Lee Jinwoo melihat ke luar dari jendela ruang prakteknya, menatap langit biru dengan awan putih yang mungkin lebih putih dari jas praktek yang selalu ia kenakan selama bekerja. Burung yang terbang kesana-kesini, entah itu burung yang sama atau burung yang berbeda tanpa Jinwoo sadari. Memikirkan tentang burung itu saja mampu membuat simpul senyum dari sang psikiater ini.
Tiba-tiba.
-Bruugg-
Suara pintu ruangan terbuka kasar oleh seseorang, tanpa kata orang itu langsung duduk di sofa. Jinwoo hanya tersenyum melihatnya yang sedang memasang wajah kesal namun menggemaskan itu. Jinwoo jadi ingat kata Seungyoon, jika orang ini terlahir sebagai wanita maka dia akan manis sekali seperti ibunya.
"Ada apa?" tanya Jinwoo mendekat padanya.
"Haaaahh…" ia hanya menghela napas membuat Jinwoo semakin tersenyum, ia duduk di depan orang itu.
"Ayahku. Dia menyuruhku mengajak Eunsoo berlibur." Sambungnya dengan wajah kesal dan nada yang juga terdengar kesal.
"Itu bagus." Jinwoo menyisipkan tawa.
"Apanya yang bagus, hyung?" protesnya. Jinwoo pun menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.
"Taehyun-ah, apa yang salah dari Eunsoo? Apa karena wajahnya mirip dengan Eunhye?" Tanya Jinwoo pelan. Taehyun hanya menanggapinya dengan menghela napas lagi, Jinwoo mengerti arti helaan napasnya. Anak itu enggan menjawabnya.
"Kau tahu itu tidak adil kan? Jika Eunsoo tahu wajahnya mirip dengan seseorang membuat orang lain sangat terganggu, dia pasti tak ingin terlahir seperti itu. Sama seperti kau yang tak ingin terlahir sebagai putra presdir Kwon." Jinwoo terang-terangan mengatakan yang sebenarnya pada Taehyun.
"Hyung!" protesnya.
"Kenapa? Apa aku salah bicara?" tanya Jinwoo yang beranjak menuju meja kerjanya dengan perlahan sambil membalas tatapan Taehyun yang mulai sebal.
"Tidak. Kau benar. Hufft."
"Pergilah. Ajak Yoon Eunsoo berlibur setidaknya sekali saja." Jinwoo tak memandang Taehyun, ia menulis sesuatu di atas meja kerjanya.
"Sirreo. Lebih baik aku tidur." tegas Taehyun.
Hening dan Taehyun menoleh ke arah Jinwoo yang masih menulis. Ia mencurigai Jinwoo tengah melakukan sesuatu yang akan menambah kekesalannya.
"Kau menulis apa, hyung?" tanya Taehyun sambil beranjak menuju meja kerja Jinwoo.
Jinwoo memandangnya dan tersenyum, "menurutmu?"
Taehyun menghela panjang. Kecurigaan pada Jinwoo sepertinya benar jika dilihat dari senyum yang diberikan Jinwoo.
"Mau kubacakan?" Jinwoo menggodanya dengan mengangkat buku menghadap Taehyun.
"'Pergilah berlibur dengan Yoon Eunsoo setidaknya sekali, Kwon Taehyun'" Jinwoo membaca ulang tulisannya di atas Kiss Note.
"Yak! Lee Jinwoo!!" Teriak Taehyun. Ia mengambil buku yang dipegang Jinwoo dan melihatnya sendiri, tulisan tangan Jinwoo tertera di buku itu. Jinwoo memberikan tantangan padanya melalui Kiss Note.
"Lee Jinwoo?" Ulang Jinwoo.
"Maksudku hyung. Yang benar saja! Tidak bisakah kau menyayangiku seperti kau menyayangi Seungyoon? Kenapa kau senang sekali menjahiliku?" Taehyun menunjuk Jinwoo dengan kesal menggunakan Kiss Note. Kekesalan Taehyun sangat menggemaskan bagi Jinwoo hingga ia tak bisa menyembunyikan tawanya.
