Kematian Aeri merupakan pukulan terbesar untuk Mino. Seberapa keras pun Mino mencoba, kenyataan bahwa Aeri telah tiada, tidak pernah masuk akal baginya.
"Sebelum Aeri tak bisa bicara, ia merekam ini untukmu." Sebuah recorder diberikan oleh nyonya Jung –ibu dari Aeri kepada Mino yang langsung diterimanya.
Mino memandang recorder yang ada di tangannya, membawanya menemui para sahabatnya yang sedang berada di ruang duka, "temani aku mendengarkan ini."
Mereka sudah berada di ruang kerja Mino. Menanti Mino untuk memutar recorder, namun pria itu masih ragu apakah ia siap mendengar suara wanita yang dicintainya saat ini atau tidak? pada akhirnya, Mino menekan tombol play dengan jantung yang berdegup tak beraturan.
"Oppa." sapa suara yang ada dalam rekaman yang merupakan suara Aeri.
"Jika kau mendengar ini, artinya aku sudah tak lagi berada di sampingmu. Aahh." sambungnya.
Mino menarik napas dan menahannya untuk beberapa saat, kerinduan dengan mudah menguasainya. Mino menundukkan kepala untuk membiarkan suara Aeri menguasai dirinya.
"Aku sadar dan sangat mengerti bagaimana posisi dan keadaanku, oppa. Aku sangat berterima kasih dan bersyukur kau masih tetap mencintaiku hingga saat ini, dan aku sangat menyesal kau harus berjuang seorang diri untuk menyembuhkanku. Jika saja aku punya kekuatan untuk mengatakannya langsung padamu, mungkin akan jauh lebih baik, tapi aku tahu kau tidak akan mendengarkan kata-kataku tentang ini." Lanjut Aeri.
Jinwoo yang duduk bersebelahan dengan Mino, menepuk pundak pria itu pelan untuk memberinya kekuatan.
"Semua belum berakhir, Oppa. Aku masih akan hidup dengan para pasien yang memiliki hal yang sama denganku, Ataxia. Jadi, jangan menyerah, Oppa. berjanjilah kau akan berjuang membuat obat untuk mereka. dengan begitu, cinta kita masih tetap bisa kau kenang meski aku tak lagi ada di dekatmu." Suara Aeri terdengar berat karena ia mulai terisak.
"Kau tahu aku juga sangat mencintaimu, kan? Jadi, jangan tangisi kepergianku, Oppa. aku mohon. Jangan larut dalam kesedihan ini. Aku tidak bisa melihatmu menangis, karena aku yakin kau terlihat jelek saat menangis."
Aeri terdengar menarik napas, "Aku mencintaimu, Dong Mino." Gadis itu mencoba terdengar ceria untuk menutup pesan terakhir untuk kekasihnya.
Air mata Mino kembali tumpah, ia menangis di depan para sahabatnya dengan memegang dada yang terasa sesak baginya karena kesedihan yang tak berkesudahan. Mino menangis lebih lama, Jinwoo yakin Mino melakukannya untuk menguras semua kesedihan.
Benar saja keyakinan Jinwoo. Saat pemakaman Aeri dilakukan, Mino tak lagi menangis seperti dua hari yang lalu. Ia hanya memandang kosong ke foto Aeri. Mino ingin memenuhi keinginan kekasih hatinya untuk tidak menangis setelah ini.
Satu persatu para pelayat mulai meninggalkan tempat peristirahatan Aeri, "Kalian duluan saja, aku masih ingin di sini sebentar lagi." Mino menatap keempat sahabatnya, meminta pengertian mereka.
Saat yang lain meninggalkan Mino, Seungyoon tidak benar-benar meninggalkan Mino. Ia bersembunyi untuk tetap memperhatikan Mino dari jauh karena rasa khawatir jika Mino melakukan sesuatu yang tidak diharapkannya.
Mino beranjak dari tempatnya dan mulai berpindah ke tempat yang memiliki kenangan antara dirinya dan Aeri. Berjalan menyusuri tempat yang penuh kenangan membuat Mino banyak menghela napas. Masih sulit baginya menerima kenyataan Aeri tak lagi bersamanya.
Mino duduk di sebuah kursi panjang menatap langit yang mulai jingga, kemudian ia merasakan sesuatu menyentuh punggung tangannya dengan lembut dan dingin. Sore ini, salju pertama turun di Seoul. Mino menengadahkan kepalanya untuk melihat langit dengan butiran salju yang turun.
"Apa kau sekarang kau melihat salju pertama turun? Tidakkah kau ingin bersamaku saat ini untuk menikmati salju yang turun?" bisik Mino kepada langit dimana ia percaya Aeri berada tepat di sana.
Mino kembali menatap ke depan, tangannya tak lagi terbuka untuk menangkap salju, "Keluarlah, Choi Seungyoon. Aku tahu kau mengikutiku." Ucap Mino tanpa mengalihkan pandangannya.
Seungyoon yang ketahuan, menelan kasar salivanya. Ia tak keluar agar Mino merasa salah mengira.
