Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Truthful Boy And A Love Story

🇮🇩CTRIP
--
chs / week
--
NOT RATINGS
77.5k
Views
Synopsis
Keharusan melengkapi biodata sistem akademik kampusnya membuat Hardi, seorang mahasiswa harus membuka kembali lacinya. Sebuah laci yang tidak hanya menyimpan semua berkas penting miliknya, tapi juga menyimpan sebuah kenangan akan kisah cinta yang tak akan bisa dia lupakan, kisah cinta yang terus-menerus menghantuinya dengan segudang misteri dan kejanggalan di dalamnya. Seperti apakah kisah cinta tersebut? Bagaimana bisa kisah cinta itu terus menerus menghantui Hardi? Misteri serta kejanggalan apa saja yang ada di dalamnya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Sebuah Foto Dan Para Guru

Telentang dikasur sembari mengabaikan catatan dan buku materi kuliah yang sebenarnya sudah terbuka di sampingku jempolku asik scrolling handphone, membuka insta story dari teman-teman ku yang sebagian besar isinya paid promote.

"Enak banget ya cuma share gini doang dibayar!" Sindirku

Bnar-benar Minggu sore yang damai. Tapi kedamaian itu hilang, saat ada WhatsApp masuk dari dosen pembimbing akademikku di grup kelas.

"Kepada mahasiswa/i yang belum mengisi atau melengkapi biodata di siakad,di mohon untuk segera menuntaskannya sebelum pelaksanaan UTS pada tanggal 2 November 2020. Jika biodata belum terisi atau tidak lengkap maka status mahasiswa anda akan otomatis di nonaktifkan oleh sistem Siakad."

"Daftar Nama yang belum mengisi atau melengkapi biodata :

1. Ahmad Hardi Nugraha

2. Rusdianto Utomo."

"Diperhatikan untuk yang belum mengisi atau lengkap dimohon secepatnya melakukan pengisian biodata. Batas pengisian biodata malam ini pukul 11:59 P.M." Begitulah pesan dari dosenku.

Membaca itu aku langsung membuka Siakad dan mengecek biodataku, ternyata aku hanya kurang mengupload ijazah SMA.

"Oh tinggal ijazah doang." Aku langsung berdiri dan berjalan ke Laci tempat aku menyimpan folder file penting. Setelah kubuka, ternyata selain folder file l, terdapat buku tahunan SMAku juga ada disana, langsung saja sifat malasku muncul.

"Ijazah doang ini, gampang. Nostalgia dulu ah." Gumamku

Aku langsung mengangkat buku yang lumayan besar itu, dan duduk di kasur. Ketika kupangku buku itu.

Terdengar suara ketukan yang keras dari jendela di belakangku.

Tak...tak...tak.

Ketika kumenoleh ke belakang ternyata tidak ada siapa-siapa.

"Ganggu aja orang mau nyantai." Aku langsung mengabaikannya dan kembali berfokus pada buku tahunan di pangkuanku.

Lembar demi lembar halaman buku itu aku balik, semakin banyak halaman yang kubalik semakin besar pula senyum dan tawa terukir di wajahku mengingat masa - masa SMA yang indah, begitu pula dengan suara ketukan dari jendela yang semakin cepat serta kencang.

Tak...tak...tak...tak...tak

Suara itu semakin cepat dan kencang. Sampai aku membalik buku itu kesebuah halaman yang menampakan sebuah foto yang membuat senyum di wajahku menghilang, begitu juga dengan suara ketukan tadi. Foto itu adalah foto kelasku, dua belas IPA tiga bersama wali kelasku Pak Rudi.

Hening dan sepi membuatku teringat akan sebuah kisah cinta. Sebuah kisah cinta yang membuatku sadar arti dari sebuah kejujuran.

"Ahhh, ternyata sudah delapan bulan berlalu." Sambil mengelus foto itu, aku teringat kembali dengan kejadian waktu itu.