"Mungkin karena kau terlalu menggemaskan dengan sikap ketusmu itu. Sering-seringlah bersikap menggemaskan, mungkin aku akan lebih menyayangimu. Hihihi." Jawab Jinwoo sambil terus terkikik.
"Hyung!!" teriak Taehyun kesal. Ia mengambil ponsel dalam saku blazer dan menekan nomor seseorang. Sembari menunggu panggilan teleponnya terhubung, Taehyun masih menatap tajam ke Jinwoo yang tersenyum bangga karena berhasil menggodanya.
"Halo?" jawab penelpon di seberang.
"Kemana aku harus membawanya berlibur, Ayah?" tanya Taehyun tanpa basa-basi.
"Hooo~, Kwon Taehyun." Seru jinwoo. Taehyun mendesis melihat Jinwoo menggodanya.
"Raja Ampat? Maksudmu, Raja Ampat yang ada di Indonesia?"
"Hooo~ Papua Nugini, itu tempat yang indah." Ledek Jinwoo lagi.
"Diam!" tembak Taehyun. Jinwoo kembali terkikik melihat Taehyun kesal.
Setelah selesai berbicara dengan presdir Kwon, Taehyun kembali menekan nomor telpon pada ponselnya, ia menghubungi seseorang. Jinwoo belum selesai menertawai Taehyun yang bergerak cepat karena tantangan di Kiss Note.
"Bersiaplah. Aku akan menjemputmu satu jam lagi. Jangan terlalu banyak membawa baju, kau bisa membelinya di sana." singkat Taehyun. Tak perlu bertanya siapa yang ditelpon Taehyun, dari caranya berbicara dan apa yang dibicarakannya sudah jelas ia baru saja menelepon Yoon Eunsoo.
"Woaah, daebak. Kau bergerak sangat cepat, Kwon-ssi." ledek Jinwoo.
"Aku sedang mengerjakan proyek besar. Haaah! Aku bisa gila jika kalah dari Seungyoon hanya karena kejahilanmu ini." omel Taehyun.
"Jadi kau menerima tantangan ini karena kau sedang bersaing dengan Seungyoon dalam proyek besar?" Tanya Jinwoo.
"Apa kau pikir karena aku peduli pada Yoon Eunsoo? Begitu? Apa kau bercanda?" Taehyun mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin yang ada di ruang praktek Jinwoo dan meneguknya dengan cepat.
"Katakan pada yang lain aku berangkat ke Indonesia malam ini. Aku pulang dulu." Pamitnya.
Taehyun sudah meninggalkan ruangan, Jinwoo menggeleng, "Aigoo, anak itu…"
Jinwoo baru akan kembali fokus dengan pekerjaan yang tadi sempat ditundanya karena melihat langit yang bagus dan Taehyun yang datang, saat pintu ruang prakteknya terbuka dengan kasar lagi. Seseorang masuk dan langsung mendekat kepadanya, ia memperhatikan wajah yang agak mengkhawatirkan dari orang yang baru datang itu.
"Hyung, apa Kiss Note ada padamu?" tanya orang yang baru datang dengan suara beratnya yang terdengar parau.
"Aigoo, kenapa hari ini banyak sekali yang masuk ke ruanganku dengan kasar." Sindir Jinwoo.
"Benar, ada apa?" sambung Jinwoo, tatapannya difokuskan pada orang yang berdiri di hadapannya saat ini.
"Aku ingin meminjamnya sebentar. Dimana buku itu?" Tanyanya lagi.
Jinwoo langsung memberikan buku itu tanpa bertanya tapi pandangannya tak lepas dari orang yang sudah memegang Kiss Note. Dengan tergesa-gesa, orang tadi berbalik dan berjalan menuju pintu. Saat tangan orang itu sudah menyentuh gagang pintu.
