Desiran angin malam dan napas berat nan kasar milik Taehyun mendominasi pendengaran Eunsoo, meski deru suara kendaraan yang lalu-lalang di bawah terdengar cukup jelas karena jam sibuk kota Seoul masih berlangsung.
Eunsoo masih di posisinya setelah yakin Taehyun sudah lebih tenang dari sebelumnya. Ia menatap Taehyun yang tertunduk kaku, tak tahu apakah Taehyun memikirkan sesuatu atau justru pikirannya tengah kosong. Ia tak memiliki keberanian untuk beranjak dari tempatnya, takut akan mengganggu keadaan Taehyun saat ini.
Beberapa saat yang lalu Taehyun terlihat berada di titik terlemahnya, menangis seperti orang yang menyesali seluruh yang terjadi pada hidupnya. Namun saat ini, Taehyun terlihat sangat dingin dan sulit diraih.
"Aku akan pergi jika kau merasa tidak nyaman dengan keberadaanku." Akhirnya Eunsoo memberanikan diri membuka suara, sayangnya Taehyun tak merespon Eunsoo, ia masih tertunduk.
1 menit. 2 menit. Eunsoo beranjak dari tempatnya.
"Kenapa kau bertahan?" tanya Taehyun tiba-tiba menghentikan Eunsoo yang mulai beranjak.
Eunsoo terlalu terkejut dengan pertanyaan Taehyun hingga ia hanya membisu sambil meletakkan kembali lututnya di lantai dingin atap gedung.
"Kenapa kau masih bertahan setelah semua yang kulakukan kepadamu, Yoon Eunsoo?" Taehyun mengulang pertanyaannya sambil mengangkat wajahnya hingga kedua iri hazelnya bertemu dengan milik Eunsoo.
"Kau tidak menjawab." Ucap Taehyun yang mengalihkan pandangannya.
"Eommoni." Jawab Eunsoo singkat.
Taehyun kembali menatap Eunsoo untuk mendengar lanjutan ucapannya, "Aku bertahan karena permintaan seorang ibu. Ibumu yang memintaku bertahan di sisimu." Lanjut Eunsoo.
"Ibuku?" tanya Taehyun tak percaya. Selama ini ia meyakini bahwa ibunya mungkin sangat terluka setiap kali melihat Eunsoo karena wajahnya yang mirip dengan Eunhye, wanita yang menjadi rival abadinya.
"Benar. Ibumu sampai mengajakku bertemu psikiater Lee untuk bisa mengerti dirimu." Jawab Eunsoo.
"Mengerti diriku?" Taehyun kembali bertanya.
"Mengerti bahwa kau tetap Kwon Taehyun yang sama dengan Kwon Taehyun yang berumur 5 tahun, semua perlakuan kasar, perkataan yang tajam, tatapan mata yang membunuh bahkan kepekaan yang minim adalah sesuatu yang terpaksa kau lakukan untuk menyembunyikan kerapuhan dan kelemahan dirimu dari orang lain." jelas Eunsoo sembari menatap lekat pria yang ada di hadapannya.
"Dan yang lebih menyedihkan, kau bahkan menyembunyikan kerapuhan di depan ibumu sendiri." sambung Eunsoo.
"Psikiater Lee berkata padaku bahwa kau adalah seorang anak yang belum dewasa, merengek lewat perilaku yang kasar, menangis melalui ucapannya yang tajam dan mencari perhatian dengan menjadi yang terbaik di antara teman-temanmu. Kau melakukan itu bukan untuk membuktikan bahwa kau baik-baik saja kepada dunia tapi kau melakukannya untuk meyakinkan dirimu bahwa kau baik-baik saja dan akan selalu baik-baik saja. Analisa psikiater Lee membuatku menganalisa dirimu kembali dan mulai setuju dengan ucapannya." Eunsoo mengingat kembali ucapan Jinwoo saat bertemu dengannya.
"Lalu, apa yang ibuku katakan ketika mendengarnya?" tanya Taehyun.
"Ibumu memohon padaku untuk bertahan. Ia menekan perasaannya akan bibi Eunhye karena bertahta di hati presdir Kwon hanya agar kalian berdamai melalui kehadiranku di antara kalian. Ibumu merasa dialah yang menjadi penghambat hubungan antara kau dan presdir Kwon." Kenang Eunsoo.
Mendengar jawaban Eunsoo, Taehyun berdiri dan membelakangi Eunsoo. Membuat wanita itu bertanya dalam hati tentang sikap Taehyun.
"Jangan terlalu menganggap serius permintaan ibuku. Jika itu menjadi beban untukmu, kau bisa pergi." tutup Taehyun. Kemudian, ia berjalan menuju pintu.
"Bagaimana jika aku yang tidak ingin pergi?" Eunsoo meninggikan suaranya hingga Taehyun mendengar dan menghentikan langkahnya.
