-Taehyun-
Aku melangkah keluar dari ruangan itu setelah mengucapkannya. Terus melangkah tanpa melihat ke belakang atau peduli dengan tangisan ibuku yang pecah.
Hanya itu yang mampu kuucapkan, mau bagaimana lagi?
Bagaimana bisa seorang ayah bersikap kejam kepada anaknya?
Apa aku terlahir sebagai monster? Apa dia monster?
Dia mau meninggalkanku tanpa meminta maaf? Begitu?
Itu sebabnya kukatakan, "biarkan saja dia mati." bisikku.
"BIARKAN SAJA DIA MATI!!! AAARRRGGGHHH!!!" teriakku setelah kutahan semua air mata agar tak terlihat siapapun. Aku berteriak dengan kencang hingga alam menelan teriakanku. Satu-satunya tempat yang terlintas di kepalaku saat berkendara tadi adalah tebing Han Sang.
Lututku sudah menyatu dengan bumi karena dadaku yang sesak. Kupukuli dadaku agar sesaknya berkurang sambil menangis kencang.
"Kau bisa membaginya padaku, Ayah. kau bisa ceritakan itu padaku. Semuanya. Apa saja. Kenapa kau diam saja? Kenapa kau menyimpannya sendiri? Walaupun aku tidak bisa memecahkan setiap masalahmu tapi aku bisa mendengarkanmu sepanjang waktu,"
"HANYA JIKA KAU MAU MULAI BICARA PADAKU! AARRGH!" teriakku sekali lagi.
Sejak kecil, dia tak pernah menyentuhku seperti ayah yang lain, tidak melihatku, mengkhawatirkanku bahkan melirikku. Harusnya dia tahu aku selalu merindukan sosoknya sejak dulu, tapi kenapa dia tak mengerti hal itu bahkan setelah 25 tahun berlalu?
Ibu pasti menangis lagi. Menangis karena menyesal tidak menjaganya dengan baik meski ia sudah mempertaruhkan semua untuk menjaga ayah. Karena itulah aku pergi dari sana, hanya agar aku tak menambah beban kesedihannya dengan air mataku.
Sekarang, sudah tuapun dia masih tetap bersikap kejam kepada kami. Ingin meninggalkan kami diam-diam tanpa kata maaf atas semua dosa yang dia lakukan. Bagus, mati saja sana!
"AKU DAN IBUKU TIDAK BUTUH KAU, PAK TUA!" tutupku.
* * *
"Jinwoo-ya, uri Taehyunie."
Jinwoo telah duduk di samping nyonya Kwon begitu tangisnya pecah setelah Taehyun pergi. Ia menenangkan ibu dari sahabatnya, "Jangan khawatirkan dia, bibi. Taehyun hanya butuh waktu sendiri. Dia akan baik-baik saja sekembalinya nanti. Ada hal yang tak bisa ia tunjukkan di sini, karena itulah dia pergi." jawab Jinwoo sambil membalas genggaman tangan nyonya Kwon.
"Dimana Taehyun?" tanya Mino yang baru saja datang lagi.
"Dia belum kembali? Cih, anak itu." sambungnya.
"Dong Mino-ssi, tolong periksa ginjalku juga." Cegah Eunsoo saat melihat Mino akan keluar dari ruang tunggu.
Ucapan Eunsoo bukan hanya membuat Mino terkejut tapi semua yang ada di sana juga terkejut mendengarnya.
"Jika ginjalku cocok dengan presdir Kwon, pakai saja ginjalku. Bagaimanapun kesehatan presdir menjadi prioritas semua orang saat ini, termasuk prioritasku." Sambung Eunsoo.
"Eunsoo-ya." panggil nyonya Kwon lembut.
"Tidak apa, Eommonie. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk Taehyun dan keluarga ini, karena aku tak bisa menyeka air matanya atau memberikan bahuku untuk menjadi sandarannya." Eunsoo tersenyum lembut. Nyonya Kwon menarik Eunsoo masuk ke dalam pelukannya.
"Seharusnya dia menjadi calon istriku saja." celetuk Seungyoon yang langsung mendapat pukulan di kepala oleh Seunghoon,
"Ya! Hyung!" protes Seungyoon.
"Kau ingin dibunuh presdir Kwon karena mengambil menantunya?" bisik Seunghoon yang dijawab Seungyoon dengan senyum kikuk.
