"Seunghi, hyung…" Seunghoon melihat Jinwoo dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Dia akan baik-baik saja. Kau tidak percaya padaku dan orang-orangku di rumah sakit ini?" Jinwoo menatap Seunghoon sombong. Sebenarnya ia tak benar-benar ingin menyombongkan diri, ia hanya ingin Seunghoon berhenti khawatir dengan hal ringan.
Seunghi dibawa ke rumah sakit grup Lee untuk dirawat secara intensif. Jinwoo bahkan sengaja menyediakan ruangan khusus untuk Seunghi dan memerintahkan untuk merahasiakan keberadaan Seunghi.
"Sekarang ceritakan padaku semuanya. Saat ini aku berhak tahu apa yang terjadi dengan Seunghi karena dia adalah pasienku. Kau bisa menceritakan semuanya kan, Seunghoon?" Jinwoo memberikan secangkir teh chamomile pada Seunghoon.
Seunghoon menerima cangkir teh tapi ia menunduk. Sayup-sayup terdengar isak tangisnya. Ketiga orang yang juga berada di ruangan yang sama hanya diam, menunggu Seunghoon memulai ceritanya.
"Aku tidak bisa, hyung. Tidak bisa." jawabnya dengan suara yang bergetar.
"Kalau kau tidak bisa menceritakannya, izinkan aku melakukan hipnotis padamu." Pinta Jinwoo.
Seunghoon mengangguk tanpa jawaban. Bila diminta berbicara langsung, Seunghoon tak tahu harus mulai darimana dan sangat berat baginya membuka luka untuk mengeluarkan nanah yang tersimpan di dalamnya.
Jinwoo menyiapkan lilin beraroma mawar. Aroma kesukaan Seunghoon. Setelah aroma mawar mulai menyebar di ruangan, Jinwoo memulai hipnotisnya.
"Rilekslah Seunghoon. Buatlah dirimu senyaman mungkin lalu pejamkan mata. Saat ini kau bisa menyimpan rasa khawatirmu di sebuah kotak dan kau bisa berbicara tentang apapun karena rasa khawatir itu sudah kau simpan." Jinwoo memulai hipnotisnya dengan menanamkan sugesti pada Seunghoon.
"Aroma apa ini, Seunghoon-ah?" tanya Jinwoo.
"Mawar." Jawab Seunghoon singkat.
"Aroma mawar ini hanya tercium saat kau mulai sadar. Hanya tercium saat kau sadar karena setelah kita mulai sesi, aroma mawar ini akan menghilang. Kau mengerti ucapanku, kan?" jelas Jinwoo. Seunghoon hanya mengangguk.
"Bisa kau ceritakan padaku, apa yang terjadi pada Seunghi?" Jinwoo berhati-hati memberikan pertanyaan pada Seunghoon.
"Seunghi… Semua berawal dari waktu dia menungguku untuk menjemputnya lima tahun lalu. Uri Seunghi… Dia diperkosa tiga berandalan. Aku… Jika saja, waktu itu aku tidak terlalu menyibukkan diri dengan kehidupanku bersama kalian…" Seunghoon terbata-bata mengeluarkan penat yang selama ini memenuhi dadanya.
Bukan Jinwoo saja yang terkejut mendengar pengakuan Seunghoon. Ketiga orang lainnya yang berada di ruang kerja Jinwoo sama terkejutnya. Tidak ada dalam benak mereka, Seunghoon dan Seunghi melalui hari-hari yang berat selama lima tahun terakhir.
"Pasti Seunghi tidak akan mengalaminya. Gadis itu pasti sudah menjadi desainer terkenal." Sambung Seunghoon dengan isak tangis.
"Lalu, apa alasanmu mengurung Seunghi dan bukan membawanya ke sini?" tanya Jinwoo kembali.
"Bukan aku. Ayah yang mengurungnya di ruangan terkutuk itu." raut wajah Seunghoon berubah saat menyebut ayahnya, ada kemarahan yang tersirat. Bahkan Jinwoo melihat Seunghoon mengepalkan tangannya.
"Apa alasannya?" Jinwoo kembali mengulang pertanyaan alasan Seunghi dikurung.
"Jika ini menjadi viral di media, maka grup Kang akan menemui kehancuran. Presdir Kang menganggap apa yang terjadi pada Seunghi adalah aib keluarga." Jawab Seunghoon. Nada bicaranya menurun, ada kekecewaan yang tergambar jelas.
"Daripada melihat perusahaan yang dibangunnya bangkrut, ia lebih memilih mengurung anaknya." Napas Seunghoon tercekat seperti menahan tangis.
