Perlahan Aksa membuka segel amplop itu. Tangannya cukup dingin dan bergetar saat dia mengeluarkan isi amplop itu. Terdiri dari satu lembar tulisan papanya, lembar-lembar Surat yang dia belum paham. Tapi Aksa kemudian mengambil surat tulisan papanya dulu untuk dibaca.
Untuk Putraku Aksa Mahesa
Apa kabar Nak, mungkin saat kau baca ini, kamu sudah dewasa? Sayang sekali Papa tidak bisa melihatnya.
Papa harap saat kamu membaca surat ini kamu sudah menjadi dewasa, punya tanggung jawab kuat dan sudah punya kebijaksanaan.
Sengaja Papa minta Pak William menyimpan surat Papa ini sampai kamu dewasa. Karena jika kamu belum dewasa, Papa tidak yakin kamu akan bisa menangani semua permintaan Papa ini*.
Aksa anakku sayang, Papa meninggalkan surat ini dengan tujuan agar kamu bisa menggunakan peninggalan Papa ini dengan bijak. Dan Papa harap kamu juga sudah mempunyai rasa tanggung jawab yang besar.
Nanti Pak William yang akan memberi tahu semuanya padamu.
Papa sayang kamu. Semoga kau bisa bahagia dan menikahi seorang gadis yang baik dan yang mencintaimu apa adanya tanpa mengenal siapa sebenarnya dirimu.
Aksa meneteskan air matanya ketika selesai membaca surat itu. Dia begitu terharu karena Papanya sangat berharap dia menjadi orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Beberapa saat dia larut dalam kesedihan. PakWilliam membiarkan Aksa untuk mencurahkan perasaan sedihnya itu.
Aksa kemudian menarik napas dan mencoba menormalkan syaraf-syarafnya dan melanjutkan untuk memeriksa lembaran lainnya.
Semuanya berkas-berkas sebuah bank yang tak dikenal Aksa, lalu ada selembar buku tabungan atas nama dia sendiri dan saldo rekeningnya berjumlah sepuluh juta dollar Amerika. Jumlah yang sangat banyak jika dirupiahkan.
"Itu adalah uang asuransi Papamu Aksa, saya sudah urus ketika uang asuransinya turun langsung dibuatkan rekening atas namamu. Polis asuransi jiwa Papamu berada di Amerika Serikat, dan saya yang membukakan rekening di sana. Jadi begitu cair saya langsung masukkan ke dalam rekening sesuai permintaan Papamu!"
Pak Wiliiam kemudian menunjukkan sebuat surat wasiat yang ada dalam amplop itu. Aksa kemudian gemetar sekali hendak membacanya.
"Bacalah itu Aksa!" perintah Pak William dengan suara yang lembut. Wajahnya penuh dengan rasa terharu karena tugasnya hampir selesai.
Aksa kemudian membaca surat yang dimaksud Pak Willliam. Dari surat itu Aksa bisa mengetahui kalau semua uang asuransi jiwa Papanya adalah miliknya. Lalu ada beberapa aset lainnya. Sebuah deposito bernilai 70 miliyar. Deposito berjangka selama dua puluh lima tahun. Entah berapa lagi jumlahnya jika sudah bertambah dengan bunga depositonya.
Dan beberapa lembar saham Papanya di sebuah perusahaan di Korea Selatan. Aksa tidak mengira kalau papanya meninggalkan begitu banyak aset untuknya.
"Aksa, semua aset ini tidak ada yang tahu, mungkin Mama mu tahu, tapi saya tidak memberi tahu detailnya karena itu sudah permintaan almarhum Papa mu juga."
"Maka dari itu, Papa sengaja memberi ini semua setelah aku dewasa dan mengerti untuk menerima semua aset ini?" tanya Aksa.
"Iya itu benar, waktu Papa mu meninggal, usiamu baru sebelas tahun mungkin, jadi belum bisa menerima aset begitu banyaknya dari Papamu, sehingga Papa mu itu sepertinya tahu kalau dia akan meninggal, dia membuat surat wasiat itu."
"Pak William sudah begitu lama menyimpan ini, saya sangat bersyukur dan berterimakasih Pak, kesetiaan dan kejujuran Bapak tidak mungkin saya balas dengan cukup."
