Chereads / The Game Is On / Chapter 11 - Mengapa Kau Berhati Dingin (End)

Chapter 11 - Mengapa Kau Berhati Dingin (End)

Lelah yang kini mulai menguasai, tanpa sadar memberi releksasi pada diri Arza dalam panjangnya perjalanan

Kelopak mata Arza semakin berat, yang kadang menghilangkan tegak leher Arza menuju empuknya permukaan kursi mobil lalu menyadarkannya kembali dalam beberapa saat

"Ngapain ditahan-tahan? Biasa juga langsung tidur"

Arza hanya diam mendengar suara miko yang sayup-mayup di telinganya

Hatinya gelisah tidak karuan, sedangkan fisiknya lelah tak tertahan, namun Arza tetap mncoba mengendalikan diri dengan memfokuskan pikirannya pada sebuah utopia yang ia bangun sedari pagi

Dalam utopianya, Arza melihat sosok dirinya yang ia gambarkan dengan begitu ideal tengah tersenyum melangkah menuju Arza yang tengah terpuruk

"Seberat itukah?"

Arza hanya menatap tajam dirinya yang lain tanpa sepatah kata

"Bukankah aku adalah dirimu yang seharusnya? Lihat betapa mengagumkannya dirimu ini, semua kau miliki, harta! Tahta! Penghormatan! Kehidupan berkelas! Wanita!"

Dalam hati kecil Arza, memang itulah dia yang seharusnya, dia yang berdiri di puncak!

"Apa kau masih menolakku? Akuilah kau membutuhkanku! Seberapa penting idealismemu untuk manahanku seperti ini"

Arza melihat sosok utopianya, lalu berkata

"Aku tak mmbutuhkanmu, akan ku bangun kehidupanku tanpa bayang-bayang masalalu"

Arza terlalu larut dalam utopianya yang kini berlanjut menjadi sebuah mimpi

Arza terlelap...

~~The Game is On~~

Ketika TK

"Waaah, hebat! Arza gambarannya hebaat, Arza pintar juga, baik lagi!" Ucap salah satu teman Arza semasa TK

"Tapi Arza kasian, ga pernah makan enak, Arza rumahnya juga kecil. Kita makan sama-sama yok Arza, makananku masih banyak"

Arza tersenyum saat itu, hatinya terasa damai, simpati dari teman seusianya begitu hangat, yang Arza tahu, ia bahagia saat itu

Bel pulang telah berbunyi, Arza langsung berlari menuju ibu yang ia rindukan, begitu banyak hari itu yang ingin ia bagi

"Ibuuuuuu...!" Datang memeluk kaki ibunya

Usapan lembut menyentuh kepala Arza bersama senyuman yang begitu indah

"Ada apa anak ibu???" Ucap ibu Arza dengan halus

"Tadi di sekolah aku dikasihanin sama teman-teman, katanya Arza hebat tapi kasihan rumahnya kecil, ga pernah makan enak, terus Arza dikasih makan sama teman-teman" ucap Arza dengan polosnya beriramakan kebahagiaan

Tapi sayang, hangat yang Arza rasakan tak sampai pada hati ibunya

Plak!!!

Satu tamparan keras melayang ke pipi Arza yang sedang tersenyum dengan lucunya!

Seketika Arza menangis, hatinya campur aduk antara kaget, takut, dan bingung

"Jangan mau lagi dibilang kasihan! Jangan senang dikasihanin! Kasihan itu berarti jelek!" Sambil mengacungkan jari telunjuk ke wajah Arza yang terurai air mata

Semenjak saat itu, Arza menjadi takut untuk mendapatkan kata kasihan, ibunya lebih penting dari sekedar simpati yang dilontarkan orang lain.

Ketika SD

"Maaf ibu, Arza tidak fokus pada pelajaran, Arza terlalu sering menggambar, mungkin itu yang membuat nilainya jatuh" ucap wali kelas Arza

Sedangkan di sisi lain, Arza sedang bermain bersama teman seumurannya hingga senja menjelang

Betapa kagetnya Arza ketika pulang, semua koleksi gambaran hasil karyanya yang begitu ia banggakan hancur tersobek tanpa sisa

Usaha kerasnya, media tempat ia mengekspresikan hatinya sudah sirna

"Buat apa bisa gambar! Ga bisa bikin naik kelas!"

Sewajarnya anak saat diusia Arza saat itu adalah menangis, namun tidak pada Arza, ia hanya terdiam menunduk

Kini ia sudah tak bisa merasakan hangatnya simpati orang lain, tak bisa mengekspresikan betapa bersinarnya jiwanya

Hanya ada hampa dan dinginnya angin malam di jiwa Arza. Dunianya yang penuh warna kini berubah menjadi gelap dengan banyaknya bintang yang berkelip

Menyimbolkan betapa suram dan sepinya ia dengan mimpi-mimpi yang layaknya bintang, tak akan sampai pada pelukan!

Semenjak itu Arza berubah drastis, kata-katanya halus namun begitu menyakitkan

Tak ada kawan, yang ada hanyalah lawan

Sampai ibu Arza merasa takut dengan sosok Arza yang memasuki remaja, tak bisa ditebak, tak ada maunya, tak berpangku tangan. Seakan memberi isyarat bahwa ia sudah tak membutuhkan siapapun lagi

Sampai saat di SMA Arza terpuruk dan berubah, menjadi pribadi yang dingin namun memberikan rasa hangat secara bersamaan

Karena perubahannya itulah Arza mengetahui mengapa ibunya seperti itu kepadanya saat kecil dulu...

Bahwa ternyata ibunya...

~~The Game is On~~

"Bangun Za!" Ucap Miko

Arza perlahan tersadar sambil mungucek matanya

"Singgah makan dulu, aku lapar!"

Arza tersadar, dan di situ ia melihat bahwa sosok ibu Miko adalah sosok yang ia rindukan untuk ada pada ibunya...

Mungkin hati Arza sudah terlanjur terlalu dingin, namun temannya Miko dan keluarganya Miko mampu memberikan sedikit kehangatan

"Kalau begini langsung dinikahkan aja bu" ucap Arza seraya tertawa saat melihat Miko dan sosok Sisil yang kini jauh berbeda....

~~Mengapa Kau Berhati Dingin~~

End