Mereka pikir, ayah mereka sudah lebih dari menyebalkan tapi presdir Kang jauh lebih menyebalkan. Seunghoon yang dikenal begitu penuh ambisi dan kuat ternyata begitu rapuh dan lemah karena tekanan yang diberikan sang ayah untuknya dan Seunghi.
"SIALAN!! AAARRGGHH!!" Teriak Seungyoon. Ia menendang sebuah ranjang pasien yang rusak di atas atap gedung rumah sakit grup Lee, meluapkan kekesalannya pada para ayah mereka.
"Apa yang dipikirkan oleh mereka? Apa mereka benar-benar manusia, bukan iblis berbentuk manusia? Bagaimana bisa mereka memperlakukan Seunghi seperti itu? Seunghi manusia juga." Ujar Seungyoon yang emosinya sudah berada di ambang batas.
Ketiga orang yang juga berada di atap bersama Seungyoon tak bisa memberikan jawaban dari pertanyaan Seungyoon. Tidak ada yang tahu mengapa mereka tega melakukan itu pada seorang wanita muda yang sangat lemah dan terluka dalam seperti Seunghi.
"Sungguh menyesal selama ini aku tidak peka pada tingkahnya yang tampak biasa. Aku terlalu fokus dengan Aeri sampai tidak sadar saudaraku menyimpan beban." Mino meracau menyesali ketidakpekaan dirinya selama ini.
"Mereka keluarga monster." Cetus Taehyun.
"Ayah, apa kau bisa kembali sekarang ke Seoul? Aku harus bicara dengan kalian. Tidak, aku tidak bisa membicarakannya di telepon. Tidak juga menunggu lusa. Ini penting. Bahkan lebih penting dari urusanmu di sana. CEPATLAH!" Seungyoon mengakhiri pembicaraannya ditelpon dengan berteriak kepada ayahnya.
"Apa yang kau lakukan barusan, Choi Seungyoon?" Tanya Jinwoo dan Mino hampir bersamaan.
"Memanggil iblis kesini. Aku akan membuat perhitungan dengan mereka semua." Seungyoon meninggalkan ketiga sahabatnya.
"Kau baru saja menabuhkan genderang perang, Seungyoon-ah." ucap Taehyun datar.
Seungyoon menghentikan langkahnya, ia tak berbalik dan hanya menolehkan wajahnya ke samping, "aku tidak peduli. Bahkan jika mungkin aku bisa membunuh ayahmu lebih dulu, Kwon Taehyun."
* * *
"Sesuatu yang buruk pasti sedang terjadi. Haah, apalagi kali ini?" gumam presdir Choi saat mengakhiri panggilan teleponnya dengan Seungyoon.
* * *
"Aku tidak peduli. Bahkan jika mungkin aku bisa membunuh ayahmu lebih dulu, Kwon Taehyun." Ucap Seungyoon dingin.
"Hahaha, akan kubelikan kau kapal pesiar jika kau bisa membunuhnya." Sahut Taehyun dengan senyum puasnya. Ia menyusul Seungyoon dan merangkul tubuh Seungyoon.
"Arraseo. Kita akan berbagi tugas sekarang. Kau dan aku akan membunuh kelima ahjusi manja itu sedangkan Jinwoo hyung dan Mino hyung akan merawat dan menangani dua Kang bersaudara. Ayo, kita harus siapkan amunisi." Taehyun tersenyum. Keduanya masuk ke dalam meninggalkan Jinwoo dan Mino.
Presdir Choi paham sekali jika putranya bisa semarah dan sangat pemaksa berarti memang ada sesuatu yang serius tengah terjadi dengannya. Presdir Choi menghubungi istri dan putra sulungnya tapi tidak ada dari keduanya yang tahu apa yang terjadi dengan Seungyoon.
Presdir Lee, presdir Kang, presdir Dong dan presdir Kwon terkejut dengan pembatalan semua jadwal mereka di San Fransisco. Mereka protes ke presdir Choi tapi presdir tak peduli. Kelima presdir itu kembali ke Seoul saat itu juga.
Sesampainya di Seoul, iring-iringan kelima mobil presdir itu mengalihkan perhatian publik. Seungyoon meminta ayahnya membawa sekalian keempat presdir lainnya ke rumah mereka dimana semua istri dari presdir-presdir hadir, termasuk Jiho. Saat melihat ruang keluarga utama, wajah bingung bercampur penasaran menjadi pilihan ekspresi yang mereka berikan.
"Kenapa semua berkumpul di sini?" tanya presdir Choi bingung.