"Kau tidak mau keluar?" tanya Mino.
Seungyoon mendengus, ia keluar dan berjalan mendekat ke tempat Mino yang kini sudah berdiri menunggu kedatangannya. Saat Seungyoon tiba di depan Mino, sebuah pukulan ringan mendarat di kepala Seungyoon membuat pria itu meringis sambil mengusap kepalanya.
"Harusnya kau keluar sejak tadi bukannya menguntitku seperti kekasih yang posesif." Omel Mino.
"Maaf." Jawab Seungyoon yang cemberut.
"Biasanya kau ahli dalam mencampuri urusan orang lain termasuk urusanku." Sindir Mino yang malah membuat Seungyoon menghela panjang dan menundukkan kepalanya.
Mino menunggu Seungyoon untuk menanggapi sindirannya namun pria itu hanya tertunduk diam. Mino merunduk untuk menemukan wajah Seungyoon yang menyembunyikan rasa bersalahnya pada Mino.
"Eii~ ini bukan salahmu." Mino menepuk pundak Seungyoon.
Seungyoon langsung mengangkat kepalanya, "Hyung."
"Memang masih sulit kuterima, tapi itu terjadi karena kesalahanku sendiri. Keserakahanku yang ingin bersama Aeri selamanya membuatku nekat bertanya pertanyaan dengan resiko yang sangat besar. Jadi, jangan sulitkan dirimu dengan merasa bersalah seperti ini. Aku akan melakukan tantanganmu itu, hanya dengan satu orang kan? Aku hanya perlu berkencan dengan satu orang saja kan?" tanya Mino dengan tersenyum tipis.
"Hyung!!" seru Seungyoon yang terkejut mendengar pertanyaan Mino.
"Kenapa? Aku hanya tidak ingin kesialan sekecil apapun dialami orang-orang di sekitarku hanya karena aku tak memenuhi tantangan yang tertulis di Kiss Note itu. Ini adalah permainan kita, kenapa harus orang lain yang menerima akibatnya?" jelas Mino.
"HYUNG!" teriak Seungyoon dengan wajah sumringah lalu memeluk Mino.
Sontak Mino langsung mendorong tubuh Seungyoon dan mengambil jarak, "YAKK! aiisshh!"
"Aku mencintaimu, hyung."
"Aku mencintaimu, Jung Aeri." Ucap Mino sembari menatap langit.
Seungyoon menatap harap pada Mino, namun Mino langsung berjalan menuju parkiran mobil, "Hanya kencan sekali bukan berarti aku akan mengencani wanita lain dengan cepat." Ucapnya.
Menaiki mobil yang berbeda, keduanya sampai di villa, rumah yang selalu mereka gunakan untuk berkumpul. Keduanya masuk ke dalam dan kedatangan keduanya sudah ditunggu oleh Seunghoon, Jinwoo dan Taehyun.
"Kalian sudah tidak apa-apa?" tanya Jinwoo begitu Mino dan Seungyoon tiba.
"Eh? Memangnya kami kenapa?" tanya Mino kepada Seungyoon yang langsung dijawab Seungyoon dengan mengangkat bahu sambil tersenyum. Melihat itu, tiga orang yang tadinya berwajah khawatir mulai terdengar menghela napas lega lalu kembali pada kegiatan mereka sebelumnya.
"Oppa!" suara Seunghi menggema di koridor, membuat yang lain memasang telinga dan menebak pemilik suara itu adalah adik Seunghoon.
Seunghi masuk ke dalam ruang utama dan terkejut melihat ada Jinwoo dan Seunghoon di tempat yang sama. Jinwoo yang menangkap keterkejutan Seunghi segera memberi kode pada Seunghi untuk datang lebih dulu ke Seunghoon. Gadis muda itupun merentangkan kedua tangannya dan berjalan untuk memeluk Seunghoon.
"Cih, tidak perlu berpura-pura mengalah padaku." keluh Seunghoon.
"Begitu?" Jinwoo tersenyum lalu menarik tangan Seunghi yang masih memeluk Seunghoon hingga badan gadis itu berputar dan dengan manis Jinwoo menangkap pinggang Seunghi lalu memeluk kekasihnya di depan teman-teman termasuk di depan Seunghoon yang membuatnya menggeleng-gelengkan kepala dan menunjukkan ekspresi 'ya ampun' atas sikap Jinwoo.
Mino dan Seungyoon terkejut melihat Jinwoo yang biasanya kalem menjadi agresif kepada Seunghi, "Ho~ Aku tahu Jinwoo hyung memiliki sisi ini. Yeoksi, si pengendali emosi! Dia menutupinya terlalu lama." Seru Seungyoon.
"Kau benar-benar lelaki sejati, hyung. Tidak takut mati di depan kakak kekasihmu." Timpal Mino.
Taehyun tersenyum melihat keadaan yang terjadi di depannya. Jinwoo tersenyum bangga, jelas ia sedang memamerkan hal yang pertama terjadi dalam hidupnya. Jatuh cinta.