"Bagaimana jika aku yang ingin berada di sampingmu?" suaranya terdengar berat karena menahan laju liquid bening yang sudah memenuhi pelupuk matanya. Ia berdiri namun tetap menunduk karena tak ingin melihat punggung Taehyun menghilang di balik pintu.
Namun tiba-tiba kehangatan menjalar bukan hanya di sekitar wajahnya tapi rasa hangat itu terasa di sekujur tubuhnya. Kedua telapak tangan Taehyun sudah berada di sisi pipi Eunsoo, menyentuhnya dengan lembut.
"Ulangi. ulangi ucapanmu tadi." pinta Taehyun lembut.
"Ba-bagaimana jika aku yang tidak ingin pergi darimu, Kwon Taehyun?" ulang Eunsoo dengan terbata dan air mata yang kembali membasahi wajahnya.
Taehyun menatap kedua mata Eunsoo. Wanita itu bisa merasakan dalamnya tatapan Taehyun saat ini. Perlahan tangan yang menyentuh pipinya berpindah merengkuh lehernya dan menarik kepalanya hingga bibir mereka saling menyentuh dan bertaut. Eunsoo kembali merasakan ketulusan dari kecupan Taehyun kali ini. Tulus.
Keduanya menarik diri setelah cukup lama berciuman. Eunsoo menunduk mengambil napas, sedang Taehyun menyandarkan kepalanya di puncak kepala Eunsoo, "Saranghajimayo, Yoon Eunsoo. Naega anhimyeon." Ucapnya kemudian yang membuat mata Eunsoo membulat, terkejut dengan ucapan Taehyun.
"Aku. Aku tidak tahu harus mulai darimana. Mianhae, gomawo atau saranghae, tapi aku akan tetap memulainya. Aku akan mulai belajar memahami dan mencintaimu, Eunsoo. Cukup dengan ayahku, aku tidak mau mempelajari dirinya hingga melukai diriku. Namun, itu tidak akan terjadi lagi padamu. Jadi, selagi aku belajar mencintaimu, jangan mencintai jika itu bukan aku, Eunsoo." Tukasnya.
"Tidak akan, Taehyun!" jawab Eunsoo. Wanita itu mulai mengangkat wajah untuk melihat Taehyun yang baru saja membuat pengakuan padanya.
Mendengar jawaban Eunsoo membuat sesuatu yang tidak pernah dirasakan sebelumnya dengan cepat menjalar ke seluruh tubuh Taehyun yang membuat kedua ujung bibirnya menarik ke atas tanpa berusaha ditahannya. Sebuah senyum ketulusan pertama dari Taehyun.
* * *
Presdir Choi masuk ke dalam ruang rawat presdir Kwon saat nyonya Kwon sedang tak berada di tempat. Presdir Choi memang sengaja mampir ke rumah sakit untuk melihat keadaan sahabatnya sebelum ia memulai hari yang sibuk.
"Kau baik-baik saja?" tanya presdir Choi.
"Hmm." jawab presdir Kwon singkat.
"Kenapa kau menyembunyikannya? Apalagi dariku." lanjut presdir Choi.
"Kita bukan lagi anak-anak. Kau, aku dan yang lain punya tanggung jawab dan kehidupan masing-masing sekarang. Lagipula jika aku membiarkan kalian tahu, dia akan menangis lagi karenaku. Cukup dengan tidak memberinya tempat di hatiku sudah menjadikanku pria yang buruk, memberitahu tentang sakitku hanya akan membuatnya terus menangis sepanjang malam. Aku sama sekali tak berhak menerima air matanya setelah selama ini dia merawat Taehyun seorang diri." Jawab presdir Kwon.
"Apa Kwon Jiyong yang kukenal dulu sudah kembali?" ledek presdir Choi.
"Hahaha. Aku memang tidak pernah kemana-mana, bodoh." balas presdir Kwon.
"Kau harus turuti semua yang disarankan oleh Mino. Jangan menjadi kasar, cukup diam dan lakukan. Kau mengerti?".
"Aigoo, semakin tua kau semakin cerewet saja.". Umpatannya malah membuat keduanya terkikik.
"Masuklah, Taehyun. Aku sudah selesai bicara dengan ayahmu." Ucap presdir Choi.
Bunyi pintu terbuka dan Taehyun berjalan masuk dengan sedikit menunduk. Ia mengangkat kepalanya saat tiba di hadapan dua orang tua itu.
"Aku akan meninggalkan dua pengawal di depan kamar ini, berjaga agar kau tidak kabur." Lanjut presdir Choi sambil menatap curiga presdir Kwon.
"Aku bukan anak kecil lagi, Choi!" protes presdir Kwon.
"Kau memang bukan anak kecil tapi kau pria tua gila." Balas presdir Choi yang disambut tawa kecil presdir Kwon. Presdir Choi meninggalkan ruangan untuk memberikan ruang bagi ayah dan anak itu bicara.
