Chereads / KISS NOTE : WINNER (Indonesian Version) / Chapter 6 - BAB 4 (Bagian kedua)

Chapter 6 - BAB 4 (Bagian kedua)

-Jinwoo-

Tadi pagi aku menelpon Taehyun, Mino dan Seunghoon untuk meminta bantuan melakukan hypnotheraphy pada Seungyoon. Memang aku tidak memiliki izin Seungyoon, tapi aku sudah tidak bisa menunggu Seungyoon untuk mengatakannya sendiri. Sayangnya Seunghoon tak bisa bergabung karena harus menghadiri rapat penting di kantornya.

Mino dan Taehyun sudah tiba lebih dulu, kuberitahu mereka intruksi yang akan kukatakan pada Seungyoon dan bagaimana mereka menghindarinya agar tak ikut terhipnotis nanti. Dengan tingkat kecerdasan mereka yang tinggi, mudah bagi mereka memahami tipsku.

"Tapi hyung, untuk apa kau melakukan ini?" tanya Mino.

"Cobalah mulai peduli pada sekitarmu, Mino. Terlalu fokus pada Aeri membuatmu tidak peka pada sekitar. Seungyoon sedang menyembunyikan sebuah beban yang ia rahasiakan, kurasa beban itu terlalu besar untuk dipikulnya sendirian." jelasku. Mino diam seperti sedang mengoreksi kesalahannya selama ini. Aku mengalihkan pandanganku ke Taehyun.

"Wae? Aku kan tidak bertanya." Ceplosnya. Lagi, anak ini membuatku yang tadinya akan menceramahinya juga malah terkikik melihat kepolosannya.

Tak berapa lama, suara pintu yang menghadap kolam renang terbuka terdengar. Aku yakin yang datang itu Seungyoon jadi aku segera menghidupkan lilin chamomile yang sudah kusiapkan agar aromanya bisa langsung tercium oleh Seungyoon begitu ia mendekati ruangan ini.

"Hyung!" sapanya ketika masuk. Kurasa ia tak menaruh curiga.

"Kau sudah datang?" balasku.

"Apa aku terlambat?" Ia bertanya karena melihat Mino dan Taehyun sudah lebih dulu hadir.

"Kau lama sekali, hyung. Aku mulai mengantuk." Taehyun menguap dan bersikap seolah merajuk.

"Seungyoon-ah." panggilku.

Seungyoon mengabaikan panggilanku, ia terus berjalan menuju sebuah jaccuzi di pojokan dan mulai menurunkan kakinya ke dalam jaccuzi itu. Dia mulai tidak fokus. Aku mendekatinya dan kutepuk bahunya.

"Choi Seungyoon, kau tahu aroma apa ini?" tanyaku.

"Chamomile." Jawabnya sambil terus menghirup aromanya.

Anak pintar, chamomile memang aroma lilin yang khusus kusiapkan untuk menghipnotismu. Aku akan memulai semuanya sekarang.

"Kau harus mendengarkan suaraku saja dan mengabaikan suara yang lain. Aku akan meniup lilinnya dan saat kunyalakan lagi kau bisa mencium kembali aromanya. Setelah kau mencium aromanya lagi kau akan menjawab pertanyaanku dengan jujur tanpa terkecuali. Kau mengerti kan?" intruksiku.

Seungyoon tak menjawab, ia hanya mengangguk sambil tetap memainkan kakinya di dalam jaccuzi. Kutiup lilinnya dan saat aroma chamomile mulai menghilang, "Dimana Seunghoon? Ah, dia tidak datang karena dia rapat. Aku lupa."

Kunyalakan kembali lilin chamomile, sesaat kulirik Mino dan Taehyun yang tampak kebingungan.

"Choi Seungyoon." Panggilku pelan.

"Ya, hyung?" sahutnya. Sahutannya tanda bahwa ia mulai terhipnotis.

"Adakah yang kau sembunyikan dariku?" Aku langsung melempar pertanyaan inti tanpa basa-basi lagi, Seungyoon adalah anak yang cerdas. Membuatnya menjawab pertanyaan basa-basi hanya akan mengembalikan kesadarannya lebih cepat.