* * *
Presdir Kwon yang ditakuti, kini terlihat tak berdaya di atas ranjang dengan berbagai kabel dan selang kecil yang memenuhi tubuhnya. Nyonya Kwon menunggui sang suami yang tengah tidur sebagai efek dari obat bius yang disuntikkan melalui selang infus. Mino melakukannya demi mengembalikan stamina presdir Kwon setelah mendapatkan hasil lab presdir Kwon.
"Ibu." Panggil Taehyun yang masuk ke dalam ruang rawat presdir Kwon.
"Ah, Taehyun. Kau sudah makan?" pertanyaan pertama nyonya Kwon begitu melihat putranya kembali.
"Kenapa masih di sini?" tanya Taehyun. Ia membetulkan selimut Eunsoo dan memakaikan jas yang dilepasnya ke tubuh sang ibu sambil menggosokkan kedua tangannya di lengan ibunya untuk membuatnya hangat.
"Menunggui ayahmu juga menunggumu kembali." jawab nyonya Kwon.
Taehyun diam, ia memandang ranjang presdir Kwon sambil duduk di atas sandaran tangan sofa dimana nyonya Kwon duduk tepat di sebelahnya.
"Taehyun-ah." panggil nyonya Kwon.
"Hmm?" jawabnya singkat.
"Kau ingat waktu sekolah menengah pertama kau bertanya pada ibu tentang sesuatu?" nyonya Kwon memegang punggung tangan anaknya dengan lembut hingga Taehyun mengalihkan pandangannya, menatap wajah sendu nyonya Kwon.
"Aku lupa." Jawab Taehyun singkat. Meski begitu, ia berusaha mengingat apa yang ditanyakannya dulu.
"Ah. aku bertanya kenapa dari dulu bajuku selalu ada dua pasang padahal aku bukan anak kembar, tapi ibu tidak pernah menjawab pertanyaanku dan hanya memberikan senyum sambil membelai kepalaku." kenang Taehyun.
"Ibu akan menjawabnya sekarang." Sahut nyonya Kwon lembut.
"Ibu sengaja membeli dua pasang pakaian yang sama karena ayahmu." Lanjutnya.
"Karena ayah?" ulang Taehyun heran.
"Setiap malam sampai menjelang pagi, ayahmu mengurangi waktu tidurnya untuk menjagamu. Membawa pekerjaannya ke kamarmu sambil menungguimu tidur. Ia berjaga jika kau menangis tengah malam karena mimpi buruk, haus atau mengompol. Menggendongmu dan mengganti bajumu yang basah karena ompol. Agar tak ketahuan kalau dia menjagamu, ia akan mengganti baju yang sama dengan yang kau kenakan sebelumnya. Karena itulah, Ibu selalu melebihkan pakaianmu saat membeli yang baru." Kenang nyonya Kwon.
"Dia menyayangimu lebih dari nyawanya sendiri, Taehyun-ah." nyonya Kwon mulai terisak.
"Ayahmu, hanyalah orang yang tak pandai mengungkapkan perasaannya. Dia mungkin tak pernah mencintaiku sebagai istrinya tapi dia sangat menyayangimu sebagai anaknya.Kau menjadi kebanggaannya. Semua yang ia dapatkan selama membangun Kwon Group, ia persiapkan untukmu dan masa depanmu." Lanjut nyonya Kwon disela isak tangisnya.
"Ayahmu adalah ice cream addicted, karena Eunhye-ssi menyukai eskrim dan meninggal saat mereka makan eskrim bersama, tapi setelah kau lahir, ia berhenti menyentuh eskrim. Berusaha melupakan cintanya sepanjang usiamu saat ini. Kau menjadi alasan ia melakukannya." Suara nyonya Kwon terdengar parau karena tangisannya.
"Selama ini yang paling sering membuatku menangis adalah kau, bukan ayahmu. Kau terlalu kejam menghukumnya untuk sesuatu yang tidak kau pahami." Tutup nyonya Kwon.
Taehyun menelan salivanya dengan susah payah karena terkejut mendengarkan cerita yang tak pernah ia ketahui sebelumnya dari nyonya Kwon tapi ia tak mudah menerima cerita itu, cenderung menolak kenyataan yang baru dibeberkan nyonya Kwon.
"Bohong!" Taehyun berpindah dari duduk di samping nyonya Kwon, kini ia berlutut di hadapan ibunya. Menatap lekat sepasang mata ibundanya, "jika memang seperti yang ibu ceritakan, kenapa dia tidak bicara padaku? Kenapa dia bersikap seolah aku adalah musuhnya? Kenapa, Bu?"
"Karena baginya itu adalah hukuman yang pantas ia terima darimu karena telah menyakitiku." Nyonya Kwon menyentuh wajah Taehyun dengan kedua tangannya. Wajahnya telah basah oleh air mata yang tak berhenti mengalir.