* * *
Mereka kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mino mulai memenuhi janjinya pada Aeri dengan melakukan penelitian pada bunga yang tadinya dibawa untuk Aeri. Taehyun selain sibuk dengan perusahaan, ia juga tengah sibuk membantu Eunsoo mempersiapkan pernikahan mereka yang semakin dekat.
Sedangkan Seunghoon, ia selalu sibuk dengan goal-goal perusahaan dan kini ia menambah kesibukannya dengan mengisi waktu yang hilang bersama Seunghi. Lain lagi dengan Jinwoo yang hari-harinya diisi dengan visit ke ruangan perawatan pasien-pasiennya dan menerima konsultasi di sela kesibukannya. Sementara Seungyoon, dalam penantian lagunya rilis malam ini. sebuah lagu yang ia produksi khusus untuk ayahnya.
Selagi menunggu, Seungyoon menyempatkan diri untuk bertemu kakek Go yang baru-baru ini keluar dari rumah sakit. Kakek Go adalah seorang penjual sayur yang tak sengaja mengalami insiden dimana Seungyoon terlibat dalam insiden itu, karena itulah Seungyoon merasa ia bertanggung jawab atas semua tindakan medis kakek Go. Mereka berjanji untuk bertemu di dekat rumah sakit.
"Seungyoon-ah!" panggil kakek Go yang datang tergopoh-gopoh sambil membawa bungkusan di tangannya.
"Oh! Pelan-pelan saja, kek." Seungyoon meraih lengan kakek Go lalu memapahnya masuk ke dalam sebuah café untuk menghangatkan diri lebih dulu.
"Harusnya kau hanya perlu menuliskan alamatmu lalu aku akan ke sana. Kakimu masih tidak boleh banyak bergerak dan udara musim dingin benar-benar tak mengenal umur." Seungyoon sedikit mengomel kepada kakek Go tapi kemudian ia tersenyum dengan lembut.
"Tidak apa. Aku tidak apa-apa. Ayo kita pergi." jawab kakek Go.
Seungyoon telah sampai di rumah kakek Go, perjalanan tiga jam membawanya ke kota kecil dengan pemandangan yang masih asri. Kakek Go membawa Seungyoon melihat kebun yang ada di belakang rumahnya, membuatnya berpikir bahwa kakek Go menjual hasil kebunnya sendiri.
Di tempat lain, Mino mendapat panggilan telepon dari presdir Choi yang menanyakan keberadaan Seungyoon saat sedang melakukan penelitian yang kesepuluh sejak ia memulai penelitian sebulan yang lalu. Bunga yang tadinya dibawa untuk mengobati Aeri pada akhirnya ia teliti untuk membuat obat bagi penderita Ataxia, seperti pesan Aeri.
"Seungyoon? Aku juga mencarinya dua hari ini, presdir." Jawab Mino terkejut.
"Dia tidak mengatakannya padamu kemana dia akan pergi? atau dengan siapa?" tanya presdir Choi kembali.
"Tidak." jawab Mino singkat. Tentu saja Mino tidak tahu siapa yang mungkin Seungyoon temui di luar sana.
Tidak bisa menghubungi Seungyoon, tidak tahu siapa teman-teman Seungyoon selain keempat chaebol itu, dan tidak ada yang mereka curigai membuat semua mengambil langkah yang sama, melakukan pencarian dan penyisiran tempat yang mungkin Seungyoon datangi.
Di kediaman kakek Go, Seungyoon memeriksa ponselnya dan baru sadar batre ponselnya telah habis, "kakek, aku lupa membawa charger ponsel, apa kau tidak punya ponsel yang bisa kupakai?" tanya Seungyoon sopan, dan kakek Go hanya menggeleng sambil tersenyum.
"Begitu. Aku lupa menghubungi keluarga dan teman-temanku." Ucapnya kecil sambil melihat-lihat ponselnya.
* * *
"Seungyoon tidak ada dimanapun, presdir." Jinwoo dan ketiga temannya berada di rumah Seungyoon, bertemu dengan presdir Choi untuk membicarakan tentang hilangnya Seungyoon.
"Presdir, ada panggilan video di line pribadi." Sekretaris Hong langsung menyalakan tv untuk menyambungkan dengan panggilan di line pribadi. Seorang kakek muncul di layar tv.
"Apa kau ingat denganku, Choi Seunghyun?" tanya kakek yang membuat presdir berpikir dengan keras siapa pria tua yang menghubunginya ini.
"Kau pasti tidak ingat. Sudah 27 tahun berlalu, tapi kau pasti tahu siapa yang ada di belakangku?" lanjutnya sambil menggeser tubuhnya agar kamera bisa menangkap tubuh yang familiar untuk mereka.
"CHOI SEUNGYOON!"
* * *
Saat Seungyoon tengah melihat-lihat ponselnya, kakek Go mendekati Seungyoon dengan sapu tangan yang ada di tangannya bersiap membekap Seungyoon. Dengan mudah, Seungyoon pingsan karena bius yang diberikan kakek Go, "anak bodoh."