"Dong Mino." Panggilan Jinwoo membuat Mino menarik kembali tangannya dari gagang pintu dan mematung sebentar.
"Tenangkan dulu hati dan pikiranmu baru kau gunakan buku itu. Kau tidak lupa aturan buku itu, kan?" Jinwoo mencoba menarik Mino untuk berbagi beban karena ia bisa melihat punggung Mino merunduk akibat beban yang tengah dipikulnya.
"Aku tahu." Jawab Mino datar lalu membuka pintu dan keluar tanpa menoleh atau berpamitan pada Jinwoo, membuat Jinwoo menerka apa yang akan dilakukan Mino kepada buku itu nanti.
* * *
Mino membawa Kiss Note bersamanya. Kepalan dan cengkraman tangannya pada buku itulah yang membuat Jinwoo menerka-nerka.
Apa yang akan dilakukan Mino dengan Kiss Note di tangannya?
Suara deruan mobil sport yang dikendarai seorang dokter yang memiliki gelar spesialis di 4 bidang ilmu kedokteran yang berbeda terdengar parau, seolah mobil itu sedang menunjukkan pemiliknya sedang tertekan di hati dan pikirannya.
Tiba di ruangan yang tertata rapi antara piagam penghargaan formal dan non-formal, dengan rak yang tersusun buku-buku dari berbagai terbitan, Mino memaksakan tubuhnya duduk di belakang meja kerja yang tak jauh dari ranjang di kamarnya.
Sesaat ia memandang foto dalam pigura di sudut kanan meja kerjanya, sebuah foto dimana ia tengah berdiri memeluk erat kekasihnya saat masa kuliah di New York. Kemudian, Mino mengambil sebuah pena dan mulai menulis sesuatu di lembaran putih Kiss Note.
Aku ingin kau memberitahuku, apakah ada alat atau pengetahuan apapun yang bisa menyembukan penderita Ataxia?
Selesai menulis, ia tampak resah menunggu jawaban yang keluar dari Kiss Note. Mino dan yang lain paham betul, Kiss Note mampu menjawab pertanyaan yang bahkan tak bisa dicerna oleh akal manusia.
Tangannya berkeringat dan napasnya tak beraturan, jelas sekali ia begitu bergantung pada jawaban yang akan dikeluarkan oleh Kiss Note. Keresahannya bukan tanpa alasan, ia tahu Kiss Note takkan menjawab jika itu tentang satu detik di masa depan, meskipun ia menulis berulang kali.
Mino cukup lama menunggu jawaban dari Kiss Note, tiba-tiba suara gesekan seperti kuas terdengar seiring munculnya garis tinta yang lama kelamaan membentuk kata.
ADA.
Kiss Note memberikan jawaban atas pertanyaan Mino dan membuatnya menarik napas panjang karena terkejut.
Beberapa jam sebelumnya
Hobi Mino selain mempelajari ilmu kedokteran terkini untuk bisa menemukan cara penyembuhan bagi Aeri adalah surfing. Helaan napas yang dikeluarkan di depan laut lepas ini hampir tak terdengar karena deruan ombak yang cukup tinggi. Dia merasakan ketenangan berada di sini, berdiri di samping papan selancar yang sudah ditancapkan di pasir sejak tadi, membuatnya lupa siapa Jung Aeri selama beberapa saat.
Setelah melakukan pemanasan untuk melemaskan semua otot tubuhnya, Mino pun berjalan menuju bibir pantai untuk mulai menyatu dengan air laut menuju ombak yang siap menyambutnya. Berdiri di atas papan selancar mengikuti gelombang laut lepas yang mungkin bisa menenggelamkannya menjadi tantangan tersendiri baginya. Saat ia tak bisa menaklukkan ombak dan terhempas jatuh, bukan suara menyumpah yang keluar darinya tapi suara gelak tawa. Sebanyak ia berselancar, beberapa kali ia terjatuh karena gagal menaklukkan ombak tapi tak ada ketakutan dalam dirinya. Tidak ada alasan untuk takut mati jika orang yang dicintai menderita seorang diri, pikir Mino.