"Cobalah bicara padanya lebih dulu, anakku. Sampai kapan kau akan mendendam padanya? Melunaklah. Sekali saja. Bicara padanya sekali saja. Dia sama tersiksanya karena tak bisa menyentuh putranya sendiri." pandangan nyonya Kwon kembali sendu melihat putranya.
Taehyun meraih kedua tangan nyonya Kwon lalu meletakkannya di atas pangkuan sang ibu, ia berdiri tanpa bicara mulai berjalan menuju pintu keluar. Taehyun berjalan terhuyung karena merasa kedua otot kakinya tak sanggup menopang tubuhnya.
"Taehyun-ah." panggil nyonya Kwon tapi tak ada reaksi apapun dari putranya yang terus berjalan.
"Eommoni." Eunsoo meraih tangan nyonya Kwon yang langsung dibalas menggenggam erat tangan Eunsoo.
"Kau mendengar semuanya? Tolong susul Taehyun, Eunsoo-ya." pinta nyonya Kwon. Memang benar, Eunsoo tak benar-benar tidur lagi sejak isak tangis nyonya Kwon pecah.
"Tapi, Eommoni."
"Aku baik-baik saja tapi Taehyun tidak. Susul dia, Eunsoo."
* * *
Setiap langkahnya kini membawa ingatannya kembali pada setiap perilaku kasar yang diberikannya pada ayahnya.
"Sebelum mencampuri urusanku, AKUI DULU AKU SEBAGAI ANAKMU!"
Teriak Taehyun saat ia menolak untuk dijodohkan dengan Eunsoo. Mengingat itu langkahnya semakin berat.
"Aku tidak akan berhenti berteman dengan mereka selama kau juga masih berteman dengan para ajushi manja itu. Anak muda melakukan kesalahan dianggap sebagai pencarian jati diri dan dijadikan pembelajaran, tapi jika kalian yang sudah tua melakukan kesalahan layaknya anak muda,itu tidak tahu diri namanya, Ayah?"
Langkahnya terhenti, menangis terisak sendirian di tangga darurat rumah sakit. Begitu berat kakinya melangkah menapaki anak tangga ke atas dengan bayang-bayang masa lalu yang melintas di kepalanya membuat dadanya semakin sesak.
"Jangan bicara seolah kau mampu mendidik anakmu sendiri. Berkata seperti itu semakin membuatmu terlihat menjijikkan, presdir Kwon Jiyong." kata-kata yang ia ucapkan saat presdir Kwon menghina Choi Seungyoon.
Air matanya tak mau berhenti meski dia tak ingin menangis. Berdiri kaku di atas atap gedung dengan kepala yang tertunduk setelah mengingat semua perilaku kasarnya pada presdir Kwon.
"Biarkan saja dia mati."
Kalimat yang ia ucapkan beberapa jam lalu membuat lututnya kehilangan kekuatan hingga akhirnya ia berlutut di atas dinginnya lantai atap gedung rumah sakit.
Eunsoo yang berhasil menemukan Taehyun, berjalan dengan cepat menghampiri Taehyun dan turut berlutut di hadapan Taehyun. Menarik pria itu masuk ke dalam pelukannya dan ikut menangis bersamanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Membiarkan pria itu melepas semua beban di hatinya dalam pecah tangisnya.
"Bukan dia dan Yoon Eunhye yang merampas kebahagiaan kecilku, tapi aku yang menyia-nyiakannya sendiri." racau Taehyun diantara tangisnya.
"AKU YANG MENYIA-NYIAKANNYA!" Teriak Taehyun sambil memukul dadanya.
Melihat Taehyun memukul dadanya, Eunsoo menggenggam tangan itu meski Taehyun meronta. Eunsoo juga mengeratkan pelukannya, berusaha membuat prianya menjadi lebih tenang.
Kwon Taehyun yang malang, inilah ketidakberuntunganmu. Mendendam.
* * *
Jangan biarkan dendam menguasai dirimu karena itu tidak ada manfaatnya. Kau pikir dengan mendendam akan membuat orang yang kau benci menderita? Tidak! hanya dirimu yang akan terluka karena dendam. Apa aku salah?
– Yoon Eunsoo–
Mendendam tidak memperbaiki dirimu, justru memperbaiki orang yang kau dendami. Kau yang akan merugi sedang orang yang kau dendami akan beruntung. Jadi, berhentilah menjadi orang yang pendendam kecuali kau ingin merugi.
– Kwon Taehyun –
Bersambung.....