Happy Reading ❤
Selang beberapa tahun berlalu. Kini mereka berkumpul di halaman belakang rumah baru Meta dan Guntur yang kini sudah menjadi dokter spesialis penyakit dalam. Cilla dan Athar kini sudah memiliki satu anak perempuan dan dua anak lelaki yang masing-masing berusia 9, 7 dan 4 tahun. Onit dan Rivaldi memiliki seorang anak perempuan yang berusia 8 dan seorang anak lelaki berusia 6 tahun. Ifa dan Rizky dengan triplet mereka yang kini berusia 8½ tahun. Alana dan Zayyan dengan dua anak lelaki yang berusia 6½ tahun dan 4 tahun serta sepasang anak kembar yang kini ada di dalam kandungan Alana. Sementara itu Meta dan Guntur telah memiliki seorang anak perempuan berusia 5½ tahun dan seorang anak lelaki yang berusia 3 tahun.
Mereka kini benar-benar sudah seperti keluarga besar. Persahabatan orang tua mereka, terutama para ibu mereka tetap langgeng. Emak Bella dan babe Abdul yang semakin tua namun selalu energik. Demikian juga dengan kedua orang tua Rizky, Amir dan Ulfa. Amir kini benar-benar menikmati masa pensiunnya dengan mengurus perkebunan miliknya yang terletak di daerah Bogor.
"Pah, liat tuh keponakan lo si Daffa dan Brian, anaknya Cilla kayaknya lagi ribut deh," ucap Meta kepada Ifa. "Liat tuh Cilla kewalahan memisahkan mereka. Gue bingung apa sih yang bikin mereka sering ribut. Padahal mereka berteman sejak kecil."
"Biasalah, Met. Mereka ribut gara-gara berusaha menarik perhatian Aqila, anaknya Onit." Ipah tertawa melihat keponakannya dan anaknya Cilla perang mulut. "Bentar lagi mereka juga akur lagi. Namanya juga bocah."
"Lo tau nggak Pah, si Daffa pernah bilang sama gue kalau dia sudah besar dia bakal nikah sama Aqila." celetuk Alana yang sedari tadi duduk manis memperhatikan Cilla berusaha mendamaikan Daffa dan Brian.
"Waah bakal kejadian kayak Ifa dan babang Chico dong. Bakal ada perjodohan." celetuk Meta.
"Al, gue nyerah deh kali ini untuk mendamaikan Daffa dan Brian." ucap Cilla sambil membanting dirinya di sofa empuk di sebelah Alana. "Anak lo bilang ke Brian kalau dia mau nikah sama Aqila. Anak gue ikut-ikutan mau nikah sama Aqila. Ampun deh gue kalau begini.
Alana tertawa mendengarnya. "Gue juga bingung waktu Daffa tiba-tiba bilang dia mau menikah dengan Aqila kalau sudah besar nanti. Gue tanya dong, menikah itu apa. Tau nggak dia jawab apa? Dia bilang menikah itu kayak om Rizky dan aunty Ifa. Kemana-mana berdua. Gue jadi pusing dengar jawaban dia. Anak gue itu kan baru 6½ tahun umurnya. Ya kali ngerti-ngertian soal menikah."
"Anak lo keseringan liat om dan tantenya kali, Al." celetuk Onit. "Kan elo pernah bilang kalau si Daffa dekat sama Rizky dan Ifa."
"Ya sudah, jodohin ajalah si Daffa dengan Aqila, Al." ucap Meta yang sedang memangku Athala, anak bungsunya. "Biar hubungan kekeluargaan kita makin akrab."
"Masih jauh banget, Met. Anak-anak kita aja masih SD," sahut Alana. "Lagian memangnya Onit mau besanan sama gue?"
"Gue sih nggak masalah, Al. Gue malah senang kalau putri gue dapat calon yang gue sudah kenal baik orang tuanya. At least gue tau keturunannya. Tapi benar kata Alana, anak-anak kita masih terlalu kecil."