"Ada, hyung." jawabnya.

Aku, benarkan?! Kutatap Taehyun dan Mino, ada ketertarikan untuk mendengarkan lebih jauh rahasia yang disembunyikan Seungyoon. Tanpa kuminta, mereka berdua sudah mendekat ke aku dan Taehyun.

"Tentang apa? Apa kau mau menceritakannya padaku? tanyaku lagi.

"Tentang rahasia keluargaku." Jawab Seungyoon ringan. Gelombang air yang dibuatnya hanya akan menghipnotisnya semakin dalam.

"Jadi, apa ini ada hubungannya dengan kebencianmu terhadap keluargamu?" Sebenarnya aku hanya mencoba mengaitkannya, namun Seungyoon dengan mudah mengiyakan pertanyaanku.

"Bukan karena kesalahpahaman saat presdir Choi membantu ayahku selingkuh sewaktu kecil?" tanyaku lagi. Seungyoon menggelengkan kepalanya.

Bukan? Lalu tentang apa?

Bukankah dia marah karena dulu presdir Choi yang mengizinkan ayahku memakai apartemen keluarga mereka untuk berselingkuh dengan wanita lain? Seungyoon melihat presdir Choi memberikan kunci apartemen itu pada ayahku, karena itu dia mengira presdir Choi yang mengenalkan wanita murahan pada ayahku.

"Aku tahu presdir Lee masuk rumah sakit setelah dipukul ayahku karena presdir Lee memperalat ayahku, tapi kemarahanku bukan tentang hal itu, hyung." jelas Seungyoon membuat kami bertiga tak melepaskan pandangan kami padanya.

"Lalu karena—" Mino berhenti melanjutkan kalimatnya. Aku mendekatkan telunjuk ke bibirku untuk memintanya diam, suaranya bisa mengembalikan kesadaran Seungyoon.

"Lalu kenapa kau sangat marah pada keluargamu?" lanjutku.

"Itu karena…"

*           *             *

Kediaman keluarga Choi.

"Tidak, eonnie, dia belum tahu." Jang Sohee menjawabi penelepon yang dipanggilnya eonnie sementara suaminya presdir Choi tengah membaca berita bisnis melalui iPad.

"Apa perlu kuulangi sumpahku?" tanya Sohee yang membuat presdir Choi menoleh sesaat ke arahnya lalu kembali pada aktifitasnya.

"Baiklah. Aku, Jang Sohee, bersumpah sampai matipun aku tidak akan pernah memberitahu Jiho jika dia bukanlah anak kandungku. Aku tidak akan membeda-bedakannya dengan anakku sendiri dan menganggap Kim Jiho sebagai Choi Jiho. Eonnie mendengarnya, kan? Apa kau sekarang bisa tenang?" Sohee mengulang sumpah yang ia berikan dulu dengan bersungut-sungut namun Jiho terlanjur mendengarnya dengan sangat jelas dari balik pintu ruang keluarga yang saat itu tak tertutup rapat.

*              *              *

-Jinwoo-

"Choi Jiho bukan saudara kandungmu? Dia bukan seorang Choi?" Aku memastikan apa yang baru kami dengar dari Seungyoon. Bukan cuma aku yang terkejut, Mino dan Taehyun juga terkejut mendapatkan kenyatan ini.

"Tapi, jika dia adalah anak dari bibimu. Artinya, dia masih keturunan Jang. Benarkan?" kutanyakan untuk memastikan hubungannya.

"Bukan." Wajahnya jelas sekali menunjukkan kekecewaan.

"Bukan? Lalu?" tanyaku.

"Bibi Jihyun adalah anak yang diadopsi kakek."  Ia menundukkan wajahnya, menyembunyikan kesedihan dariku. Menyimpan semua dari hyungnya selama beberapa tahun hanya agar hyung yang disayanginnya tak terluka, kasihan sekali. Choi Seungyoon, kau benar-benar…

*            *               *

"Jadi aku orang lain di keluarga ini?" Jiho bertanya setelah mendengar penjelasan presdir Choi tentang siapa dirinya.