Setelah puas bercengkerama dengan laut, Mino kembali ke ruanng penyimpanan papan surfing untuk menyimpan papan miliknya. Ia mendudukkan dirinya dalam ruang penyimpanan itu dan menyandarkan tubuhnya pada dinding ruangan.
"Haaaa…"Mino menghela napas untuk mengurangi sesak di dada namun tak banyak yang berkurang karena dadanya masih tetap sesak.
"Bagaimana bisa dia bicara sekejam itu padaku? Memintaku mencari gadis lain? Bagaimana bisa dia menghargai cintaku hanya sebatas waktunya? Haaah, jika presdir Kwon mampu bertahan dua puluh tujuh tahun, harusnya dia tahu aku mampu bertahan lebih lama dari itu. Kau terlalu kejam padaku, Jung Aeri." Mino terngiang kembali ucapan Aeri semalam.
Tiba-tiba, ucapan Seungyoon ikut terngiang dalam kepalanya. Ucapan yang sering dikatakan anak itu menyadarkan Mino akan sesuatu.
"Jika kau bingung menentukan pilihan, tanya saja pada Kiss Note. Buku itu pasti mampu menjawab pertanyaan paling sulit dalam hidupmu, selagi yang kau tanyakan bukan tentang masa depanmu, hehehe…" Meski Seungyoon mengucapkannya sambil cengengesan tapi karena itu ia memiliki pikiran baru.
"Bodoh! Kenapa baru terpikir sekarang?" Mino berdiri lalu bergegas menuju mobil untuk mengambil ponselnya.
"Oh, Seunghoon-ah. Apa Kiss Note ada padamu?" tanya Mino.
"Ah… Jinwoo hyung. Arraseo. Gomawo."
Mino langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit grup Lee. Saat tiba di persimpangan jalan, ponselnya berbunyi. Sebuah nama 'Tim Aeri' muncul di layar ponsel, Mino segera menjawab panggilan telepon itu.
"Prof, dokter Jung…" suaranya terdengar panik.
"Dokter Jung… Ia mu-mulai tak bisa mengeluarkan suaranya." Sambung pemilik suara panik itu.
Mino yang sedang menekan pedal gas, seketika menginjak pedal rem. Beruntung jalan raya tak begitu ramai hingga Mino tak mengalami kecelakaan kecuali bunyi klakson yang diberikan pengendara lain. Mino memukul kemudi mobil dengan sangat keras, air mata bahkan tak mampu keluar.
"Aaarrgghh!!" tanpa pikir panjang, Mino melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit grup Lee. Ia hanya perlu memutar arah untuk segera sampai ke rumah sakit, melihat kondisi terkini Aeri tapi di kepalanya saat ini adalah Kiss Note.
* * *
-Seunghoon-
Hari ini sangat melelahkan, aku tak ingin makan atau bertemu dengan orang lain. Satu-satunya orang yang ingin kutemui justru tak bisa kutemui. Aku ingin Tuhan mengirimkan malaikat dan membawanya pergi dari tempat terkutuk itu, tapi sepertinya Tuhan takut pada ayahku dan satu-satunya yang paling ditakuti ayahku hanyalah presdir Choi. Sayangnya, sebelum presdir Choi dilibatkan, ayahku akan bersiap mengirimnya semakin jauh dariku. Keadaan saat ini terlihat jauh lebih baik dari keadaan-keadaan lainnya dan aku tahu aku sangggup menanggungnya.
"Jangan khawatir sayang, Oppa akan mengeluarkanmu dari sana. Segera."
Seunghoon mengucapkannya sambil memandang langit-langit kamar, membayangkan sebuah wajah orang yang dipanggilnya sayang.