"Tidak Aksa, itu tidaklah benar. Papamu sudah banyak membantu saya, membangunkan gedung dan memberi modal sehingga saya bisa mempunyai gedung dan firma hukum ini, itu jauh lebih cukup," kata Pak William.
"Sekali lagi saya hanya bisa mengucapkan terima kasih."
"Iya sama-sama, untuk aset semua sudah bisa kamu urus sendiri, tapi untuk asuransi itu, memang ada syaratnya Aksa jika kamu ingin menarik uangnya dari bank itu," kata Pak William.
"Apa itu Pak?' tanya Aksa.
"Jadi yang menariknya harus berdua, kamu dan istrimu!" kata Pak William.
"Iya saya sudah menikah dan punya istri."
"Jadi nanti selain pihak bank meminta tanda tangan kalian, dia juga akan meminta dokumen pernikahan kalian sebagai jaga-jaga kalau ada manipulasi," kata Pak William.
"Apa kau punya dokumen pernikahannya Nak?" tanya Pak William.
Aksa sedikit gelagapan, karena memang dia dan Hana belum mempunyai surat resmi atau buku nikah resmi dari negara.
"Kenapa, jangan bilang kalau kamu hanya menikah siri," tebak Pak William.
"I-iya Pak, kita belum sempat menikah secara resmi dan ...."
"Segera urus pernikahanmu secara resmi, itu hanya akan bisa diambil jika kamu mempunyai dokumen pernikahan yang legal dari negara."
"Iya Pak akan saya urus secepatnya!"
Pak William mengangguk puas mendengar ucapan Aksa.
"O-ya, bagaimana dengan Hotel Mahesa?" tanya Pak William.
"Itulah kenapa saya juga inginkan aset Papa untuk mengatasi problema di Hotel Mahesa Pak."
"Kenapa, ceritakan!" kata Pak William penasaran dengan segala permasalahan yang dibawa Aksa.
Kemudian Aksa menceritakan permasalahan yang dihadapi Hotel Mahesa dan tentang masalahnya dengan Mr Zayyed. Pak William mendengarnya dengan manggut-manggut sambil memperhatikan raut muka Aksa yang begitu mirip dengan mendiang Restu Mahesa, sahabat yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri.
"Dari total investasi yang Mr Zayyed berikan untuk Hotel Mahesa, sebeenarnya hampir sama dengan jumlah saham yang Papa kamu punya di sebuah perusahaan Elektronik di Korea. Dulu Papa mu itu sangat pekerja keras, dia itu orangnya visioner, dia memikirkan masa depan anaknya, jadi semua aset dan uang yang dimilikinya selalu ia putar ke dalam investasi lain. Saya sendirilah yang membantu mengurusi saham itu tapi tentunya atas nama Papamu juga."
"Entahlah begitu banyak kejutan yans saya dapat dari peninggalan papa ini, kalau begitu Aksa tidak khawatir dengan harus mengembalikan investasi Mr Zayyed."
"Iya kau bisa tukar saja dengan nilai saham itu, lagipula saham di sana itu tidak banyak orang yang bisa mendapatkanya. Dulu papamu dan saya membeli saham itu di saat tidak ada yang tahu prospek saham itu. Dan dua puluh lima tahun kemudian semua investor berebut ingin membeli saham itu, saya yakin Mr Zayyed juga termasuk orang yang ingin mempunyai saham itu."
Wajah Aksa sangat cerah ketika mendapatkan penjelasan dari Pak William. Dia tak berhenti mengucapkan rasa syukur atas apa yang dia dapatkan hari ini.
"Satu masalah lagi sudah selesai," batin Aksa puas. Dia sangat berterima kasih pada Pak William yang sudah membantu dan menyimpan semua aset peninggalan papanya selama ini.
***
Hana masih belum bisa mengorek informasi banyak dari Intan. Beberapa kali Hana menanyakan perihal Daniel pada Intan. Dia selalu menghindar dan tidak mau menjawab pertanyaan apa pun yang berkaitan dengan Daniel.
Hana semakin curiga, kalau telah terjadi sesuatu antara Intan dan juga Daniel.
'Pokoknya aku harus bisa nanya tentang ini sama Kak Aksa,' batin Hana setelah melihat Intan yang kembali mengurung diri di dalam kamar.
Intan hanya keluar kamar jika dia harus mengurus pekerjaan Hana dan keperluan lain yang penting. Selebihnya dia hanya ada di dalam kamar.
Bersambung ...