"Choi Jiho…" Sohee sudah berlinang air mata saat memanggil nama Jiho secara lengkap.

"Choi? Kau sendiri yang bilang bahwa nama keluargaku bukan Choi tapi kau memanggilku Choi Jiho?!" Jiho terlalu emosional, perasaannya hancur mendapati kenyataan ini.

"Siapa Kim itu? Dimana ibuku?" lanjutnya bertanya.

*              *         *

-Jinwoo-

Tadi pagi aku menelpon Taehyun, Mino dan Seunghoon untuk meminta bantuan melakukan hypnotheraphy pada Seungyoon. Memang aku tidak memiliki izin Seungyoon, tapi aku sudah tidak bisa menunggu Seungyoon untuk mengatakannya sendiri. Sayangnya Seunghoon tak bisa bergabung karena harus menghadiri rapat penting di kantornya.

Mino dan Taehyun sudah tiba lebih dulu, kuberitahu mereka intruksi yang akan kukatakan pada Seungyoon dan bagaimana mereka menghindarinya agar tak ikut terhipnotis nanti. Dengan tingkat kecerdasan mereka yang tinggi, mudah bagi mereka memahami tipsku.

"Tapi hyung, untuk apa kau melakukan ini?" tanya Mino.

"Cobalah mulai peduli pada sekitarmu, Mino. Terlalu fokus pada Aeri membuatmu tidak peka pada sekitar. Seungyoon sedang menyembunyikan sebuah beban yang ia rahasiakan, kurasa beban itu terlalu besar untuk dipikulnya sendirian." jelasku. Mino diam seperti sedang mengoreksi kesalahannya selama ini. Aku mengalihkan pandanganku ke Taehyun.

"Wae? Aku kan tidak bertanya." Ceplosnya. Lagi, anak ini membuatku yang tadinya akan menceramahinya juga malah terkikik melihat kepolosannya.

Tak berapa lama, suara pintu yang menghadap kolam renang terbuka terdengar. Aku yakin yang datang itu Seungyoon jadi aku segera menghidupkan lilin chamomile yang sudah kusiapkan agar aromanya bisa langsung tercium oleh Seungyoon begitu ia mendekati ruangan ini.

"Hyung!" sapanya ketika masuk. Kurasa ia tak menaruh curiga.

"Kau sudah datang?" balasku.

"Apa aku terlambat?" Ia bertanya karena melihat Mino dan Taehyun sudah lebih dulu hadir.

"Kau lama sekali, hyung. Aku mulai mengantuk." Taehyun menguap dan bersikap seolah merajuk.

"Seungyoon-ah." panggilku.

Seungyoon mengabaikan panggilanku, ia terus berjalan menuju sebuah jaccuzi di pojokan dan mulai menurunkan kakinya ke dalam jaccuzi itu. Dia mulai tidak fokus. Aku mendekatinya dan kutepuk bahunya.

"Choi Seungyoon, kau tahu aroma apa ini?" tanyaku.

"Chamomile." Jawabnya sambil terus menghirup aromanya.

Anak pintar, chamomile memang aroma lilin yang khusus kusiapkan untuk menghipnotismu. Aku akan memulai semuanya sekarang.

"Kau harus mendengarkan suaraku saja dan mengabaikan suara yang lain. Aku akan meniup lilinnya dan saat kunyalakan lagi kau bisa mencium kembali aromanya. Setelah kau mencium aromanya lagi kau akan menjawab pertanyaanku dengan jujur tanpa terkecuali. Kau mengerti kan?" intruksiku.

Seungyoon tak menjawab, ia hanya mengangguk sambil tetap memainkan kakinya di dalam jaccuzi. Kutiup lilinnya dan saat aroma chamomile mulai menghilang, "Dimana Seunghoon? Ah, dia tidak datang karena dia rapat. Aku lupa."

Kunyalakan kembali lilin chamomile, sesaat kulirik Mino dan Taehyun yang tampak kebingungan.