* * *
Setelah mendapatkan Kiss Note dari Jinwoo dan menanyakan pengobatan untuk Ataxia, banyak sekali pertanyaan memenuhi kepalanya saat ini. Sangat terlihat mustahil baginya. Mempelajari metode termutakhir dari empat bidang penting ilmu kedokteran dalam kurun waktu delapan bulan saja tak membuatnya menemukan jawaban atas pertanyaannya, tapi Kiss Note menjawabnya dengan sangat mudah.
Apa itu?
Mino menuliskan pertanyaan berikutnya, tapi tak seperti sebelumnya yang membuatnya menunggu. Kali ini Kiss Note memberikan jawabannya langsung setelah menyerap pertanyaan Mino.
Tahun 2004, Hollywood memproduksi sebuah film berjudul Anacondas.
Mino menggeram, jawaban Kiss Note baginya bukan jawaban yang dia inginkan. Merasa dibodohi Kiss Note, Mino kembali menulis.
Jangan mempermainkanku. Apa hubungannya film itu dengan Ataxia? Itu hanya film, kenapa aku harus mempercayai film itu?
Kiss Note menggoreskan kata demi kata sebagai balasan untuk Mino.
Bukan film tapi pengetahuannya.
Mino mengernyit. Ia menulis kembali, Pengetahuan? Pengetahuan apa?
Film itu menceritakan tentang pencarian bunga suci yang hanya mekar setiap 34 tahun sekali. Sari dari putik bunga anggrek suci yang langka itu, mampu memperkuat anti-body pada manusia.
Mino mulai berpikir, sementara Kiss Note masih menuliskan pengetahuan yang dimaksudnya.
Serum yang terdapat pada sari dari putik bunga anggrek itu juga mampu menyembuhkan kanker tanpa operasi atau kemoterapi. Untuk ataxia, serum ini mampu memperbaiki kerusakan jaringan pada otak kecil penderitanya.
Belum ada penelitian secara resmi, tapi manfaat sari dari putik bunga anggrek itu benar-benar mampu memperkuat anti-body orang yang memakannya. Masih banyak yang meyakini bahwa bunga suci itu hanya mitos yang dibuat untuk keperluan film. Kenyataannya, bunga anggrek suci itu benar-benar tumbuh setiap 34 tahun sekali.
Keberadaannya diketahui berada di hutan lepas Kalimantan, Indonesia. Bunga anggrek yang hanya tumbuh di sana memiliki kemampuan memperpanjang usia seseorang dengan membuat orang itu kebal dari segala penyakit termasuk virus dan bakteri.
Membaca penjelasan yang ditulis Kiss Note membuatnya tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, otaknya sibuk mencerna tulisan Kiss Note. Mengingat informasi yang diberikan Kiss Note kepadanya. Kemudian ia ingat untuk menanyakan pertanyaan selanjutnya.
Kapan terakhir kali bunga itu mekar?
Pertanyaan ini menjadi penentu masa depan Aeri. Setidaknya ia harus tahu tentang itu, akan percuma jika ternyata ia harus menunggu lama karena tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang Mino dan Aeri punya untuk bersama.
12 April 2007.
"12 April 2007? Itu artinya bulan depan, bunga itu akan mekar. Aeri-ah, keberuntungan sedang dipihak kita. Aku akan mendapatkan bunga itu untukmu dan kau akan sembuh."
Tanpa Mino sadari, matanya sudah basah oleh air mata yang sebelumnya tak dapat ia keluarkan. Air mata yang turun mengenai lembaran Kiss Note, dan itu menjadi sebuah perjanjian sacra antara dirinya dan Kiss Note.
Jika Mino benar-benar menggunakan jawaban yang diberikan Kiss Note, maka ia juga harus bersiap kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.
* * *
"Pasti terjadi sesuatu pada Aeri. Haah, Dong Mino, kau membuatku khawatir."
Jinwoo menghentikan pekerjaanya dan tertegun mengingat wajah Mino saat meminta Kiss Note darinya.
Bersambung ...