"Duduklah lebih dulu, ayah dan paman-paman sekalian." Sambut Seungyoon ramah atau lebih tepatnya mencoba ramah.
"Aku harap ini benar-benar sesuatu yang penting karena untuk menemui kalian, kami mengabaikan kontrak raksasa yang bahkan jika kalian melakukan pekerjaan ini nilai kontraknya bahkan tak bisa mencapai seperempatnya." Sinis presdir Kwon sambil berjalan menuju istrinya.
"Cih, tak salah kusebut kalian ahjusi manja. Kehilangan kontrak saja bisa membuat kalian sesewot ini." Taehyun menanggapi sinis keluhan presdir Kwon. Kedua ayah dan anak itu saling menatap tajam seolah pisau kalah tajam dengan tatapan mereka.
"Dimana Kang Seunghi?" tanya Seungyoon tanpa basa-basi.
Pertanyaan Seungyoon membuat presdir Kang dan istrinya mematung, tangan istri presdir Kang mengepal erat, sedang presdir Kang berusaha menyembunyikan emosinya,
"Kenapa tiba-tiba menanyakan itu? Bukankah Seunghi sedang di New Zealand?" tanya presdir Choi balik.
"Anhi. Seunghi tidak ada di New Zealand. Dia sedang dirawat di rumah sakit grup Lee." Jawab Suengyoon datar.
Jawaban Seungyoon mengejutkan presdir Kang dan istrinya untuk kedua kali, bahkan membuat presdir Kang bangkit dari duduknya. Keterkejutan yang sama juga dirasakan oleh presdir yang lain, terlebih rumah sakit grup Lee yang dimaksud adalah rumah sakit khusus yang menangani masalah kejiwaan.
"Apa maksudmu, Seungyoon? Apa yang dilakukannya di sana?" Tanya presdir Kang bingung. Tepat seperti dugaan Seungyoon, presdir Kang masuk perangkapnya.
"Mungkin maksudmu 'bagaimana bisa Seunghi dibawa ke sana?'" Seungyoon menyindir presdir Kang.
"Jawab saja pertanyaanku, Choi Seungyoon." Geram presdir Kang.
"Tunggu! Apa maksud kalian? Jelaskan! Sekarang!" presdir Choi menengahi.
"Presdir Kang mengunci Seunghi selama lima tahun di rumahnya setelah diperkosa oleh tiga berandalan. Ia sengaja melakukannya agar perusahaannya tidak hancur." Ada nada cemooh dalam ucapan Taehyun, jika ia tak mengontrol diri sudah pasti ia akan menatap jijik ke presdir Kang tapi Taehyun lebih memilih duduk dengan tenang sambil melipat kedua tangannya di dada.
Isak tangis mulai terdengar dari istri presdir Kang, ibu dari Seunghi, semua yang hadir tampak terkejut mendengar ucapan Taehyun.
"Jangan bercanda, anak nakal!" sergah presdir Choi.
"Jangan bertingkah seolah kau baru mendengarnya hari ini. Aku yakin kau terlibat, ayah." cibir Seungyoon.
"Aku apa? Apa kau pernah memikirkan dari sisi orang tua? Bukankah tahun itu adalah tahun keemasan grup Kang? Grup Kang baru menanjak naik saat itu dan kalau media bisa tahu, jelas itu akan mencoreng nama grup Ka—ng" presdir Choi memelankan suaranya saat sadar dengan apa yang ia katakan barusan.
"Haha! Kau juga berpikir kalau keadaan Seunghi aib?! Wah… lagi-lagi kau membuatku malu memakai nama Choi di depan namaku." Seungyoon menggeram. Ia akan meninggalkan ruang utama karena merasa tak ada yang bisa dilakukan setelah mendengar jawaban dari ayahnya.
"Aku sudah mengatakan ini dari awal kelahirannya, bunuh saja dia. Dia tidak akan berguna, hanya akan merepotkanmu saja. Ucapanku terbukti kan?!"
Seungyoon menghentikan langkahnya. Tanpa perlu melihat siapa yang bicara, ia tahu yang mengucapkan itu adalah presdir Kwon. Tak berbeda jauh dengan Taehyun.
"Kau bicara seolah kau berhasil mendidik anakmu sendiri, presdir Kwon. Kau tidak jauh berbeda dengan mereka." Taehyun melewati presdir Kwon dan bergabung dengan Seungyoon meninggalkan mereka di ruang utama kediaman keluarga Choi.
"Lebih menyakitkan jika anakmu sendiri yang mengatakannya kan, Kwon Jiyong?" presdir Choi meninggalkan ruangan dan masuk ke ruang kerjanya.
