"Kau yang salah! Kenapa kau ajak aku pergi? Sekarang bagaimana? Ke mana aku harus mencari ayah?" Gadis cilik ini rnembanting-banting kakinya sehingga Koai Atong juga ikut bingung dan ketakutan.
"Habis bagaimana baiknya? Salahnya ayahmu yang tidak mau menunggu di sini," Koai Atong membela diri.
"Kau persalahkan ayah? Lekas sekarang kita menyusul. Kau harus dapat membawa aku bertemu dengan ayah, kalau tidak, awas kau...!"
Koai Atong mengangguk-angguk. "Baiklah... mari kita susul ayahmu."
Mereka keluar dari hutan itu, akan tetapi terpaksa mereka berhenti karena malam telah tiba. Kwa Hong merasa bingung dan amat gelisah, ingin menangis. Akan tetapi ia maklum bahwa kalau dia menangis, maka hal itu bahkan akan membuat Koai Atong ikut menjadi bingung. Dia lalu menahan perasaannya dan bersikap seolah- olah ia menjadi kakak yang memimpin sedangkan Koai Atong seperti adiknya.
"Aku mau mengaso dan tidur di bawah pohon sini, kau buatkan api unggun dan menjaga di sini," katanya.