Taehyun masih berdiri di hadapan ranjang presdir Kwon, "Ada yang ingin kau bicarakan denganku? Kenapa tatapanmu seperti itu?" buka presdir Kwon.
"Apa aku harus punya alasan yang kuat untuk bisa melihat ayahku?"
Ucapan Taehyun berhasil membuat presdir Kwon diam. "Ayah." panggilnya kemudian dengan nada yang berbeda dari biasanya, terdengar lembut namun tetap kuat.
"Apa aku seorang monster? Ah. Aku memang monster." Racaunya.
"Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Harusnya aku yakin saat kau menggendongku waktu kecil, itu bukan sekedar mimpi atau menyadari tanganmu terluka karena memperbaiki mobil kayuku." Isakan Taehyun mulai terdengar, ia menenggelamkan kepalanya dengan menunduk dalam.
"Tapi aku menutup mata saat itu dan tidak menyadari kasih sayangmu dimulai dari hal-hal sepele itu. Maafkan aku, ayah. Maafkan aku yang menjadi monster karena rasa dendamku." Sambung Taehyun.
"Tegakkan kepalamu, Kwon Taehyun." Perintah presdir Kwon.
"Keturunan Kwon tidak ada yang cengeng. Hapus air matamu dan lakukan seperti yang biasa kau lakukan. Bagaimanapun jalan yang kau dan aku lalui, kau tetap kebanggaanku dan aku tetap ayahmu. Tidak ada seorangpun yang mampu mengubah kenyataan itu, tidak dirimu sendiri atau aku. Tidak ada orang yang lebih buruk dari orang yang menangisi masa lalu. Jadi, jangan menangisi masa lalu dan yang terjadi saat itu. Tak perlu mengucapkan maaf karena bukan hanya anak-anak yang melakukan kesalahan, orang tuapun juga bisa melakukan kesalahan. Kau mengerti, Taehyun?" jelas presdir Kwon yang membuat Taehyun diam.
"Mendekatlah, yeobbo." Panggil presdir Kwon.
Taehyun mengalihkan pandangannya ke nyonya Kwon yang wajahnya sudah basah oleh air mata. Taehyun tak menyadari keberadaan ibunya di situ, tidak tahu sudah berapa lama nyonya Kwon berdiri di situ mendengarkan percakapan antara presdir Kwon dan Taehyun. Ia juga cukup terkejut mendengar presdir Kwon memanggil ibunya dengan kata 'yeobbo'.
"Kenapa kau menangis? Aigoo infus ini membuat tanganku terasa pegal. Yeobbo, bisa kau bantu aku memindahkan tanganku dan memijatnya pelan?" lanjut presdir Kwon.
Nyonya Kwon masih tertegun karena terkejut mendengar panggilan sayang dari presdir Kwon. "Eomma!" Taehyun yang menyadari keterkejutan nyonya Kwon memanggilnya dengan tegas.
"Ya? ah, baiklah." jawabnya sambil menghapus air mata dan mengeringkan wajahnya dengan saputangan yang berada dalam genggamannya, kemudian berjalan ke sisi kiri ranjang presdir Kwon. Mengambil tempat dan mulai memijat ujung-ujung jari presdir Kwon. Sesaat ia merasa kaku untuk menyentuh tangan presdir Kwon. Bagaimana tidak, ia hampir tak pernah menyentuh tangan pria yang sudah menjadi suaminya sepanjang usia Taehyun.
"Jangan menangis, aku sedang mencoba untuk tidur." celetuk presdir Kwon karena nyonya Kwon kembali terisak setelah menyentuh tangan yang ia rindukan membelainya selama ini.
"Maaf." Jawab nyonya Kwon. Bukannya berhenti menangis, air matanya justru turun lebih deras namun nyonya Kwon menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya.
Eunsoo yang daritadi berdiri di depan pintu hendak masuk, menahan tangannya agar pintu tak terbuka lebar dan tersenyum setelah mendengarkan percakapan di dalam. Rasa bahagia menyergapnya seketika melihat keluarga yang ditemuinya di awal tampak begitu hancur namun sekarang mulai bersatu.
"Eunsoo-ssi?" panggil Mino.
Eunsoo menutup kembali pintu dan melihat Mino sudah berdiri di dekatnya. Ia memberikan tatapan bertanya maksud Mino.
"Bisa ikut denganku? Ada yang harus kita bicarakan." Jawab Mino.
* * *
Kesalahan di masa lalu sebaiknya jangan ditangisi. Entah itu karena kesalahanmu atau kesalahan orang lain. Meminta maaf lebih dulu akan membuka jalan untuk memperbaiki kesalahan itu dengan sendirinya, karena faktanya seseorang yang lebih dulu meminta maaf tidak akan pernah terlihat murahan.
– Kwon Taehyun –
Bersambung....