"Misalnya sekarang kita jodohin mereka, tau-tau pas gede Aqila naksir anaknya Ifa. Pasti bakal banyak drama." ucap Alana disambut tawa yang lain.
Tiba-tiba Daffa mendatangi Alana sambil tersedu. "Huaaa.. 😭 Mama.. Abang sebal sama Aqila."
"Lho, kenapa? Bukannya abang bilang kalau sudah besar mau menikah sama Aqila?" tanya Alana heran. Demikian juga yang lainnya. "Coba cerita sama mama kenapa kamu tiba-tiba sebal sama Aqila."
"Aqila bilang dia maunya nikah sama mas Brian. Dia nggak mau nikah sama abang karena tadi abang nggak mau kasih permen abang ke dia. Gimana abang mau bagi kalau permen abang kan cuma ada satu, Ma. Huaaaaa....😭😭."
Yang lain setengah mati berusaha menahan tawa mereka saat mendengar penjelasan Daffa.
"Aqila bilang dia maunya nikah sama mas Brian, bukan sama Daffa. Padahal kan Daffa duluan yang bilang mau nikah sama Aqila. Mas Brian cuma ikut-ikutan. Tadinya mas Brian kan nggak suka sama Aqila. Mas Brian kan sukanya sama dek Meisya. Eh sekarang kok ikut-ikutan mau nikah sama Aqila."
"Cup.. cup.. cup.. sayang. Gimana kalau abang nanti nikahnya sama dek Meisya aja?" tanya Alana. "Dek Meisya kan cantik juga."
"'Tapi nanti kalau dek Mei nggak mau nikah sama abang gimana, Ma?" Daffa balik bertanya.
"Biar dek Meisya mau sama abang, nanti abang harus mau berbagi makanan sama dis. Nggak boleh pelit lagi ya, biar dek Mei mau nikah sama abang." Muka Daffa berubah cerah, walau masih terisak, setelah mendengar penjelasan mamanya.
"Beneran dek Mei mau nikah sama abang, Ma?"
"Coba kamu tanya sama aunty Meta, boleh nggak dek Meisya nikah sama abang."
"Aunty Meta, boleh nanti abang nikah sama dek Meisya?" tanya Daffa dengan wajah serius kepada Meta yang berusaha memasang wajah serius.
"Boleh, tapi abang harus mau berbagi ya. Terus abang juga harus makan yang banyak dan sekolah yang pintar biar dek Meisya mau nikah sama abang. Dek Meisya juga nggak suka anak cowok yang cengeng." Mendengar hal itu Daffa langsung menghentikan tangisnya.
"Makasih aunty Meta. Abang janji akan berbagi, makan yang banyak dan sekolah yang pintar biar bisa nikah sama dek Meisya." Daffa langsung lari menghampiri Brian yang lagi asyik bermain dengan Aqila.
"Aqila, aku nggak jadi nikah sama kamu. Biar mas Brian aja yang nikah sama kamu. Sekarang kita temenan aja. Nanti aku nikahnya sama dek Meisya aja." Semua tertawa mendengar perkataan Daffa.
"Ya ampun anak lo itu ya, Al. Semoga aja dia nggak kayak bang Zayyan yang meyakini akan menikah sama elo sejak SMP." celetuk Ifa.
⭐⭐⭐⭐
"Bu.. Aku berangkat sekolah dulu ya." teriak seorang gadis manis berhijab yang memakai seragam SMA.
"Kamu nggak nungguin adik-adik kamu?"
"Nggak ah bu. Mereka lelet. Lagian aku sudah ditungguin sama Icad di depan." balas gadis manis tersebut.
"Fathia, kamu berangkat sama siapa?" tanya seorang pria berusia awal 40an yang baru saja keluar dari kamar. "Siapa itu Icad?"