Seungyoon dipindahkan ke sebuah rumah tua yang berada di pelosok. Kakek Go langsung mengikat tangan dan kaki Seungyoon untuk memastikan dirinya aman bila Seungyoon tiba-tiba terbangun. Sebelum memindahkan Seungyoon, ia membersihkan jejak Seungyoon di rumah itu. Kakek Go sudah merencanakannya selama 27 tahun jadi ia yakin, jikapun Seungyoon mati hari ini, tidak ada yang bisa melacak keberadaan kakek Go.
* * *
Presdir Lee, presdir Kang, presdir Kwon dan presdir Dong turut hadir setelah mendapat pesan dari anak-anak mereka untuk datang. Kini kelima presdir itu bersama anak-anak mereka memperhatikan wajah kakek itu, ruangan yang mereka pakai termasuk keadaan Seungyoon sebelum akhirnya kakek itu memutus panggilan video mereka.
"Go Hyunki." Bisik presdir Lee membuat yang lain terkejut.
"Siapa kau bilang?" tanya presdir Choi.
"Ketua Go Hyunki dari grup Go." Jawab presdir Lee yakin.
"Jangan-jangan..." tebak presdir Kang.
"Benar! Dia adalah ayah dari direktur Go Hyunjung yang bunuh diri setelah kalah dalam lelang proyek J Royal Corporation." Sambung presdir Lee.
"Kudengar, perusahaannya bangkrut tanpa sisa setelah sahamnya merosot tajam. Investor menarik kembali uang mereka dan pada akhirnya grup Go terlilit hutang. Meski hutang dibayar lunas tapi tidak ada yang tersisa. Ketua Go jatuh miskin dengan penderitaan yang tak terkira karena anaknya memilih bunuh diri." Cerita presdir Lee lagi.
Panggilan video kembali tersambung, "Kau sudah ingat aku?" tanyanya yang mendapati wajah presdir Choi terlihat stress.
"Apa maumu?" tanya presdir Choi kemudian dengan nada yang dingin.
"Pembatalan sepihak atas kontrak kerjasama kalian dengan J Royal Corporation!" kakek itu memberikan senyum yang mengerikan saat menyatakan keinginannya.
"Apa kau gila? Kontrak kerjasama itu sudah berjalan 20 tahun lebih, apa kau pikir mungkin membatalkannya?" nada bicara presdir Choi meninggi setelah mendengar tuntutan sang kakek.
"Apa kau pikir kematian anakmu bukan suatu hal yang tidak mungkin?" balas si kakek.
Kegeramanan dari setiap orang yang ada di ruang kerja presdir Choi menguap bersamaan membuat suasana menjadi tegang.
"Aku ingin tahu berapa harga nyawa anakmu? Semua harus sepadan Choi Seunghyun. Hancurkan Bigbang Corporation atau kau akan melihat mayat anakmu dalam beberapa jam lagi. Waktumu satu jam dari saat aku memutus sambungan ini. Aku akan memberikan kejutan lain untukmu." Kemudian sambungan pribadi terputus.
J Royal Corporation adalah sekutu terbaik Bigbang Corporation. Perusahaan ini adalah pemain lama dalam dunia bisnis, tidak akan menguntungkan mencari masalah dengan perusahaan besar seperti mereka. satu pertiga saham dari seluruh aset Bigbang Corporation, jika kontrak kerjasama dihentikan sepihak oleh mereka maka tak ada bedanya dengan mereka menggali kuburan mereka sendiri.
Memilih antara Bigbang Corporation dan Seungyoon sangat mudah dilakukan presdir Choi jika Bigbang Corporation adalah miliknyapribadi. Ia tak kan berpikir dua atau bahkan berkali-kali jika semua adalah miliknya, yang membuat keputusan ini berat adalah ada empat orang lainnya yang juga berhak membuat keputusan untuk Bigbang Corporation. Karena Bigbang Corporation dimiliki oleh lima group dan memiliki lima Presdir.
* * *
"Kami akan mencarinya lagi, presdir. Ayo teman-teman!" ajak Mino kepada teman-temannya. Mereka berempat pergi dengan tujuan yang belum ditentukan.
"Kenapa Seungyoon tidak berkutik? Pria tua itu hanya seorang kakek-kakek, bukankah lawannya sangat mudah?" Seunghoon mendumel didalam mobil.
"Tidak, jika kakek itu tahu bahwa Seungyoon memiliki..." Mino menggantung kalimatnya.
"… Amathophobia!" sambung Taehyun.
"SIAL!" umpat Seunghoon.
* * *
"Kau tidak akan benar-benar membatalkannya kan?" tanya presdir Kwon yang dijawab dengan helaan napas yang panjang dan berat.
"Choi Seunghyun?!" panggil Jiyong. Baru akan menjawab, sambungan telepon kembali terhubung dengan mereka.
"Bagaimana? Apa kau sudah membuat keputusan? Kau ingin aku meyakinkanmu untuk membuat keputusan?" tanya kakek dengan nada meledek yang semakin membuat presdir Choi semakin geram.
