Ratu di Negeri ini" kata-kata Hiroshi tegas, dan mantap.
"Hyun-Jae, Heo Dipyo, bagaimana dengan kalian? bukankah keluarga kalian tidak ada masalah dengan kedua Putriku?" selidik Raja menatap tajam keduanya.
"Hamba dapat meyakinkan Anda, bahwa hubungan keluarga hamba dengan Ha-Neul, maaf maksud hamba Hamari, baik-baik saja. Tapi... ini butuh waktu untuk meyakinkan keluarga Heo Dipyo untuk bisa menerima Jee-Kyung maaf sekali lagi maksud hamba Kotoko" sahut Hyun-Jae rikuh karena belum terbiasa menyebut nama asli kedua Putri Raja Keito itu.
"Kenapa Kotoko menjadi pengecualian? aku tidak ingin kalian menyembunyikan apa pun dariku" tegas Raja.
"Chichi... saat hamba terdampar disana, ternyata hamba mengambil identitas seorang Gisaeng" jawab Kotoko takut-takut.
"Apa?! Para Dewa tidak pernah mengatakannya padaku!" amuk Raja emosional.
"Chichi... meski hamba menjadi Geisha, hamba menjadi orang yang di hormati disana. Bahkan dianugerahi sebagai seniman Kerajaan. Jadi hamba murni menjadi musisi di sana" Kotoko berusaha menjelaskan secara rinci.
"Kalau begitu kenapa keluarga kekasihmu masih berpikir soal hubungan kalian?"
"Pikiran keluarga hamba masih sempit Yang Mulia. Hamba mohon beri waktu hamba untuk dapat memberi pengertian kepada mereka. Tapi sebelumnya, ijinkan kami semua menikah, tanpa kehadiran keluarga kami" Heo Dipyo merasa ucapannya sungguh egois akan tetapi, hubungan mereka patut diperjuangkan sampai akhir.
Satu bulan kemudian telah tiba pesta Pernikahan dilangsungkan dengan kidmat. Lalu seminggu kemudian, Raja Keito memaksa Putra Mahkota Hiroshi naik Tahta. Dengan naiknya Tahta Hiroshi menjadi Raja, maka Hyun-Jae, Heo Dipyo dan Ratu Ah-in kembali kerumah, memperkenalkan teman hidup mereka dengan kepala yang tegak.
Sementara Keito dan Eun-Sha turun Tahta dengan gembira. Mereka sibuk melakukan perjalanan berdua. Dan setiap diminta pulang oleh ketiga anak mereka, mereka selalu menjawab.
"JANGAN GANGGU BULAN MADU KE SERIBU KAMI!!"
End