"Nginap di rumahku yo Za!"
"Kenapa? Mau curhat?"
"Kamu tahu ajakan! Lagi bingung ni aku!"
"Otakmu ga usah dipaksa mikir di luar kapasitas" canda Arza
"Sinilah makanya, keburu tengah malam nanti!"
"Motor lagi dipakai"
"yasudah, Aku otw ke rumahmu"
Waktu Isya telah berlalu, Miko menuju rumah Arza yang dianggap sebagai orang kepercayaan
"Teeet, teeet!"
"Berangkat dulu ma, Assalammu'alaikum" sembari mencium tangan ibunda tercinta
Malam ini Miko membawa mobil kesayangannya untuk menjemput kawannya itu
"Beli cemilan dulu ya"
"Yoiii..."
......................
Rumah Miko sangatlah luas, dindingnya yang terbuat dari ulin dengan warna coklat mengkilat serta berhiaskan tanaman-tanaman memberikan kesan tersendiri di relung hati. Di tambah dengan kolam ikan dan air mancur di depan rumahnya menambahkan nuansa asri bagi yang melihat, mungkin ini yang menyebabkan Miko dan keluarganya berhati sejuk dan tidak mudah terpancing emosi.
Kamar Miko ada di lantai dua dengan pelataran yang luas layaknya kafe-kafe yang ada di samarinda, di situlah Miko mengekspresikan keluh kesahnya ke pada Arza.
"Aku bingung banget Za!"
"Sisil?"
Menganggukan kepala kemudian berkata "siapa lagi!" dengan intonasi kesal
"Katanya otw dalam pelukkaaaan" senyum mengejek Arza
"Mauku! Nyatanya...?!"
"Nyatanya? Apa? Menjauh?"
"Iya! Padahal sudah ku ajak jalan, ku ajak makan, kubelikan jam!..."
"Jam?!!!" Potong Arza sambil tertawa pingkal
"Iya, jam! Semua yang menurutku dia butuh, atau yang buat dia senang udah kulakuin! Nyatanya, dia malah menjauh! Kurang apa lagi coba aku??!" Ucap Miko berapi-api
"Kurang apa lagi?! Kamu kurang pintar mik!" Tertawa pingkal Arza
Menatap tajam Miko kepada Arza
"Kurang apa lagi coba? Semua sudah diberi, tapi malah dijauhi! Apa yang salah??? Otakmu yang salah! Hahaha" semakin jadi Arza menghujat temannya itu
Miko sejatinya bukanlah orang yang bodoh, ia piawai lagi cekatan. Hanya saja yang membedakan Miko dan Arza adalah Miko penuh dengan rasa, sedangkan Arza tanpa melibatkan rasa
"Terus yang benar gimana?!" Tanya Miko
"Mau aku turun tangan?" Ucap Arza menantang
"Ga usah Za, aku masih bisa... kalau nanti aku sudah kualahan baru kamu yang selesaikan"
"Siap bos!" Tegas Arza
Arza terkenal dengan kepiawaiannya mengupas tuntas masalah, tak heran ia dapat diandalkan oleh orang di sekitarnya, walaupun kata-katanya begitu menyakitkan.
......................
Kini sudah setengah bulan Miko berusaha mendekati Sisil, tentu dengan Nita yang menjadi mentor Miko dalam prosesnya.
Berbeda dengan Miko, Arza menaruh rasa curiga yang besar terhadap Nita, prilakunya tidak natural di mata Arza dan terlalu ikut campur dengan urusan orang lain tanpa ada izin dari orang yang bersangkutan.
Arza layaknya membuat dinding tebal yang sangat tinggi. Layaknya memberi badai yang dingin nan hampa kepada Nita.
Tak sekalipun Arza menyambut ramah dan hangat sapaan Nita. Arza memang dingin, akan tetapi sensasinya berbeda dari biasanya. Seakan-akan Nita adalah sebuah parasit yang menjijikan.
.....................
Suatu ketika Sisil dan Karen mengajak Arza untuk bertemu di suatu cafe.
"Udah lama nunggu?" Sisil mengejutkan dari belakang sambil memegang bahu Arza
"Sudah, lama banget! Kau dandan? Gada perubahan juga, sama aja!"
"Parah ni cowok, di mana-mana harusnya cowok itu bilang (baru aja ko), supaya ceweknya ga tersinggung" ucap Sisil
"Minta maaf dulu, yang manis!" Paksa Sisil sambil menggoda
"Sebegitu mempesonanyakah aku?"