"Perhatikan ini, yang terhormat presdir Choi." kakek itu menunjukkan ruangan sempit tempat mereka berada. Debu dan minim cahaya matahari yang membuat udara lembab menambah kekhawatiran presdir Choi. Ibu dari Seungyoon berteriak histeris melihatnya, menangis dan meraung meminta suaminya melakukan sesuatu. Membayangkan dengan apa yang terjadi pada putra bungsunya jika sugesti phobianya kambuh. Terakhir kali, Choi Seungyoon dirawat diam-diam di rumah sakit tempat Jinwoo praktek karena Alergi debu yajg dimilikinya berkembang menjadi phobia. Seungyoon akan cenderung menahan nafasnya agar debu tak terhirup, dan semakin lama akan semakin kesulitan bernafas. Saat itu Jinwoo bahkan kesulitan mematahkan sugesti Seungyoon karena anak itu keras kepala.
"Kau tahu maksudku, kan? Jika kau cukup pintar, kau tidak akan berpikir dua kali untuk menghubungi J Royale Corporation dan membatalkan kontrak kerjasama itu. Kau tahu ia memiliki penyakit kan?" tawa kakek itu terdengar sangat jahat.
"Kutunggu jawabanmu, Choi Seunghyun!" ledeknya lagi.
"IBU!" suara Jiho menggema seiring dengan tangannya yang meraih tubuh nyonya Choi yang terkulai lemah karena pingsan.
"Apa sudah ada kabar dari tim pelacak, sekretaris Hong?" tanya presdir Choi. Sekretaris Hong menggeleng pelan.
"SIALAN!!!" umpat presdir Choi.
"Karena ini adalah saluran yang dibuat manual seperti ponsel dan gps mobil tuan muda, kami tidak bisa melacaknya dengan mudah. Pelacak yang dipasang di mobil tuan muda sudah terlepas di garasi. Sepertinya dia punya orang di dalam lingkungan ini." jelas sekretaris Hong.
Presdir Choi beranjak dan berdiri di depan presdir Kwon. Tanpa ragu ia melipat lututnya di depan presdir Kwon. Presdir Choi berlutut, "izinkan aku melakukannya. Menyelamatkan Seungyoon. Aku mohon, Jiyong-ah." mohon presdir Choi dengan air mata yang sudah turun.
Alasan kenapa presdir Choi memintanya pada presdir Kwon karena presdir Kwon adalah pencetus Bigbang Corporation walaupun presdir Choi berperan besar dalam membangun Bigbang Corporation sampai seperti saat ini. Bigbang Corporation adalah perusahan dengan lima pemimpin di dalamnya, jika salah satu menjatuhkan diri maka tidak ada kemungkinan empat lainnya dapat bertahan.
"Hyung." panggil presdir Kwon tak percaya.
"Akan kuberikan semua yang aku dan istriku punya untuk membangun kembali Bigbang Corporation, tapi izinkan aku melakukannya untuk putraku." Pinta presdir Choi lemah.
"CHOI SEUNGHYUN!" bentak presdir Kwon.
"Seungyoon. anakku akan kesulitan bernapas jika dia sudah melihat debu. Dia akan ketakutan, Jiyong-ah." tangisnya lagi.
"27 tahun dan kita masih berjuang menpertahankan semua, lalu kau ingin menghancurkannya dalam beberapa jam hanya karena gertakannya?" tanya Jiyong yang mulai menitikkan air mata.
"Tapi anakku akan berhadapan dengan maut. Bantu aku menyelematkannya."
Baik presdir Dong, presdir Kang maupun presdir Lee tak tega mendengar suara rintihan kepedihan presdir Choi yang mereka kenal sebagai hyungnim yang biasanya terlihat tegas, kuat dan berwibawa.
* * *
"Hyung. Choi Seungyoon tidak akan apa-apa kan jika phobianya kembali?"tanya Taehyun tiba-tiba.
"Aku tidak yakin. Kalian tahu bagaimana keadaannya ketika ia kembangkan alerginya itu menjadi phobia kan? Semua dari kita sangat bekerja keras membantunya saat itu, aku bahkan merasa hari itu adalah hari terburukku sebagai Psikiater. Karena, butuh waktu lama membuat Seungyoon kembali ke kehidupan normal. Kau dan Seunghoon membantu mencairkan kekeras kepalaannya, Mino sampai harus bergadang karena hampir setiap kesempatan ia harus memakaikan alat bantu pernafasan ketika Seungyoon mulai menahan nafasnya. Semoga saja semua yang kita khawatirkan tidak terjadi." ujar Jinwoo menjelaskan.
"Tapi, kemana kita akan mulai mencarinya? Bukankah ini hanya akan membuang-buang waktu?" tanya Seunghoon.
"Tunggu! Apa kalian lihat kursi dimana Seungyoon duduk tadi? Bukankah itu kursi tua buatan Charles Boulver? Kursi itu adalah kursi antik dari tahun 1900-an dan hanya diproduksi tiga buah saja. Satu dimiliki oleh pangeran arab." jelas Jinwoo.