"Choi Seungyoon." Panggilku pelan.

"Ya, hyung?" sahutnya. Sahutannya tanda bahwa ia mulai terhipnotis.

"Adakah yang kau sembunyikan dariku?" Aku langsung melempar pertanyaan inti tanpa basa-basi lagi, Seungyoon adalah anak yang cerdas. Membuatnya menjawab pertanyaan basa-basi hanya akan mengembalikan kesadarannya lebih cepat.

"Ada, hyung." jawabnya.

Aku, benarkan?! Kutatap Taehyun dan Mino, ada ketertarikan untuk mendengarkan lebih jauh rahasia yang disembunyikan Seungyoon. Tanpa kuminta, mereka berdua sudah mendekat ke aku dan Taehyun.

"Tentang apa? Apa kau mau menceritakannya padaku? tanyaku lagi.

"Tentang rahasia keluargaku." Jawab Seungyoon ringan. Gelombang air yang dibuatnya hanya akan menghipnotisnya semakin dalam.

"Jadi, apa ini ada hubungannya dengan kebencianmu terhadap keluargamu?" Sebenarnya aku hanya mencoba mengaitkannya, namun Seungyoon dengan mudah mengiyakan pertanyaanku.

"Bukan karena kesalahpahaman saat presdir Choi membantu ayahku selingkuh sewaktu kecil?" tanyaku lagi. Seungyoon menggelengkan kepalanya.

Bukan? Lalu tentang apa?

Bukankah dia marah karena dulu presdir Choi yang mengizinkan ayahku memakai apartemen keluarga mereka untuk berselingkuh dengan wanita lain? Seungyoon melihat presdir Choi memberikan kunci apartemen itu pada ayahku, karena itu dia mengira presdir Choi yang mengenalkan wanita murahan pada ayahku.

"Aku tahu presdir Lee masuk rumah sakit setelah dipukul ayahku karena presdir Lee memperalat ayahku, tapi kemarahanku bukan tentang hal itu, hyung." jelas Seungyoon membuat kami bertiga tak melepaskan pandangan kami padanya.

"Lalu karena—" Mino berhenti melanjutkan kalimatnya. Aku mendekatkan telunjuk ke bibirku untuk memintanya diam, suaranya bisa mengembalikan kesadaran Seungyoon.

"Lalu kenapa kau sangat marah pada keluargamu?" lanjutku.

"Itu karena…"

*              *             *

Kediaman keluarga Choi.

"Tidak, eonnie, dia belum tahu." Jang Sohee menjawabi penelepon yang dipanggilnya eonnie sementara suaminya presdir Choi tengah membaca berita bisnis melalui iPad.

"Apa perlu kuulangi sumpahku?" tanya Sohee yang membuat presdir Choi menoleh sesaat ke arahnya lalu kembali pada aktifitasnya.

"Baiklah. Aku, Jang Sohee, bersumpah sampai matipun aku tidak akan pernah memberitahu Jiho jika dia bukanlah anak kandungku. Aku tidak akan membeda-bedakannya dengan anakku sendiri dan menganggap Kim Jiho sebagai Choi Jiho. Eonnie mendengarnya, kan? Apa kau sekarang bisa tenang?" Sohee mengulang sumpah yang ia berikan dulu dengan bersungut-sungut namun Jiho terlanjur mendengarnya dengan sangat jelas dari balik pintu ruang keluarga yang saat itu tak tertutup rapat.

*                 *                 *

-Jinwoo-

"Choi Jiho bukan saudara kandungmu? Dia bukan seorang Choi?" Aku memastikan apa yang baru kami dengar dari Seungyoon. Bukan cuma aku yang terkejut, Mino dan Taehyun juga terkejut mendapatkan kenyatan ini.

"Tapi, jika dia adalah anak dari bibimu. Artinya, dia masih keturunan Jang. Benarkan?" kutanyakan untuk memastikan hubungannya.

"Bukan." Wajahnya jelas sekali menunjukkan kekecewaan.

"Bukan? Lalu?" tanyaku.