* * *
"Bagaimana? Apa paru-parunya bisa kembali normal?" tanya Jinwoo pada Mino.
"Jika aku dokternya, sudah pasti bisa hyung." Mino tersenyum penuh percaya diri.
Seunghoon merasa lega mendengar ucapan Mino, begitupun Jinwoo. Mino mencengkeram bahu Seunghoon, "jangan khawatir, hyung. Seunghi akan baik-baik saja selagi ia memiliki kita di sampingnya."
"Lalu, bagaimana kau akan mengobati trauma dan rasa tertekannya, hyung? apa kau akan menggunakan hypnosis?" tanya mino pada Jinwoo. Ketiganya memandang tubuh lemah Seunghi yang tengah tertidur di ruang perawatan.
"Seunghi takkan sanggup mengulang peristiwa selama lima tahun terakhir. Itu terlalu menyakitkan." Jawab Jinwoo.
"Aku akan menggunakan metode Expressive Writing." Sambung Jinwoo.
"Metode apa itu, hyung? Expressive Writing?" Seungyoon masuk diikuti Taehyun.
"Menurut jurnal di Advances in Psychiatric Treatment yang ditulis Karen A Baikie dan Kay Wilhelm, expressive writing bermanfaat untuk kesehatan seseorang dalam jangka panjang." Jelas Taehyun singkat.
"Metode ini juga mampu memperbaiki fungsi imun tubuh, menurunkan tekanan darah bahkan mampu memperbaiki fungsi hati dan paru-paru." Sambung Mino.
"Selain itu, secara psikologi, seseorang yang menggunakan metode ini akan mengalami perbaikan mood, juga membantu mengurangi gejala depresi setelah trauma atau tekanan atau yang sejenisnya." Jinwoo menjelaskan lebih banyak lagi.
"Bagaimana kau akan melakukannya, hyung?" Seunghoon penasaran setelah mendengarkan penjelasan Jinwoo.
"Sebuah buku dan pena akan membantunya. Mungkin di awal akan sulit tapi nantinya setelah terbiasa, Seunghi bisa menuliskan semua yang ingin diungkapkan tapi tak bisa secara langsung. Tidak peduli bahasa yang digunakannya, entah dia akan mengumpat atau menyumpah, yang jelas aku akan memantau hasil tulisannya. Semakin dia terbuka untuk menulis, akan semakin baik untuk mulai menenangkan hatinya dan penyembuhannya. Kira-kira seperti itulah expressive writing." Jelas Jinwoo lebih lanjut.
"Aku juga ingin kau melakukan hal yang sama, Seunghoon-ah. Metode ini tidak hanya untuk pasien dengan trauma mendalam. Metode ini seperti menulis diari, kau bisa menggunakannya untuk mengontrol emosi. Orang jaman sekarang lebih senang menggunakan media sosial untuk mengekspresikan diri tapi itu tidak terlalu membantu karena tanggapan dari orang lain bisa jadi memperburuk keadaan, tapi dengan diari, semua lebih natural dan tidak ada yang bisa melakukan penilaian terhadapmu. Semakin kau sering mengungkapkan semua ekspresimu dalam bentuk tulisan di diari, kau akan semakin nyaman menjalani hidup. Jadi, mulailah menulis diari jika kau tidak percaya pada orang lain termasuk kami." Sambung Jinwoo.
"Aku tahu rasanya sangat kuno, tapi metode ini masih lebih berhasil untuk orang sepertimu dan Seunghi." Jinwoo tersenyum memandang Seunghoon.
"Kalian juga." Jinwoo menatap ketiga orang sahabatnya tapi Jinwoo mendapatkan wajah-wajah yang pura-pura tidak peduli dengan ucapannya. Jinwoo tertawa kecil melihat tingkat sahabat-sahabatnya.
* * *
Bukan suatu pilihan jika pilihan itu hanya ada baik dan buruk, itu hanya pembelajaran hidup. Pilihan baik untuk diingat agar lebih baik lagi dan pilihan buruk akan menjadi guru di masa depan. Jadi, jangan paksakan dirimu memilih sesuatu yang tidak berasal dari hati. Karena teguran dari hati akan lebih terasa menyakitkan dari perkataan kasar seseorang. Tanyakan pada hatimu atau jangan pilih keduanya. Tetapi, tidak ada hati yang tak punya jawaban. Hati selalu menjawab jika kita mulai bertanya padanya. Tanyakan pada hatimu dan lakukan apa yang diyakini. – Lee Jinwoo
Bersambung .........