"Satu dimiliki museum nasional Inggris, dan yang terakhir dimiliki oleh orang Korea. Taehyun!" lanjut Mino.
"Sedang kulacak!" sahut Taehyun. Ia mencari semua info yang berhubungan dengan kursi tua itu, baik dari info resmi maupun ilegal. Tak butuh waktu lama bagi Taehyun untuk menemukan lokasinya.
"Sukjaedong, 1 kilometer dari Namgyudong." Sahut Taehyun.
* * *
"Aku belum mendengar jawabanmu, Choi Seunghyun."Senyuman jahat kakek itu terkembang lagi, ia terlihat senang membuat presdir Choi menderita dengan bermain-main menggunakan Seungyoon.
"Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" umpat presdir Choi.
"Tidak ada gunanya membuatku kesal. Lihat ini!" pamernya.
Kakek itu membuka plester mulut dan ikatan Seungyoon, lalu menampar Seungyoon setengah keras untuk membangunkannya. Nadanya meninggi saat Seungyoon tak juga bangun dan presdir Choi memintanya berhenti.
"BANGUN, CHOI SEUNGYOON!" tamparan terakhir yang dilayangkan kakek itu membuat Seungyoon merintih kesakitan di sekitar kepalanya.
"CHOI SEUNGYOON! Tutup matamu! Tutup matamu, Seungyoon-ah." teriak presdir Choi.
Seungyoon terkejut menemukan ayahnya di layar tv, keheranannya dengan yang terjadi membuat Seungyoon mulai menyisir ruangan tempat ia berada sekarang. Tiba-tiba, Seungyoon bergetar, bahkan tubuhnya menjadi kaku tak bisa bergerak karena menemukan debu yang banyak di sekitarnya bahkan ada debu yang menempel di telapak tangannya. Seungyoon mulai terbatuk dan sulit bernapas.
Seungyoon mencoba memberikan sugesti pada dirinya, Jangan bernapas dengan hidung atau debu akan masuk memenuhi paru-paruku. Aku akan tercekik bila bernapas dengan hidung. Seungyoon mengulang itu dalam dirinya.
Seungyoon memiliki Amathophobia atau ketakutan akan debu dan fobianya ini sudah pada tahap yang cukup serius. Saat masih kecil, ia pernah terhirup pasir pantai Okinawa hingga membuatnya kesulitan bernapas dengan rasa seperti dicekik. Sejak itu ia tak bisa berada di ruangan berdebu atau wilayah dengan butiran debu yang banyak dan terlihat oleh mata. Satu-satunya yang bisa Jinwoo bantu adalah menanamkan sugesti baru untuk mencegah Seungyoon membunuh dirinya dengan sugesti buruk yang ia ciptakan ketika panik.
"Akan kulakukan, Go Hyunki! Tapi keluarkan dia dari sana!! Akan kubatalkan kontrak seperti yang kau mau!!" presdir Choi memohon pada kakek yang menyekap putranya setelah melihat yang terjadi pada Seungyoon.
Wajah Seungyoon memerah, ia terjatuh dari kursi yang didudukinya lalu mulai menahan nafasnya.
"Seungyoon-ah!".
-BRAK!-
Suara pintu terbuka yang ditendang Taehyun, "Eii~ sudah tua masih saja bertingkah." Ejek Taehyun.
-DORR!-
Letusan pistol yang dipegang kakek itu mengenai lengan kiri Taehyun. Tanpa ragu Taehyun membalasnya dengan menendang tangan yang memegang senjata hingga senjata itu terlempar jauh dari tangannya, kemudian memukul kakek itu dengan sangat keras hingga pingsan.
"Dia memang hanya kakek-kakek. Dipukul sekali langsung pingsan." remeh Taehyun yang membuat Mino tertawa kecil.
Taehyun melihat ke layar tv, "Appa-deul, everything is under control now. Jangan khawatir apalagi sampai menghancurkan perusahaan yang kalian bangun. Kami akan membawa Seungyoon ke rumah sakit sekarang. Sampai jumpa di sana."
Mereka membawa Seungyoon keluar dari sana, namun ada kemacetan karena kecelakaan yang terjadi. Jinwoo dan Mino masih terus berusaha mematahkan sugesti Seungyoon.
"Bukankah itu ambulan? Aku akan bertanya apakah mereka tidak memiliki pasien." Mino melihat sebuah ambulan diantara kemacetan jalan menuju Seoul. Ia turun dan berlari mendekat ke ambulan, menanyakan pada pengendara setelah menyebutkan dirinya dokter, izin diberikan. Beruntung ambulan itu baru pulang dari mengantar pasien, jadi Mino segera memberi kode pada teman-temannya untuk membawa Seungyoon ke ambulan.
"Bawa ke rumah sakit Ildong!" perintah Mino pada supir.
Mino mulai memasangkan alat bantu pernapasan pada Seungyoon tapi saat akan mengaktifkannya, alat itu tak berfungsi bahkan mesin oksigen tak hidup. Mino sedikit panik melihat ketidakberuntungannya.