"Bibi Jihyun adalah anak yang diadopsi kakek."  Ia menundukkan wajahnya, menyembunyikan kesedihan dariku. Menyimpan semua dari hyungnya selama beberapa tahun hanya agar hyung yang disayanginnya tak terluka, kasihan sekali. Choi Seungyoon, kau benar-benar…

*             *            *

"Jadi aku orang lain di keluarga ini?" Jiho bertanya setelah mendengar penjelasan presdir Choi tentang siapa dirinya.

"Choi Jiho…" Sohee sudah berlinang air mata saat memanggil nama Jiho secara lengkap.

"Choi? Kau sendiri yang bilang bahwa nama keluargaku bukan Choi tapi kau memanggilku Choi Jiho?!" Jiho terlalu emosional, perasaannya hancur mendapati kenyataan ini.

"Siapa Kim itu? Dimana ibuku?" lanjutnya bertanya.

*               *             *

-Jinwoo-

"Ibunya berada dalam penjara." Lanjut Seungyoon. Mataku membelalak, aku memandang Mino dan Taehyun yang tak kalah terkejut.

"Bibi Jihyun dipenjara karena memasang bom di tubuh ibuku saat dia menculiknya demi membatalkan pernikahan perjodohan ibu dengan ayah dari Jiho hyung." satu persatu Seungyoon membuka tabir kebenaran yang ia telan sendiri hingga membebaninya.

"Bibi dijatuhi hukuman seumur hidup karena akan melakukan pembunuhan terencana dengan bom." Terusnya.

Masalah sebesar dan serumit ini disimpan oleh dirinya seorang diri, terkadang aku bertanya terbuat dari apa dirinya hingga mampu menyimpan semuanya sendiri. Benar katanya, rahasia ini memang tak bisa diceritakan pada orang lain karena hanya akan jadi bulan-bulanan media saja.

"Aku tidak bisa mengatakannya karena Jiho hyung pasti akan kecewa dan pergi dari rumah kami. Dia tak memiliki siapapun kecuali kami. Aku tak punya pilihan lain selain menyembunyikannya untuk diriku sendiri." isakannya mulai terdengar.

"Aku tidak mengerti kenapa hal ini menjadi sangat sulit dilakukan oleh kedua orangtuaku. Entah apa yang mereka pertimbangkan sampai menolak mengatakannya kepada hyung." tutupnya.

Kurasa tak ada lagi yang perlu diketahui. Mino dan Taehyun setuju untuk menyelesaikannya.  Kunyalakan lilin dan meniupnya kembali, memberikan sugesti agar ia mengembalikan kesadarannya.

"Hyung, kenapa kau menanyakan aroma tadi?" Kesadaran Seungyoon sudah kembali dan hal yang terakhir diingatnya adalah aroma lilin yang kutanyakan tadi.

"Itu karena Mino dan Taehyun tak bisa menjawabnya." Aku tersenyum pada Seungyoon.

"Kau kelihatan lelah, Seungyoon-ah." sapa Mino.

"Lumayan. Kemarin aku bertemu dengan para penggemarku. Sekali-sekali kalian harus melihatku, kalian akan mendengar namaku dielu-elukan mereka." sombong Seungyoon, membuatku tersenyum dan dua orang lainnya mencibir. Betapa hebatnya dia berakting.

"Ah, kenapa kau menyuruhku ke sini tadi, hyung? Apa kalian merencanakan konspirasi saat Seunghoon tak ada?" selidiknya dengan senyuman nakal.

"Kau terlalu sering bergaul dengan orang-orang dari agensi hiburan." Ceplos Taehyun.

"Hahaha… Baiklah, kalau tidak ada apa-apa aku akan pulang. Jiho hyung menungguku." Seungyoon mengeluarkan kakinya dari Jacuzzi dan berdiri berjalan melewatiku, Mino dan Taehyun lalu menghilang di balik pintu.

*                 *                 *

"Hyung!" Panggil Seungyoon saat melihat Jiho keluar dari mobilnya. Ia segera menyusul Jiho masuk ke dalam rumah. Mencari sosok Jiho.

