"Orang gendeng, kenapa kau berani lancang tangan? Apa kau kira aku sendiri tidak bisa menolongnya ketika dia jatuh dari pohon?" Anak laki-laki itu nampak marah dan menegur Koai Atong.
"Maaf, Tuan Muda, maaf. Dia ini adalah sahabatku, kukira tadi akan celaka, maka aku pun menolongnya. Maaf..."
Koai Atong nampaknya takut-takut dan menghormati sekali, bagaikan seorang anak kecil bertemu dengan anak lain yang lebih jagoan.
Anak laki-laki bermuka putih itu tersenyum mengejek. "Apa kau ingin dihajar lagi oleh suhu (guru)?"
Kwa Hong tak dapat menahan kesabarannya lagi. Setelah sekarang Koai Atong berada di situ bersama dia, dia tidak takut lagi untuk menghadapi ular-ular itu. Apa lagi ia merasa mendongkol bukan main karena selain anak itu sudah mengganggunya, juga sikap anak itu terhadap Koai Atong benar-benar keterlaluan sekali, di samping keheranannya melihat betapa Koai Atong agaknya amat takut dan menghormat kepada bocah bermuka puth.