"Ih, jijik! Hahaha" canda Sisil
"Hai... ma'af ya baru datang" Sosok Karen menyapa
Karen dan Sisil adalah anggota kelompok yang dipilih oleh Arza di suatu mata kuliah (chap.1). Tak jarang mereka kumpul untuk diskusi ataupun sekedar sharing.
"Kami juga baru datang ko" jawab Sisil
"Santai aja, sudah wajar kalau perempuan itu telat" ucap Arza tersenyum manis
"Ih, ko ramahnya pilih-pilih!" protes Sisil
Kemudian mereka berdiskusi mengenai tugas kelompok dalam waktu relatif lama.
"Yee selesai juga...!" Ucap Sisil
"Miko jadian sama Nita anak kelas sebelah ya?" Tiba-tiba tanya Karen memastikan
"Serius? Kata siapa?" Sisil bertanya balik
"Kata orang-orang, Nita sendiri lhoo yang menceritakannya"
"Aku ga tahu lo kalau ada gosip gitu"
"Serius? Mereka juga bilang kalau kamu selalu jadi obat nyamuknya lho Sil"
Arza yang hanya diam mendengar, tiba-tiba tertawa pelan
"Hah? Siapa yang bilang? Aku ganggu mereka gitu? Aku dipaksa ikut sama Nita!"
"Aku juga ga percaya Sil! Karena aku tahu siapa Nita, temanku juga ada yang pernah jadi korban"
"Korban? Jadi ATM berjalan?" Saut Arza
"Iya Za, habis dimanfaatin sama dia" ucap Karen
"Nita itu dari orang berada?"
"Kebalikannya Za!"
"Oh, aku sudah dapat benang merahnya!"
"Benang merah apa sih Za? Ngomong jangan setengah-setengah!" Ucap Sisil dengan nada tinggi
"Kenapa Sil? Ko kamu panik? Cemburu?"
"Ga usah banyak tanya, ga usah ganti topik, jelaskan aja!"
"Oke.... agak panjang ni..."
"Jelaskan aja Za!" Tegas Sisil
"Dari analisaku, pada dasarnya manusia itu hidup untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan kebutuhan duniawi manusia itu ada lima. 1.uang, 2.pergaulan, 3.pasangan, 4.pengakuan, 5.pengabdian layaknya ibu kepada anaknya"
"Terus hubungannya apa?" Potong Sisil!
"Sabar atuh Sil" Ucap Karen
"Dari yang aku dapat, Nita itu bukan dari keluarga berada, lingkungannya orang-orang hedon, dan wajahnya pas-pasan! Artinya, dia tidak punya uang yang banyak, tapi karena lingkungannya yang glamor membuat dia memaksakan diri untuk bisa mengimbangi orang-orang di sekitarnya. Tampang yang pas-pasan juga membuat dia merasa tersisihkan karena orang di sekitarnya adalah orang-orang yang berparas menarik!"
Arza berhenti sejenak menikmati lemon teanya
"Miko berarti jawaban yang tepat untuk mengangkat status sosialnya Nita! Kaya, Tampan, dan penurut" sambung Arza
"Ih, masa sih Za? Kamu berlebihan deh kayaknya" ucap Sisil Ragu
"Hahaha... inikan cuman Analisa. Ga usah kamu percaya juga gak papa hahaha.... Sudah malam, yo pulang!" tanggap Arza dengan santai
Kemudian Arza mengeluarkan uang untuk mengganti uang Karen
"Arza gausah ganti uangku, aku teraktir ya" ucap Karen
"Jangan! Masa iya aku diteraktir cewek"
"Ini kasusnya bukan cowok yang diteraktir cewek, tapi guru yang dimuliakan dua muridnya" ucap Karen untuk meyakinkan
.....................
Malam itu kemudian berlalu dengan sangat lama bagi Sisil, hatinya terasa sesak entah mengapa. Kata-kata Arza sangat membekas di benak dan pikiran Sisil seraya membatin
"Jika yang dikatakan Arza tentang Nita adalah benar? Aku orang yang bersalah karena mengenalkan Nita pada Miko"
Kemudian Sisil tertidur dengan rasa bersalahnya. Tanpa ia sadari, rasa sesak itu bukan hanya karena rasa bersalahnya, tapi juga karena rasa yang lainnya.