Beberapa hari setelah aku menerima telephone malam itu tidak ada lagi nomor asing yang menghubungiku baik lewat telephone ataupun chat. Aku masih tidak tahu sebenarnya orang itu siapa. Dugaanku orang itu adalah kenalan Revy.
"Keysha, kerjakan soal nomor 5 dipapan tulis!"
Seorang wanita paruh baya didepan kelas memanggil namaku tanpa kusadari, ternyata aku sedang melamun memikirkan 'si cheessy'
"Keysha!" bentak wanita itu.
Aku tersentak lalu tersadar dari lamunanku, ternyata selama pelajarannya tadi aku tidak mendengarkannya.
"Eh? Iya bu, kenapa?"
"Pakai nanya segala, kamu nggak merhatiin dari tadi saya menjelaskan materi?" tanyanya dengan nada bicara tinggi.
Wanita itu namanya adalah bu Eni, dia guru matematika 'killer' yang ada di sekolah ini. Aku dapat info itu dari Fani dan Putri, dan ternyata memang semenakutkan itu.
"Maaf bu..." jawabku, aku tidak berani menatap wajahnya, aku hanya menunduk.
"Kamu pikir maaf kamu bisa buat saya nggak haus? Bisa buat saya nggak capek? Bisa buat kalian semua jadi ngerti materi ini? Enggak kan?!" Amarahnya semakin menggebu-gebu, memang benar apa yang dia katakan tapi aku juga sudah minta maaf. Ini juga pertama kalinya kok buat aku, aku bisa nggak mengulanginya lagi.
"Maaf bu, saya nggak akan mengulangi lagi"
"Halah, saya sudah sering ya ketemu yang modelan kaya kamu. Saya pikir kamu beda ya karena keluarga kamu terpandang, ternyata sama aja. Apa jangan-jangan kamu pindah kesini karena ada masalah disekolah lama? Terus ayah kamu mohon-mohon ngasih uang yang besar buat kamu bisa sekolah disini, iya kan?"
Jujur, aku sakit hati ada orang yang berani bicara seperti itu. Perkataannya itu bisa membuat siapa saja tersinggung dan sakit hati, walaupun memang benar disekolahku sebelumnya aku memiliki masalah tapi itu bukan salahku. Aku tidak pernah berbuat aneh disekolah.
Aku tidak suka kalau orang berbicara masalahku didepan umum walau itu benar sekalipun, dan sekarang yang dia katakan itu adalah fitnah. Aku benci orang seperti itu, walaupun dia seorang guru. Masalahku biarlah masalahku, tidak ada yang berhak ikut campur apalagi dia bukan keluargaku.
"Pakai nangis, memang kamu salah kok nggak perlu nangis-nangis segala. Bikin drama aja" sindir nya saat melihat aku meneteskan air mata, padahal aku berusaha untuk tidak terlihat. Aku terus menunduk sedari tadi.
"Oke semuanya, pelajaran kali ini selesai sampai disini. Ibu harap kalian semua tidak seperti anak itu. Selamat siang" ucap orang itu yang lalu pergi meninggalkan kelas ini.
Fani yang duduk sebangku denganku langsung menenangkanku, lalu putri menghampiriku dan mengajak kami ke kantin untuk makan siang sembari menenangkan diri.
"Kamu yakin nggak mau makan?" tanya Fani padaku saat kita bertiga di kantin.
"Nggak deh, hari ini aku nggak mood hehe" jawabku.
"Kalian makan aja nggak apa-apa, aku nemenin kalian doang kok. males aja dikelas" lanjutku, lalu mereka menyantap makanan mereka.
"Pasti kamu sakit hati ya gara-gara tadi? Emang sih bu Eni itu terkenal kaya gitu sifatnya, jadi sabar ya Key" Fani menjelaskan sambil mengelus punggungku untuk menenangkanku.
"Iya, semoga aja dikelas akhir nanti kita nggak diajarin sama bu Eni lagi" Putri menimpali.
Iya memang aku sangat cengeng, tapi kata-kata itu memang menyakitkan buatku.
Kami lanjut ngobrol-ngobrol dikantin, apa saja bisa menjadi topik pembicaraan kami. Ya, kami sudah seakrab itu padahal kami baru kenal beberapa bulan lalu. Memang waktu berjalan cepat kalau banyak kesenangan didalamnya, sangat berbeda dibanding hari-hariku tahun lalu.
Tanpa disadari waktu istirahat makan siang pun sudah hampir habis.
"Ah iya aku mau beli jus, kalian ke kelas duluan aja aku mau beli jus dulu sebentar"
"Nggak apa-apa kamu sendiri key?" tanya Fani khawatir, selama sekolah disini aku memang selalu bersama mereka berdua kalau mau kemana-kemana.
"Iya nggak apa-apa, sampai ketemu dikelas!" Kataku lalu bergegas pergi menuju tukang jus. Fani dan Putri pun pergi ke kelas saat aku sudah jauh dari mereka.
