Kemarin adalah hari terakhir aku mengingatmu, dan harus menjadi yang terakhir.
Aku tak ingin selalu bersandar melulu pada bayanganmu.
Berharap kau tak apa-apa, begitulah akhirnya keputusanku.
Kamu tau, kan?
Kali pertama aku membuka mata kemarin, terlintas dalam benakku.
"Mungkin kamu orang yang salah diwaktu yang tepat kala itu".
Seperti pada kutipan yang sering dikutip orang-orang diluar sana tentang "ORANG YANG SALAH DIWAKTU YANG TEPAT".
Ah...!
Mungkin akulah orang yang salah diwaktu yang tepat kala itu, karena harus berdiam saja pada persinggahan yang jelas bukan mengukirkan namaku, dan tak pernah sedikitpun memikirkanku. Mungkin begitu.
Tidak...tidak!
'KITA' !!!
Iya. Kita adalah sepasang yang salah kala itu. Setidaknya bukan kamu saja, atau aku saja yang harus dipersalahkan, melainkan 'Kita'. Mungkin lebih tepatnya yang kuanggap 'kita'.
Jangan sekalipun kau bertanya padaku.
Apa aku menyesal atas apa yang terjadi selama ini?
Bila kukatakan tidak, jelas luka menjadi bukti. Karena bila tiada luka takkan ada cinta kala itu, dan bila tiada cinta, tentu bukan kata 'kita' yang waktu itu menjadi sumber bahagia.
Maaf..
Karena setelah apa yang terjadi selama ini, aku menempatkan bayangmu sebagai sisi gelap yang terkutuk, dan menjadikan diriku sebagai pengutuk.
Dengan kutuk, perlahan hati yang remuk dapat berbalut walaupun dibalut kutuk.
Setidaknya gara-gara hal demikian terus saja membuatku berjuang, membuatku berdiri, yang sebelumnya selalu duduk menanti kamu yang tak pasti.
Kini telah usai.
Kutukan telah berakhir, dan inilah akhir.
Aku telah berjalan bahkan berlari jauh dari hari kemarin, meninggalkan kamu, dan luka yang setidaknya sudah menjadi lebih baik dan mengering (lagi).
Aku tengah berjuang menjalani cerita lain, berharap kali ini baik aku atau dia diantara waktu atau waktu bukanlah hal yang salah.
Bilapun demikian, kuharap kali ini tak semenyakitkan kala aku bersamamu.
Terimakasih sudah menjadi yang berlalu.
Terimakasih telah menemaniku dimasa lalu.