"Icad tuh gebetannya kak Fathia, Yah." celetuk seorang anak muda yang juga baru keluar dari kamarnya. Di belakangnya tampak seorang anak muda lain yang berwajah mirip. Gadis manis yang bernama Fathia itu hanya bisa cemberut.
"Gebetan? Pacar? Benar itu Fathia?"
"Nggak kok, Yah. Icad itu teman sekelas Fathia yang kebetulan rumahnya di RT sebelah." jawab Fathia pelan. "Ayah jangan percaya sama Fatih dan Fathan. Mereka tuh suka ngaco."
"Ih, kita mah nggak pernah ngaco. Kita kan pernah liat kakak ngobrol berduaan di taman sekolah. Teman-teman kakak juga bilang kalau kalian itu pacaran." jawab Fatih tak mau kalah. Fathan kembarannya mengangguk-angguk. Ya mereka adalah triplet yang kini sudah duduk di kelas 10.
"Suruh teman kamu itu masuk dulu. Nggak sopan menjemput anak gadis kok nunggu di depan gerbang. Memangnya dia tukang ojek." perintah Rizky, ayah dari si triplet.
"Tapi Yah... "
"Nggak ada tapi-tapian." tegas Rizky. "Kalau kamu masih mau berteman dengan dia, suruh dia masuk dan kenalan sama ayah dan ibu." Dengan terpaksa Fathia menuruti perintah ayahnya.
"Yang, jangan terlalu keras sama anak perempuan kita." tegur Ifa lembut. "Aku yakin mereka nggak pacaran kok."
Tak lama masuklah Fathia, diikuti seorang anak muda berkacamata dengan penampilan seperti kutu buku. Fathan dan Fatih langsung tergelak melihat Irsyad atau biasa dipanggil Icad masuk dengan wajah ketakutan.
"Eh, ada nak Icad. Sini ikut sarapan dulu," tegur Ifa ramah. "Kamu anaknya bu Maya yang tinggal di RT sebelah, kan?"
"I.. iya bu, eh tante." jawab Icad gugup.
"Kamu yang namanya Icad? Kenapa kamu jemput Fathia? Naik apa kalian akan berangkat sekolah? Motor? Mobil? Anak seusia kalian itu belum boleh bawa kendaraan sendiri. Belum cukup umur." ucap Rizky dengan serius. Ifa tidak berkomentar karena apa yang dikatakan oleh Rizky benar adanya. Tapi ia pun tak tega melihat wajah Icad yang ketakutan.
"Ehmm... kebetulan hari ini kita piket bareng om. Saya diantar sama supir. Papa saya juga belum mengizinkan saya bawa kendaraan sendiri," jawab Icad sambil menundukkan kepalanya.
"Yang, interogasinya kapan-kapan saja. Biar nggak telat ayo buruan sarapan dulu," Ifa langsung menyuruh sarapan saat dilihatnya Rizky hendak menceramahi Icad.
"Terima kasih om, tante."
Setelah selesai sarapan mereka bersiap untuk berangkat. Sepanjang sarapan tadi muka Fathia ditekuk terus. Sementara kembarannya Fatih dan Fathan terus menerus menggodanya.
"Ibuuu.. Fatih dan Fathan nih. Nyebelin banget deh. Dari tadi meledek terus." adu Fathia.
"Bu, bilangin ayah jangan kayak gitu ngeliatin si Icad. Bisa pingsan dia kalau dipelototin terus" bisik Fathia.
"Om, tante saya minta ijin untuk ajak Fathia berangkat bareng ke sekolah." pamit Icad ragu. "Kalau nggak boleh juga nggak papa."
"Berdua saja?" tanya Rizky curiga.
"Ya nggak berdualah, Yah. Kan ada supirnya Icad. Ayah lupa ya? Tadi kan sudah dikasih tau." ucap Fathia kesal dengan sikap ayahnya. "Kalau kita sampai terlambat piket, ini semua gara-gara ayah."
