Dunia memaksaku untuk menyembunyikan yang ku rasa
Memaksa ku untuk memendamnya sendiri
Dan terus diam dalam sunyi
Aku benci berpura pura,
Seolah
Tak ada apa apa antara perasaan ku dan perasaanmu.
....
Pagi ini matahari kembali muncul dan memamerkan sinarnya, seakan memberikan semangat pada bumi dan seluruh penghuni nya.
Pagi ini para siswa di kelas 10 IPS 1 sedang sibuk menunggu hasil ujian matematika yang akan di bagikan hari ini.
Niko biasanya tidak terlalu menunggu hasil ujian matematika, karena ia sudah terlalu yakin bahwa nilainya akan selalu bagus di mata pelajaran ini. Niko emang sering terlalu percaya diri.
Padahal pencapaian yang bener bener kita yakini akan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan yang kita harapkan, akan berpotensi lebih besar untuk membuat kita kecewa bila hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi kita.
Sama halnya dengan rasa sakit yang kita terima, Rasanya akan lebih sakit bila hadir dari orang yang tidak kita sangka, apalagi bila orang itu sudah mendapat tempat istimewa di hati.
Akhirnya kertas ujian di bagi kan, Niko masih tetap mendapatkan nilai tertinggi di kelas yaitu dengan nilai 96.
Di susul dengan Lala dengan nilai 94.
Sekarang nilai yang paling di tunggu tunggu adalah nilai Tamara Camelia.
Dan nilai Acha adalah 75, mendapatkan nilai segitu sudah membuat Acha kegirangan, padahal jika Niko yang mendapat nilai segitu mungkin Niko tidak akan terima.
Niko menatap Acha dengan banyak pertanyaan di kepalanya.
Tapi semua pertanyaan itu di simpannya dalam dalam dan mungkin tidak akan dia keluarkan, Niko tidak ingin merusak kebahagiaan gadis ini.
"Ini bukti kalo otak gue masih berfungsi!" ucap Acha sombong sambil memperlihatkan nilai ujiannya tepat di depan wajah Niko
"Ini nih, yang buat bangsa Indonesia mungkin bakal di jajah lagi, cepet puas dan gampang sombong!" ucap Niko tepat di depan wajah Acha
"Bukan sombong." ucap Acha sambil mendorong wajah Niko dengan tangannya.
"Gue itu bersyukur!" ucap Acha dengan nada sok manis
"Serah lu lah." ucap Niko sambil memalingkan pandangannya
"Ehhh pak guru jangan ngambek dong, karena nilai saya udah lulus KKM, jadi saya mau terakhir pak guru nih"
Niko menatap Acha sinis. "udah banyak uang?"
"Kalo nunggu banyak mah,gak tau banyak nya kapan. Tapi kalau cuma buat bayarin makan cukup lah"
"Yaudah nanti pulang sekolah di cafe depan ya" ucap Niko dan langsung keluar dari kelas, karena bel istirahat sudah berbunyi.
"Guys, berhubung nilai gue lulus KKM, gue mau teraktir kalian di kantin, Kuy!" ucap Acha pada dua temannya itu dengan nada yang semangat.
"Kalian berdua aja deh, gue kan kemarin habis sakit jadi belum boleh makan sembarangan" ucap Lala menolak ajakan Acha.
"Yaudah kalo gitu lo di sini aja ya, makan tuh bekel, gue mau makan sepuasnya dulu di kantin mumpung lagi dapet teraktiran " ucap Diana sambil menarik tangan Acha keluar dari kelas.
...
Sepulang sekolah Acha dan Niko langsung ke cafe di depan sekolah mereka, sesuai dengan janji Acha tadi dia akan meneraktir Niko sebagai ucapan terimakasih telah mau menjadi guru lesnya beberapa hari lalu.
Setelah kira kira menunggu 15 menit pesanan mereka pun datang.
"Btw Lo belum bilang makasih loh sama gue." ucap Niko sambil menarik jus jeruk di depan nya
"Nungguin ya?"
"Gue nungguin sesuatu yang emang harus gue dapetin, jadi wajar!"
"Yaudah iya, makasih Niko Wijaya yang ganteng, baik hati, tidak sombong, cuek dan nyebelin" ucap Acha panjang lebar
Niko menaikkan satu alisnya. "gue cuek dan nyebelin nya cuma ke orang orang tertentu." ucap Niko sambil memakan mie goreng di piringnya
"Jadi gue orang tertentu?" tanya Acha penasaran.
"Mungkin"
"Emang apa syarat nya buat jadi orang tertentu di hidup lo?"