Begitu sampai, aku langsung memesan jusnya "Bu, jus alpukat nya satu ya. Jangan lama-lama ya bu, bentar lagi bell soalnya"
Ibu jus pun mengangguk dan segera mengupas satu buah alpukatnya untuk di jus.
Ternyata waktu untuk membuat jus lebih lama dari yang kupikirkan, akhirnya aku pun terpaksa menunggu jus ini selesai baru bisa ke kelas. Semoga saja belum ada guru yang masuk ke kelasku.
"Ini bu uangnya, terimakasih ya" Kataku begitu memberikan uang dan mengambil jus ku, lalu aku langsung lari untuk bergegas ke kelas.
Memang hari ini tampaknya hari yang sangat buruk dari hari-hariku biasanya. Aku bertemu kembali dengan bu Eni, tak sengaja aku menabraknya dan jus ku tumpah sedikit terkena rok dan sepatu heels nya.
"Maaf bu, saya lagi buru-buru. Maaf ya, sini saya bersihin dulu" Aku pergi membeli tisu sebentar lalu kembali lagi ke tempat tadi, aku langsung membersihkan heelsnya. untung saja bahannya tidak menyerap air jadi mudah dibersihkan.
"Kamu ini dari tadi kerjaannya menyusahkan orangtua terus. Saya heran sama kamu" oceh nya sembari dia membersihkan roknya sendiri dengan tisuku.
"Maaf bu, saya nggak sengaja" Ucapku sembil memberikan sepatu heels nya yang sudah bersih kembali.
"Saya nggak peduli, rok saya jadi lengket kaya gini. Pokoknya kamu ini harus dilaporkan ke kepala yayasan"
"Jangan bu, saya minta maaf" Aku nggak ngerti lagi harus bagaimana supaya orang ini memaafkanku. Akhirnya aku pun melutut dihadapannya.
Aku melakukan ini semua demi ayah, aku nggak mau nama ayah jelek karena aku. Aku nggak mau merepotkan ayah terus.
"Ngapain sih kamu, percuma saya tetap akan laporin kamu" Katanya sambil menepis tanganku dari tangannya. Lalu dia memutar arahnya untuk meninggalkanku yang terduduk dilantai.
Tapi sebelum bu Eni melangkahkan kakinya ternyata ada seseorang yang melihat kami dibelakangnya, dia menahan bu Eni agar tidak pergi.
"Saya nggak habis pikir, bisa-bisanya seorang guru bersikap seperti ini terhadap anak didiknya" ucap orang itu sambil menatap bu Eni dengan tatapan intimidasi.
"Kamu ngomong apa sih, kembali ke kelas cepat!"
"Bu, dia kan sudah minta maaf, sudah bersihin sepatu ibu juga sampai bisa dipakai lagi. Tapi ibu masih bersikap kaya gitu ke dia seakan-akan kesalahannya besar banget"
"Tapi dia sudah bikin saya susah hari ini, rok saya masih lengket dengan jus. Kamu nggak usah ikut campur davi, cepat ke kelas nanti nilai kamu menurun gara-gara ngurusin anak itu"
orang itu tersenyum kecil, "Bu, saya sudah poto kejadian tadi, ada rekamannya juga. Bisa saja saya suruh ayah saya untuk buat artikel tentang ini. Pasti akan ramai nih"
Mendengar ancaman dari orang itu bu Eni pun langsung meminta maaf pada anak itu.
"Ibu salah orang deh kayanya, bukannya harusnya minta maaf ke dia?" kata anak itu dengan melirikkan matanya ke arahku sebagai isyarat penunjuk.
Bu eni pun berjalan ke arahku dengan langkah yang berat,
"Maaf ya nak, mungkin hari ini saya sedang emosi berlebihan" katanya, lalu aku hanya mengiyakan dan dia segera beranjak pergi dari sana dengan wajah merah, entah karena malu atau marah atau mungkin keduanya. Tapi aku yakin, perkataan tadi pasti sangat ditakuti oleh bu Eni karena akan mengancam karirnya.
Aku nggak nyangka, ada orang yang berani bicara seperti itu. Dia keliatan keren sih, tapi kenapa dia membelaku sampai seperti itu.
"Ayo bangun" katanya yang menghampiriku dan memberikan tangan kanannya untuk membantuku berdiri.
"Makasih ya"
"Iya sayang"
Aku terkejut dengan ucapannya, "Apa?" tanyaku memintanya untuk mengulangi perkataamnya, tapi aku yakin itu bukan salah dengar.
"Ah enggak, itu...aku antar kamu ke kelas ya?"
Entah kenapa aku mengiyakan ajakannya, aku juga tidak tahu. Tapi aku rasa dia orang yang baik. Aku bersyukur bisa dipertemukan orang-orang baik disekolah ini.