"Lho kok gara-gara ayah. Princess kan tau kalau ayah nggak suka kamu pergi berduaan dengan anak laki-laki. Pasti teman kamu itu ada maksud lain deh." sahut Rizky tak mau kalah.
"Sudah.. sudah. Sana kalian berangkat. Kalau nungguin ayah kalian selesai, bisa-bisa kalian terlambat." Ifa melerai.
"Karena teman kamu bawa mobil. Ajak sekalian adik-adikmu, Princess." perintah Rizky. "Icad, boleh kan adik-adiknya Fathia ikut sekalian ke sekolah?"
"Eh... oh.. bo.. boleh om." jawab Icad tergagap. "Kami permisi dulu om, tante. Assalamualaikum."
*****
"Yang, jangan terlalu mengekang Fathia."
"Aku nggak suka ada anak laki-laki mendekati princess, Sayang. Sama seperti aku nggak suka kalau ada pria lain yang melirik kamu."
"Ya ampun bang Iky sayang. Jangan posesif gitu dong. Suatu saat nanti Fathia kan akan memiliki teman lelaki." Ifa memperbaiki dasi yang dipakai Rizky sementara tangan pria itu memeluk pinggang ramping istrinya. "Bahkan nanti dia akan menemukan pasangan hidupnya dan dia akan meninggalkan kita."
"Iya,tapi jangan sekarang. Princess baru saja masuk SMA. Aku nggak mau kalau nanti Princess baru lulus SMa sudah minta nikah." Ifa tertawa mendengar ucapan suaminya. Kemudian ia mengecup sekilas bibir Rizky.
"Yang, hari ini aku berangkatnya agak siang aja deh." Tiba-tiba Rizky membatalkan niatnya berangkat ke kantor.
"Lho, bukannya jam 9 nanti kamu ada meeting dengan para manajer?" tanya Ifa heran. Tiba-tiba tanpa aba-aba, Rizky melumat bibir Ifa dengan ciuman penuh gairah. Rizky menarik tubuh ramping istrinya agar menempel sempurna pada tubuhnya.
"Iiih... pagi-pagi kok 'adik' kamu bangun sih?" tanya Ifa dengan nafas memburu akibat ciuman tadi. "Tadi sebelum subuh kan sudah."
"Kurang, Yang. Rasanya sampai kapanpun aku nggak akan pernah puas dengan tubuhmu ini," bisik Rizky kembali mencium bibir Ifa. Sebelum Ifa protes, Rizky mengangkat tubuhnya tanpa melepaskan ciumannya dan membaringkannya di atas tempat tidur. Matanya dipenuhi kabut gairah. Ifa tak bisa menolak keinginan Rizky.
Syukurlah setelah menikah selama beberapa tahun, rasa cinta dan gairah di antara mereka berdua tak pernah padam. Setelah melalui berbagai masalah dalam pernikahan, kini mereka bisa saling mengimbangi sifat masing-masing. Rizky masih selalu posesif terhadap istri dan anak perempuan satu-satunya. Bahkan terkadang cenderung over protektif terhadap putri semata wayangnya. Hingga usia Fathia saat ini, ia tak memiliki seorangpun teman pria istimewa.
Rizky kini memimpin perusahaan tempatnya bekerja, menggantikan om Ridwan yang kini pindah ke Bandung untuk menghabiskan masa pensiunnya bersama anak cucunya. Sementara itu Ifa bersama Alana masih menjalankan resto yang kini sudah memiliki beberapa cabang. Para sahabat Ifa pun kini memiliki berbagai kesibukan, entah itu bekerja ataupun sebagai ibu rumah tangga. Sebulan sekali mereka masih berkumpul untuk silaturahmi. Bahkan kini Daffa anak sulung Alana benar-benar menjalin hubungan dengan Meisya, anak Meta. Sama seperti dulu Alana menjalin hubungan dengan Zayyan. Aqila anak sulung Onit yang kini sekolah di pesantren sudah dijodohkan dengan Brian, anak kedua Cilla.
⭐⭐⭐⭐