Samuel hanya singgah selama beberapa saat-- membantu membereskan barang bawaanku dan memberikan beberapa bahan makanan dari Bibi Lily. Kemudian, memutuskan untuk pulang pada pukul empat karena memiliki beberapa urusan, aku mengantarnya hingga dia memasuki mobil mewahnya, dan Samuel sempat mengucapkan akan berkunjung lebih lama besok, sebelum mobilnya menghilang dibalik pepohonan. Setelah Samuel pergi, di luar, semua sunyi senyap, yang kudengar hanya bunyi burung-burung disekitar. Aku memutuskan memasuki rumah, menoleh sekali lagi kebelakang, sedikit takut akan mendapati sosok wanita yang kujumpai tadi.
Kabut tebal tiba-tiba menyelimuti sekitaran danau, kabut itu bagaikan sarang laba-laba yang lengket dan lembap, halus namun tak tertembus. Tapi, baunya dan warnanya berbeda dengan kabut di London yang terlihat kotor dan banyak membawa debu. Kabut ini lebih terasa ringan, pucat, dan berbau asin. Aku bergeming cukup lama di depan pintu, hingga kabut benar-benar menutupi seluruh pandanganku, aku segera beranjak dari tempatku berdiri dan masuk ke dalam rumah.
Yang kuingat, aku menikmati makan malam sendirian di meja makan yang cukup luas ini. Menyantap dengan lahap roti yang baru keluar dari panggangan, ditemani dengan sup tomat yang cukup untuk menghangatkan tubuhku. Setelah menikmati makan malam yang cukup memuaskan, aku memutuskan membaca sebuah buku tua di ruang baca. Duduk bersandar pada kursi tua, dan larut kedalam buku bacaanku.
Sebuah bunyi aneh namun lirih mulai terdengar, membuat pikiranku kembali pada dunia nyata. Darimana asalnya suara itu? pikirku.
Aku memutuskan menutup buku bacaan dan memfokuskan pendengaranku, suaranya hanya terdengar samar-samar dan tidak diketahui darimana asalnya. Melirik kearah jendela di depanku-- kursi yang kududuki menghadap langsung ke jendela dan danau di depan rumah.
Memutuakan berjalan mendekati jendela yang tertutup tirai, suara itu menjadi terdengar sedikit lebih jelas, seperti sebuah isak tangis ketakukan. Siapa yang berada diluar pada malam hari seperti ini? Ketika salju mulai turun dengan lebat. Dan, bukankah hanya aku yang tinggal sendiri disini? Lalu, suara tangisan siapa itu?
Suara itu terdengar semakin jelas, meskipun sulit dikenali, tapi dengan penuh rasa ngeri aku menyadari bahwa itu jeritan seorang wanita dewasa. Dengan tangan yang mulai mengeluarkan keringat dingin, aku memberanikan diri menyingkap tirai di depanku.
Pemandangan dari balik jendela membuatku tidak bisa berkata-kata. Disana, berdiri seorang wanita dengan pakaian hitam yang sudah sedikit robek, kedua tangan dan kakinya terikat oleh sebuah rantai besi. Di belakangnya, ada beberapa wanita yang berpakaian sama dengannya-- aku tidak bisa melihat dsngan jelas karena tertutup kabut yang tebal, tapi aku cukup yakin jika yang mereka kenakan adalah pakaian seorang biarawati. Aku tidak tau kata-kata apa yang harus kukeluarkan saat ini, belum cukup akan kemunculan beberapa wanita di pinggir danau. Sekarang, aku tidak percaya, bagaimana danau itu mencair dan tidak tertutupi es lagi hanya dengan hitungan beberapa jam.
Seketika, aku menyembunyikan diriku dibalik dinding. Ketika kulihat, salah satu dari mereka melihat ke jendela dimana aku berada. Dan tidak berapa lama, terdengar sebuah jeritan pilu dari wanita itu, suaranya terdengar nyaring, hingga rasanya terdengar diseluruh penjuru rumah ini. Di susul dengan suara sesuatu-- atau mungkin seseorang yang dijatuhkan kedalam danau itu.
Tubuhku mulai gemetar, oleh pikiran-pikiran seram yang berkelebat dalam benak, aku tidak sanggup mengabaikan gambaran-gambaran tentang wanita malang yang perlahan mati tenggelam dalam danau.
Sampai-sampai aku lupa rasa takut dan khalayan mengerikan beberapa saat lalu, dan kukerahkan segala kemampuanku untuk berdiri, kedua kakiku mulai bergerak dengan cepat menuju pintu utama rumah. Dengan tangan gemetar, aku mendorong pintu rumah-- aku tahu ini beresiko, tapi aku harus memastikan yang kulihat bukan khayalan. Jika itu kenyataan, aku harus menyelamatkan wanita malang itu.
Aku mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru danau, tidak mendapati beberapa wanita dengan pakaian biarawati yang kulihat tadi. Danau pun terlihat masih tertutup oleh es, dan tidak ada wanita-- yang sepertinya dijatuhkan kedalam danau. Hanya aku sendiri disini, tidak ada siapa pun di tempat terpencil ini selain diriku sendiri.
Dengan tubuh lemas, aku menyandarkan tubuhku pada sisi pintu. Kebingungan sekaligus lega, karena yang kulihat hanya sebuah khayalan. Aku tidak ingin berurusan dengan pihak berwajib jika itu kenyataan dan aku hanya satu-satunya saksi mata pada kejadian tadi.
Tapi, aku masih tidak mengerti, bagaimana khayalan tadi terlihat sangat nyata. Mungkin, aku cukup kelelahan, ditambah aku melihat sesuatu yang tidak menyenangkan tadi siang, membuatku membayangkan sesuatu yang mengerikan dan menjadikan itu seolah-olah kenyataan. Yang kubutuhkan sekarang hanyalah istirahat, melupakan semua kejadian hari ini, maka aku akan merasa lebih baik.
Sungguh konyol, aku tidak menyangka bayangan wanita tadi siang membuatku menjadi ketakukan seperti ini. Aku tertawa, menertawakan diriku sendiri yang terlihat bodoh itu. Dan aku dapat mendengar suara tawaku memenuhi tempat ini, suaranya saling bergema diantara pepohonan. Mungkin ini sudah cukup, aku berhenti tertawa dan memutuskan berbalik masuk kedalam rumah, mungkin sebuah cokelat panas dapat membantuku tidur dengan nyenyak.
Sebelum, aku mendengar sebuah tawa yang cukup keras juga. Dan itu bukan aku, suara tawa itu berasal dari belakangku, seperti menertawakan diriku. []