4 May 2017
Seorang pria kecil terbangun dari tidur nyenyaknya, ia langsung mendudukan diri dan mengucek pelan kedua matanya. Matanya langsung menyipit sempurna kala mentari pagi berhasil mengintip dari jendela yang tertutup tirai menjuntai. Ia lekas turun dari kasurnya setelah berhasil menyibak selimut tebalnya dan menyeretnya ikut pergi dari kamarnya.
Langkah kaki kecilnya berhenti tepat di depan pintu besar yang menjulang tinggi. Ia melompat ke arah knop pintu yang sedikit jauh dari jangkauannya, setelah mendapatkannya, si kecil langsung menarik kencang knop pintu dan mendorongnya hingga terbuka lebar. Ia lekas masuk ke dalam kamar seraya menarik selimutnya dengan susah payah, melompat ke ranjang dan ikut membaringkan dirinya bersama sosok pria dewasa yang masih terlelap disana. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar saat mengganggu si dewasa dalam tidurnya, ia menyelinap masuk dalam tubuh kekar si dewasa, meringkuk disana seraya memeluk tubuh besar yang dengan senang hati melebarkan tangannya untuk balas memeluk si kecil walau dengan mata masih tertutup.
"Dad?" panggil si kecil pelan seraya menengadah menatap wajah ayahnya yang masih betah tidur sambil memeluknya dengan erat.
"Hmm…" sang ayah bergumam menanggapi.
"Dad, Nyle had a dream last night," adu pria kecil itu dengan nada yang sama.
"Realy?" sang ayah masih bergumam dalam tidurnya. Membiarkan putranya melanjutkan ceritanya.
"Eumm... Nyle met with mommy," lanjut si kecil seraya terus menatap wajah sang ayah yang masih terlelap. Si kecil Nyle terdiam tak melanjutkan ceritanya, ia menunggu ayahnya membuka matanya dan meresponnya dengan benar. Dan berhasil, pria dewasa itu terbangun dan menatap putranya dengan senyum lembut yang mengembang.
"Nyle meet mom?" ulang Dean, sang ayah, seraya menatap wajah putranya yang tampak pucat, Nyle mengangguk sebagai jawaban tanpa mengalihkan pandangan dari wajah sang ayah. "What she was like, sweetheart?" tanya Dean penasaran sambil memperhatikan putranya lekat – lekat.
"She is beautiful, have a black long hair, and mommy have a beautiful smile." jawab Nyle dengan pandangan yang beralih pada langit – langit kamar sang ayah. Matanya Nampak menerawang jauh entah kemana, ekspresinya tampak sendu dan tak bergairah.
"Does mom said something?"
"No, mommy doesn't said anything to Nyle. But She's smile and hug me. Then She's kiss me like daddy kiss me too."
Nyle menggeleng pelan. Nafasnya menghembus kasar setelah menariknya cukup dalam. Dean menarik anaknya untuk kembali menatapnya dan putranya hanya memandang sendu pada sang ayah.
"You miss her, didn't you?" tebak Dean sambil mengelus pipi tembam putranya. Nyle diam, ia tak menjawab atau sekedar menganggukan kepalanya. Sebaliknya, putra kesayangan Dean memeluk tubuhnya dengan erat dan menyembunyikan kepalanya disana. Dengan tenang dan senyum yang masih mengembang, Dean mengelus punggung Nyle seraya mengecupi rambut harum sang buah hati. Tanpa menjawab pun, Dean tahu apa yang tengah merundung hati putra kecilnya.
"I miss her too." batin Dean sambil menatap foto yang menampakan seorang perempaun cantik berambut panjang terurai dengan dress santai selutut berwarna biru laut dengan seorang bayi kecil tampan dan putih dalam pangkuannya. Bibirnya kembali mengecup kepala sang buah hati untuk sekedar menenangkan hatinya yang tidak akan bisa lebih tenang jika tidak segera pergi mengunjungi ibunya, terlebih ia sedang sakit sekarang.
"Hey! Do you remember what month it is? We'll soon see mommy," kata Dean sambil melepas pelukannya dan membawa Nyle untuk kembali menatapnya. Dean tersenyum dan mengangguk ke arah Nyle meyakinkan putranya bahwa mereka akan segera berangkat menemui ibunya. Nyle kembali menghambur dan bersembunyi dalam pelukan sang ayah, menggumamkan terimakasih disana.
"Why do you always bring this blanket?" Tanya Dean mengalihkan saat sadar Nyle kembali menyeret selimbut tebalnya saat masuk kedalam kamarnya.
"Like get a big hug from mommy." jawab Nyle teredam dalam pelukan sang ayah.
"Dad, can you tell me what kind mommy when she was young?" pinta Nyle kemudian tanpa beralih dari pelukan sang ayah.
"Your mom is a pretty girl, good girl, heve a beautyful smile and she never grieves. She always smiled even in the most miserable situation,".
***
6 may 2007
Ini hari pertamaku menginjakan kaki di SMA baruku setelah dua hari yang lalu aku tiba di Indonesia, lebih tepatnya di Bandung dan menyelesaikan segala hal yang berurusan dengan kepindahanku ke Bandung. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah menemui pihak sekolah sebelum aku masuk ke ruang kelasku nanti.
"Excuse me, can you tell me where's teachers room?" tanyaku pada seorang perempuan yang sedang berjalan dengan beberapa buku dalam pelukannya.
"Teachers?" tanyanya mengulang dan aku mengangguk sebagai jawaban.
"Oh, Of course, we can go together. I'll also go to teachers room." tawarnya seraya tersenyum dan menunjukkan buku dalam pelukannya.
Kami berjalan bersama menyusuri koridor lantai pertama yang cukup ramai dengan para murid yang hilir mudik keluar masuk kelas dan pergi entah kemana. Menariknya, perempuan disampingku ini seperti terkenal di antara mereka. Semua orang penyapanya dengan senyuman atau sekedar mengatakan Hi dan dia menjawabnya dengan ramah.
"Aren't you Indonesian?" tanyanya seraya menoleh ke arahku.
"No, I was born in Indonesia. But, when I was 2 years old, I live in Swiss. So I can't speak Bahasa." jawabku yang faham betul dengan pertanyanannya. Dia hanya membulatkan bibirnya dan mengangguk faham.
"You can speak Bahasa after stay a long time in here." ujarnya tanpa menghilangkan senyuman manis di bibirnya. Kemudian aku mengangguk sebagai tanggapan atas ucapannya dan balas tersenyum singkat padanya.
"Oh! We have arrived, this's a teachers room," serunya seraya menunjuk ke arah sebuah pintu coklat ganda dengan papan nama yang menggantug di bagian kiri atas dekat pintu. Dia langsung membuka pintunya dan masuk dengan ceria, menyapa dengan lantang seraya melangkah menuju meja seorang guru disana.
"Selamat pagi pak!" sapanya mengulang pada gurunya, mereka terlibat percakapan kecil disana cukup lama, mungkin membicarakan buku tugas yang perempuan itu bawa dan ia simpan di mejanya sesaat setelah ia menghampiri gurunya. Sampai seseorang menegurku dan mengalihkan perhatianku darinya.
"Dean Finnigan?" tanyanya menebak namaku. Aku mengangguk singkat seraya menatap ke arahnya.
"Ok, follow me." katanya singkat kemudian berbalik dan melangkah menuju mejanya.