"Gak tau, kadang gue bisa nunjukin sifat asli gue saat gue nyaman"
"Dulu lo nyaman kan di rumah lo, tapi sekarang lo gak menetap di sana malah sekarang lo pindah kerumah yang lain, apa itu definisi nyaman?" tanya Acha sambil memberhentikan aktifitas makannya.
"Gue pindah bukan karena gak nyaman, tapi karna sebuah keharusan yang gak bisa gue pilih" Niko menatap Acha dan juga berhenti menyedoki makanan kemulutnya.
"Jadi lo akan kaya gitu juga sama perasaan lo?"
"Kok kita jadi bahas ini sih"ucap Niko binggung
"Gakpapa" Acha kembali menyantap makanannya.
Setelah beberapa menit keheningan menguasai mereka, akhirnya kembali terdengar suara dari mulut Niko.
"Gue sebenernya orangnya Gampang nyaman Cha, tapi gak tau kenapa rasanya gue susah untuk jatuh hati." ucap Niko setelah menghabiskan makanannya
Acha diam sejenak, mencerna perkataan Niko dengan baik.
"Awalnya gue nyaman kok sama Manda, tapi setelah gue tau perasaannya dia ke gue, gak tau kenapa hati gue pengen menjauh" jelas Niko
Ini merupakan pernyataan yang seharusnya dapat di cerna dengan baik oleh Acha. Pernyataan ini singkat, tapi sudah menjelaskan perasaan Niko, dan seharusnya Acha tahu harus bersikap seperti apa.
Sekarang tinggal Acha yang memilih, mau tetap memendam perasaan ya pada Niko agar mereka tetep bisa berteman, atau mengungkapkan tapi kemungkinan besar akan menghancurkan semuanya.
Memendam rasa punya banyak konsekuensi yang harus yang dirasakan secara perlahan.
Sedangkan mengungkapkan rasa akan membuat kita menerima perpisahan secara cepat.
Tetapi untuk saat ini pilihan Acha adalah diam. Acha dan langsung menuju meja kasir untuk membayar.
.....
Malam mulai datang dan mengucapkan salam perpisahan pada siang melalui senja.
Senja yang kau pandang indah itu, sebenarnya harus rela terpisah dengan siang hanya agar bisa bertemu dengan malam. Memang tak mudah tapi buktinya ia bisa.
Acha duduk di teras di temani angin dingin yang perlahan masuk ke dalam tubuhnya.
Rasa dingin yang di dapat dari malam yang memang gelap, lebih mudah di terima
dari pada rasa dingin yang di dapat dari siang, apalagi saat matahari seakan memamerkan kehangatannya.
Nathan melihat adik perempuannya itu sedang duduk sediri di teras, ia pun langsung menghampirinya dengan langkah yang pelan
Nathan memang jahil, tetapi ia tahu kapan saat saat yang tepat untuk serius.
"Tumben Cha malem malem di luar" ucap nathan sambil menyenderkan tubuhnya di pintu depan.
Acha menghela nafas berat. "gakpapa, bosen di kamar terus!"
Mendengar jawaban adik nya itu, seolah Nathan tau bahwa kondisi hati Acha sedang tidak baik baik saja.
Nathan duduk di kursi yang ada di samping Acha. "emang kalo lo liatin malam yang gelap terus dia bakal langsung terang yah?" tanya Nathan seolah ada makna tersembunyi di dalamnya.
"Gue tau kok lo lagi mikirin siapa?" ucap Nathan lagi.
Nathan menggeser kursinya ke depan Acha. "gini ya Cha, kita gak bisa mendapatkan hal besar secara instan."
"Dulu abang buat dapetin motor yang abang bawa kemana mana itu juga gak instan, banyak pengorbanannya, abang harus nabung dan rela gak jajan di kampus. Bahkan abang berjuang nya 2 tahun loh Cha buat dapetin motor itu, sebenernya bisa aja sih abang langsung minta sama papa, tapi abang gak mau." jelas Nathan
"Karena sesuatu yang kita dapetin dengan perjuangan, kita bakal lebih menghargainya." Nathan mulai memalingkan pandangannya.
"Yaudah Abang masuk dulu ya, jangan lama lama di sini"
"Iya bang" jawab Acha singkat
Acha masih terus duduk di kursi itu sambil mencerna apa yang barusan di katakan abang nya.
"Gue sih berjuang, cuman dianya gak sadar kalo gue lagi berjuang!" ucap Acha sambil menutup pintu rumahnya dan masuk ke dalam rumah.