Saat itu di tengah lapangan yang panas, kelasku tersenyum lebar di depan kamera menunggu untuk di foto.

"Oke sekali lagi, 1...2..." Muncul cahaya menyilaukan dari kamera yang hampir membuat mataku berkedip.

"Oke, sip." Si fotografer mengangkat kedua jempolnya ke arah kami. Kami langsung membubarkan formasi dan sebagian besar langsung berlari ke kantin. Melihat hal itu Pak Rudi langsung berteriak

"Hei! Mau kemana kalian? ini belum waktunya istirahat, balik ke kelas!" Teriakannya memenuhi satu lapangan. Mendengar itu, sambil tertawa dan mengeluh kami berbalik dan berjalan ke kelas.

Dia tiba-tiba memanggilku

"Hardi!" panggil Pak Rudi

 "Iya, pak?" sahutku

"Jam istirahat nanti kamu ke meja saya!" perintah Pak Rudi

 "Baik,pak!" balasku

"Yaudah sana balik ke kelas." Aku langsung ke kelasku meninggalkan dia yang masih duduk di sana sambil ngobrol dengan si fotografer.

Setibanya dikelas, kami di sambut kembali oleh seorang wanita berambut hitam terurai kebelakang dengan wajah malas dan perut buncitnya, dia adalah Bu Dian, guru fisika kami.

"Ayo kita sambung lagi materinya!" seru Bu Dian

Kami pun melanjutkan pelajaran fisika yang tadi terpotong karena sesi foto. Tapi beberapa menit kemudian bel istirahat berbunyi.

"Baiklah, untuk hari ini cukup sampai disini saja. Dan mulai Minggu ke depan saya tidak bisa mengajar kalian, karena saya akan mengambil cuti hamil. Jadi akan ada guru pengganti yang akan mengajar kalian, untuk lebih jelasnya silahkan ketua kelas tanyakan ke piket. Yah mungkin segitu saja, kalian tetap semangat belajarnya, terima kasih, dan selamat istirahat." Kemudian Bu Dian berjalan pelan keluar dari kelas. Setelah Bu Dian keluar kelas, aku langsung bergegas ke ruang guru.

Aku langsung menghampiri pak Rudi yang sedang menata tumpukan kertas, yang bersebelahan dengan foto istrinya

"Permisi Pak Rudi!" sapaku

 Pak Rudi langsung menoleh ke arahku.

"Hardi! mana tugas kamu?" Tanya Pak Rudi

Dengan suara pelan dan agak membungkuk aku menjawab.

"Tugas yang karangan past tense ya pak? Sebenarnya kemarin saya udah mau ngumpulin pak,cuma kertasnya robek jadi saya buat lagi.Terus baru selesai tadi malem pak." Jelasku

"Ya, terus mana tugasnya?" Tanya Pak Rudi

 "Ketinggalan dirumah pak." Jawabku

"Ketinggalan di rumah? Bagus! yaudah kamu kumpulin tugasnya ke rumah saya aja, terakhir besok sore, jangan lupa tempel foto kamu!" tegas Pak Rudi

"Baik pak, terima kasih pak," Balasku

"Yaudah sana!" Usir Pak Rudi

Begitu keluar ruang guru, aku berpapasan dengan Bu Ani guru matematikakuu. Dan aku baru ingat, aku juga punya masalah yang sama dengannya.

"Hardi? mana tugas kamu?" Tanya Bu Ani

"Aduh maaf Bu, ketinggalan dirumah," jawabku

"Ckckck, kamu ini gak berubah-berubah dari dulu. Yaudah kamu kumpulin aja dirumah saya, terakhir besok!" Tegas Bu Ani

"Baik bu!" jawabku

Sore harinya setelah pulang sekolah, aku langsung membereskan semua tugas dan bersiap mengantarkannya ke rumah mereka. Aku berjalan santai menuju rumah mereka, karena rumah kami masih satu perumahan dan hanya berjarak beberapa blok. Sesampainya di depan rumahnya, di sore hari yang tenang dan sepi kala itu, terlihat di depan pintu, Pak Rudi sedang mencium kening Bu Ani dengan mesra. Dengan segera aku langsung mengabadikan momen itu dengan kamera handphone.