"Kenapa tidak ada yang berfungsi?" tanya Mino pada seorang perawat yang masih terkejut melihat penumpang asing dalam ambulannya.
"HEY! AKU BERTANYA!" bentak Mino.
"Eh?! Alatnya belum diperbaiki, dok-dokter." Ucapnya ragu.
"Sial!" umpat Mino.
"Seungyoon, bertahanlah!" kuat Jinwoo yang semakin panik karena wajah Seungyoon mulai membiru.
"Kau punya kantung karton? Atau sesuatu yang mirip dengan itu?" Jinwoo bertanya pada perawat, Mino mencerna sesaat kemudian ikut mencari dan membongkar semua laci yang ada di ambulan.
Lagi-lagi keberuntungan tak berpihak pada mereka, Mino tak menemukan satu bendapun yang bisa membantu Seungyoon memperlancar napasnya. Jinwoo tak punya pilihan lain, ia terus memberi Seungyoon sugesti positif walaupun kekuatan sugesti Seungyoon jauh lebih besar.
Begitu tiba di rumah sakit, presdir Choi bersama keempat presdir lainnya termasuk Taehyun dan Seunghoon juga nyonya Choi dan Jiho menyambut kedatangan Seungyoon dengan perasaan yang campur aduk. Mino berlarian lebih dulu ke dalam ruang emergency, ia memeriksa semua selang oksigen. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, namun sayangnya tak ada yang bisa digunakan. Tidak ada yang menyadari jika semua selang oksigen telah rusak, bahkan beberapa tabung oksigen mengalami kebocoran.
Go Hyunki yang pernah dirawat di rumah sakit Ildong menjadi tersangka tunggal pengrusakan selang oksigen di rumah sakit Ildong, ia telah merencanakan ini dari awal saat melihat Seungyoon mulai berempati terhadapnya. Rekaman CCTV Go Hyunki diperlihatkan ke Mino saat ia mulai berang melihat kelalaian petugas emergency dan seluruh staff rumah sakit.
"Hyung, bantu aku. Salurkan sugesti kepadanya untuk tetap tenang. Aku harus melubangi sedikit tenggorokannya agar Seungyoon bernapas normal." Ucap Mino yang berlarian kesana-kemari mencari alat yang bisa dipakai sambil mensterilkan tangannya. Namun, sugesti yang diberikan Jinwoo tak lagi bekerja untuk Seungyoon.
Kepanikan Jinwoo ditangkap jelas oleh Mino, "Presdir Choi. Dia butuh ayahnya, Hyung!" saran Mino. Jinwoo berlari keluar dan memanggil presdir Choi lalu masuk kembali bersama presdir Choi yang terlihat sangat khawatir pada putra bungsunya.
"Seungyoon, kau dengar aku? Aku ayahmu. Kau percaya padaku kan? Ayo kita coba bernapas perlahan dengan hidung. Jangan takut, debunya sudah hilang. Aku sudah membersihkannya, bahkan pada tanganmu. Kau aman sekarang. Ayo bernapaslah seperti biasa." presdir Choi membantu Seungyoon secara perlahan sampai anaknya bernapas dengan normal.
Setelah melihat Seungyoon mulai bernapas, presdir Choi berbisik pada Seungyoon, "anak pintar."
Saat Seungyoon mencoba menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya, Seungyoon mengalami kesulitan. Napasnya benar-benar tercekat seakan ada benda besar yang menimpa dadanya. Melihat ada yang aneh, presdir Choi menatap lekat wajah anaknya.
"Seungyoon-ah!"
"Ayah. C. B. C. Huuuff." Ucap Seungyoon terbata-bata berusaha mengucapkan kata sebelum buangan napasnya yang terakhir. Jantungnya sudah pada tahap pertahanan terakhir.
Mino sudah kembali dengan pisau bedah di tangannya saat ia kemudian menjatuhkan pisau bedah ketika melihat Seungyoon menghembuskan napas terakhirnya. Tidak mungkin. Ucap Mino dalam hati bersamaan dengan air mata yang menetes keluar dari matanya.
"Seungyoon-ah. kenapa? Bangunlah, brengsek! CHOI SEUNGYOON! BANGUNLAH!!" teriak Taehyun menarik-narik baju Seungyoon hingga jenazahnya ikut terguncang. Tangis pria paling tegar itu pecah seketika, bahkan ia tak merasakan sakitnya lengan yang tertembak.
"Hyung, jangan bercanda. Aku paling tidak suka kau bercanda seperti ini. Bagun! Ayo kita pulang, Seungyoon hyung. Aku berjanji akan memangilmu hyung dan bersikap hormat padamu. Tapi bangunlah!". Tangis seorang Kwon Taehyun yang pecah.
Bayangan kenangan pun mulai muncul...
"Yakk! Tidak bisa kah kau hormati aku sedikit? Meski tahun kelahiran kita sama tapi aku tetap lebih tua darimu. Panggil aku hyung!".