Saat Seungyoon menemukannya, Jiho tengah berjalan ke arahnya dengan wajah yang serius. Senyum sumringah Seungyoon saat melihat Jiho seketika menghilang saat Jiho semakin mendekat kepadanya.

"Sejak kapan kau tahu?" Tanya Jiho tanpa basa-basi. Ia menyudutkan Seungyoon ke dinding. Ada kemarahan dalam tatapan matanya ke Seungyoon.

Seungyoon terkejut dengan sikap Jiho, ia hampir tak pernah melihat Jiho bersikap seperti ini di depannya, "a-apa maksudmu, hyung? Aku tidak mengerti."

"Aku tidak peduli jika mereka yang membohongiku, tapi… Bagaimana bisa kau membuatku terlihat bodoh dengan mengira semua adalah milikku. Kau mengecewakanku, Choi Seungyoon." Jiho menggeram melihat Seungyoon.

Seungyoon terhenyak, kini ia mengerti arah pembicaraan Jiho.

"Hyung…" panggilnya pelan.

"Aku bukan hyungmu." Jiho mundur dan meninggalkan Seungyoon. Ia berjalan ke pintu dan keluar. Seungyoon menyusulnya segera.

Jiho masuk ke dalam mobil, membuat Seungyoon berlari mencoba menghentikannya. Pintu mobil tertahan setengah terbuka. Seungyoon menatap sedih pada Jiho yang tak mengalihkan pandangan untuk menatap Seungyoon.

"Kau akan kemana, hyung? Kau tak bisa meninggalkan rumah dalam keadaan marah seperti ini."

Jiho tersenyum sinis, "rumah? Ini bahkan bukan rumahku."

Jiho menarik kasar pintu mobil, menutupnya lalu menekan pedal gas mobil dan mobilnya telah hilang di balik dinding pagar kokoh yang menghalangi pandangan Seungyoon. Seketika dadanya terasa sesak. Seungyoon berjalan dengan kasar masuk ke dalam rumah, ia menutup pintu dengan kencang dan mulai mencari dimana orang tuanya berada. Seungyoon menemukan kedua orangtuanya tengah berada di ruang kerja ayahnya.

"Apa yang terjadi? Kenapa hyung bisa tahu?" Tanyanya.

"Jiho mendengar pembicaraan ibumu dengan bibi Jihyun." Presdir Choi masih memeluk Sohee yang masih terisak menangis.

Seungyoon mengepalkan kedua tangannya, merasakan kemarahannya memuncak, "aku sudah pernah katakan untuk memberitahunya sebelum hyung tahu sendiri tapi kalian mengabaikan saranku. Sekarang hyung sudah tahu, apa kalian tahu seberapa besar kesedihan dan kekecewaannya pada kalian? Terlebih ia tahu aku mengetahuinya, aku tak bisa membayangkannya."

"Maafkan ibu, Seungyoon-ah." Sohee berucap pelan diantara isakannya.

"UNTUK APA MINTA MAAF PADAKU? HYUNG LEBIH TERLUKA DARI AKU. HIDUP BERLIMPAH HARTA TAPI PENUH DRAMA, MENJADI ARTIS MASIH LEBIH BAIK DARIPADA MENJADI BAGIAN DARI KELUARGA INI!" Suara Seungyoon meninggi –lebih terdengar seperti berteriak- membuat kedua orangtuanya menatap terkejut atas tingkah Seungyoon.

"Aku bahkan tidak bisa bersyukur lahir dalam keluaga ini." sambungnya sebelum ia meninggalkan ruangan menuju pintu utama dan melaju ke jalanan dengan mobil sport miliknya.

Kedua anak dari keluarga Choi sedang berada pada puncak kemarahannya. Sohee dan presdir Choi hanya bisa menyesali semua yang terjadi. Mengandai-andai apa yang waktu itu harusnya mereka lakukan, namun mengandai-andai takkan mengubah apapun karena penyesalan memang selalu datang terlambat.

Bersambung ....