"Hhmmm, menarik!" Gumamku

Melihat itu aku baru tersadar, bahwa tugas bahasa inggrisku belum ada fotonya. Aku langsung ke tempat fotocopy dan mencetak dua buah foto , satu kutaruh di halaman pertama dan satu lagi di halaman terakhir.

Setelah itu aku langsung berlari ke rumah Pak Rudi, sesampainya di sana langit sudah mulai gelap, dan langsung saja kuketok pintunya.

Tok...tok..tok

"Permisi, Pak Rudi." Tak lama kemudian pintunya terbuka,dan keluar lah  wanita berdaster putih dengan perut buncitnya. Dia adalah Bu Dian

"Oh Hardi, ada perlu apa ya di?" tanya Bu Dian

"Ini Bu, saya ingin mengumpulkan tugas bahasa Inggris saya, Pak Rudi nya ada Bu?." Kataku sambil salim dan memperlihatkan lembaran tugas ku

"Ohh, dia lagi keluar beli gas. Sini tugas kamu nanti saya berikan ke suami saya." Balasnya sambil mengambil tugasku.

"Waduh, terima kasih banyak, Bu!" ucapku

"Iya, iya." Katanya sambil membuka lembaran tugasku.

Begitu dia membuka halaman terakhir, dia terdiam sejenak. Kemudian tersenyum kecil ke arahku sambil mengelus-elus perutnya.

"Kalo begitu saya pamit pulang ya Bu, sudah mau malem soalnya!" pamitku.

"Oh, iya iya. Hati-hati dijalan ya di .Terima kasih." Balasnya sambil tersenyum kecil.

"Iya Bu, sama-sama!" balasku dengan senyuman lebar.

Aku pun langsung berjalan santai pulang ke rumah  dengan perasaan  lega. Sesampainya di rumah aku langsung tidur dengan perasaan puas dan bangga

Keesokan paginya aku terbangun oleh suara sirine yang memecahkan telinga. Setelah suara itu menghilang aku mencoba untuk kembali tidur, hampir setengah jam aku mencoba tidur kembali tapi tidak bisa. Seperti ada perasaan tidak enak dalam pikiranku. Akhirnya aku memutuskan keluar kamar dan menyalakan TV.

Tidak seperti biasanya, Minggu pagi ini rumah terasa sepi. Ibuku yang biasanya sedang memasak di dapur, hari ini tidak terdengar suaranya

Sepi dan bosan, aku langsung mengambil HP dan membuka WhatsApp. Ternyata banyak pesan dari grup kelasku. Begitu aku buka ,aku terdiam membaca pesan dari ketua kelasku.

"Innalillahi wa inailaihi roji'un telah berpulangnya guru kita, wali kelas kita Pak Rudi Ilha, mudah mudahan keluarganya diberi ketabahan, dan semoga  amal beliau diterima di sisi ALLAH SWT. Aminnn."

"Innalillahi wa inailaihi roji'un telah berpulangnya guru kita Bu Dian Kurniawan, mudah mudahan keluarganya diberi ketabahan, dan semoga amal beliau diterima di sisi ALLAH SWT. Aminnn."

"Innalillahi wa inailaihi roji'un telah berpulangnya guru kita Bu Ani Anissa, mudah mudahan keluarganya diberi ketabahan, dan semoga amal beliau diterima di sisi ALLAH SWT. Aminnn."

Setelah membaca itu aku terdiam lemas, perasaanku bercampur aduk dan aku mulai memikirkan apa yang telah kulakukan kemarin.

"Apa ini semua salahku?" pikirku