"Aku tidak mau." ketusnya. Seungyoon pun terlihat kesal kala itu.
"Kalian bertiga itu tidak ada yang memiliki kharisma menjadi seorang kakak. Sebutan yang pantas untuk anak manja seperti kalian itu... Bayi raksasa!".
"YAK!!". Teriak Seunghoon, Mino dan Seungyoon bersamaan. Itu membuat Jinwoo tergelak, karena hanya Jinwoo yang dipanggil hyung oleh Taehyun.
Jinwoo terisak sambil memandang tubuh kaku Seungyoon yang tak lagi memiliki ruh di dalamnya, dan Seunghoon memukul tembok sambil menangis. Nyonya Choi tiba dengan dipapah Jiho, ia sudah menangis bahkan sebelum melihat jenazah Seungyoon.
Presdir Choi sembari menangis, berjalan dengan gontai ke ruang tunggu dan mengambil kasar remote tv lalu mengganti saluran tv menjadi CBC seperti yang disebutkan Seungyoon tadi.
"Annyeonghaseyo yeorobun, Tablo ibnida. Ah, aku sangat tegang hari ini karena aku harus menyampaikan pesan milik penyanyi kesukaanku, Choi Seungyoon."
"Sebuah lagu darinya dijadwalkan rilis dua hari yang lalu, tapi saat kutanyakan alasannya menunda, Seungyoon-ssi bilang ingin merilis di hari yang sama dengan ulang tahun ayahnya. Karena itulah aku menjadi lebih tegang, bahkan lebih tegang dibanding saat aku merilis musikku sendiri. Hahaha. Jadi, lagu Seungyoon-ssi yang akan kutayangkan akan mengiringiku dalam membaca surat yang ditulis khusus untuk Ayahnya." Tablo membuka acaranya dengan langsung menyebutkan tentang Seungyoon.
"Ayah dari penyanyi Seungyoon-ssi, kalau anda menonton acara ini. Anda memiliki putra yang luar biasa hebat." Sambung Tablo.
"'Ayah, kau tahu selalu ada jarak diantara kita bukan? Karena jarak itulah aku tidak pernah bisa mengatakan semuanya di hadapanmu. Aku menyayangimu. Aku bangga mempunyai ayah yang keren sepertimu. Saat kau bilang kau tidak pernah sekalipun tidak mengkhawatirkanku, aku melompat kegirangan, kenyataan bahwa kau menyayangiku itulah yang membuatku terlalu girang. Aku berjanji, tidak akan pernah menyesal telah menjadi bagian keluarga Choi. Seperti katamu, meski aku matipun nama keluargaku tetap Choi. Maaf, dan Selamat ulang tahun, ayahku. Saranghaeyo.'" Tablo membacakan surat dari Seungyoon untuk presdir Choi.
Lagu baru yang dibuat Seungyoon diputar penuh begitu Tablo selesai membaca surat dari Seungyoon. Sebuah lagu dengan genre ballad ini dibuat Seungyoon dengan judul 'I Will Write A Letter'. Presdir Choi terhuyung ke lantai mendengarkan setiap lirik yang Seungyoon nyanyikan.
Penyesalan pun muncul, seandainya ia tak mengulur waktu dan membuat Go Hyunki –kakek yang menyekap Seungyoon kesal, mungkin sekarang ia tengah menikmati lagu itu bersama seluruh anggota keluarganya. Penyesalan yang sama juga dirasakan oleh keempat sahabat Seungyoon. Jika saja mereka lebih cepat bergerak, Seungyoon takkan hanya jasad yang dingin dan kaku seperti sekarang.
Penyesalan juga menyergap presdir Kwon. Ia terus berpikir bagaimana ia akan menebus rasa bersalahnya pada presdir Choi karena ia tak memberikan dukungan kepada presdir Choi untuk membatalkan kontrak dengan J Royal Corporation.
Dan penyesalan memang selalu datang terlambat. Meski semua akan baik-baik saja di masa depan, tapi penyesalan tetaplah penyesalan yang selalu menjadi duri dalam daging.
* * *
Ingatkah kalian?
27 tahun yang lalu.
Saat Jang Sohee sedang berada di ambang maut karena tubuhnya yang dililit sebuah bom oleh Jang Jihyun, ibunya Choi Jiho, saudaranya sendiri.
Saat itu kalian bertanya padaku kabel mana yang harus dipotong untuk menyelamatkannya. Kuberikan jawaban kabel biru akan menyelamatkannya.
Memang Seungri yang menanyakannya padaku, tapi Seunghyunlah yang menggunakan jawabanku dan kematian Seungyoon adalah bayaran yang harus dibayarnya karena aku telah menyelamatkan ibunya 27 tahun yang lalu.
Seperti itulah kehidupan putra-putri kalian jika tetap dibiarkan bersahabat. Keadaan itu juga yang menjadi dasar dari awal aku mengatakan kalian untuk melarang anak kalian bersahabat, agar nasib buruk ini tidak menimpa salah satunya.
-Kiss Note-