Dira pagi- pagi sudah terusik oleh suara desahan Ezza dan gilanya lagi saat ada Dira, Ezza melakukannya di ruang keluarga, persis di depan Kamar Dira. Dira yang sudah muak keluar dan menyaksikan tubuh keduanya hampir polos,
"Ezza hentikan!" Teriak Dira, Ezza berhenti mencumbui teman wanitanya lalu bangun dengan pakaian yang sudah tidak lengkap lagi, wajahnya menggelap dan menampar Dira,
"Plakkkk...." Dira oleng dan kepalanya membentur pintu,
"Ini rumahku, aku tidak mau dirumahku ada yang berteriak kepadaku," jawabnya dingin.
"Baik, kalau begitu lepaskan aku!" Dira menantang Ezza,
"Maksudmu menceraikanmu? Aku tidak akan melakukannya karena uang mamaku akan sia- sia, aku akan membuatmu hidup seperti di neraka," Ezza tertawa mengancam,
Ezza melihat teman wanitanya, "Rapikan bajumu! Kita bertemu nanti malam," wanita itu menurut dan pergi.
Pandangannya beralih kepada Dira kembali, "Karena kamu mengganggu kesenanganku, kamu terima akibatnya sekarang," Ezza berakhir mendorong Dira hingga jatuh ke tempat tidur, dengan kasar Ezza membuat Dira polos,
Ezza sesaat terpaku melihat tubuh Dira dan itu di manfaatkan Dira untuk kabur berlari kedalam kamar mandi lalu menguncinya.
"Wanita sialan... Kau berani main- main denganku?" Beberapa kali Ezza menendang pintu kamar mandi dan akhirnya pergi meninggalkan kamar Dira.
Ezza masuk ke kamarnya dan yang ada di otaknya hanyalah bayangan tubuh Dira yang putih bersih dan tentunya menggairahkan, membuat dirinya uring- uringan sendiri dan berakhir memanggil dua teman wanitanya dan bermain dengannya, beberapa kali Ezza mencapai puncaknya karena berfantasi tubuh polos Dira yang baru saja dilihatnya.
Dira menangis pada akhirnya, menahan pipinya yang berdunyut dan mendengar bunyi musik yang selalu terdengar dari kamar Ezza, membuat hatinya semakin sakit,
"Ezza sialan... sampai kapan kamu membuatku seperti ini," Umpat Dira, Dira mengambil salep dan mengoleskan ke pipinya yang lebam, juga mengobati luka di tanyannya kena cakaran Ezza.
Esoknya keadaan Dira membaik, Dira keluar dari kamarnya dan segera pergi meninggalkan rumah Ezza, Dira mengirim surat lamaran kerja di beberapa perusahaan, setidaknya dengan bekerja kembali, Dira memiliki sedikit udara segar tanpa berada di rumah Ezza, laki-laki brengsek yang sangat di bencinya.
Tidak harus menunggu lama, semua perusahaan dengan cepat merespon baik, karena kinerjanya dan kecerdasannya yang sangat terlihat dan menonjol, membuat hampir semua perusahaan mengenal Dira.
Keputusan Dira jatuh ke Perusahaan Samudera Bintang.
Dira menjabat sebagai manager pemasaran. Dan dalam kurun waktu dua bulan, omzet penjualan di Perusahaan Samudra Bintang meningkat pesat, Dira yang gila kerja membuat bawahannya juga semangat bekerja, entah semangat dalam artian memang tulus atau hanya segan kepada Dira, yang pasti pekerjaannya nyaris sempurna.
"Siapa manager pemasaran yang sekarang Va? tolong beritahukan padanya untuk menghadapku!"
"Baik pak, saya lupa namanya tapi yang jelas dia cantik, bapak pasti..."
"Saya kagum dengan kerjanya Va." potong Kin.
"Saya tidak yakin hanya itu setelah bertemu dengannya," goda Reva,
"Vaaaa..." Kin berteriak keras, hingga membuat Reva ketakutan.
"Iya pak saya panggilkan segera." Reva segera keluar dari ruangan atasannya dan memanggil Dira,
Untuk yang pertama kali Dira bertemu dengan pimpinan perusahaan membuatnya agak gugup, Dira berjalan sambil meremas tangannya.
Tok...tok...tok pintu di ketuk Dira,
"Masuk." suara dari dalam terdengar di telinga Dira, saat Dira membuka pintu, Dira terkejut karena yang duduk di dalam adalah Kin, Kin juga sama terkejutnya,
"Dira...kamu Manajer pemasaran di perusahaan ini?" Dira mengangguk.
"Jadi kamu pemiliknya?" suara Dira pelan, Kin mengangguk,
"Maaf kalau tahu ini perusahaanmu aku tidak akan melamar pekerjaan di sini, apa ada masalah hingga kamu memanggilku kemari? eh... maksud saya pak." tanya Dira gugup.
"Justru karena pekerjaanmu sangat memuaskan jadi aku memanggilmu, untung perusahaan menjadi dua kali lipat selama dua bulan ini, itu semua karenamu," Jawab Kin menatap hangat wajah Dira, membuat Dira tambah gugup, Kin di luar pekerjaannya sangat terlihat santai tapi, Kin dihadapannya sekarang seperti Raja dan berwibawa.
"Jangan berlebihan pak, semua itu atas kerjasama team, bukan saya." Dira tetap merendah.
Kin sejenak tertegun mamandang Dira, sangat di sayangkan Ezza mengabaikannya.
"Baik- baik, tapi sifat kepemimpinanmu aku suka." Kin bangun dari kursinya dan mendekat kearah Dira, membuat Dira mundur dan hampir terjatuh menabrak sofa. Tangan Kin segera menarik tubuh Dira agar tidak terjatuh namun, tanpa sengaja bibir Kin nempel pas di mata Dira, seketika wajah Dira merah padam, Dira menundukan kepalanya, sedangkan Kin pelahan melepas tangannya setelah tubuh Dira berdiri seimbang.
"Terimakasih pak, kedepannya akan lebih baik lagi." Jawab Dira menetralkan suasana yang kaku, setelah peristiwa yang tidak terduga terjadi diantara mereka.
"Bagus, terus tingkatkan..." Kin berkata dengan suara yang bergetar.
"Kalau begitu saya permisi." Dira dengan sopan pamit dan keluar dari ruangan Kin dengan cepat.
Dira mengelus- ngelus dadanya, ya Tuhan dunia ini memang selebar daun kelor,
'diantara beberapa perusahaan yang menerimaku kenapa aku harus berada di perusahaan Kin? Terus barusan bibirnya yang selembut sutra mampir di mataku, ini godaan apa lagi?' gumamnya, Dira teringat lagi kelakuannya dulu saat mabuk membuat wajah Dira semakin merona.
"Sudah bertemu bosnya bu?" suara Reva membuat Dira melonjak kaget,
"Sudah," jawab Dira lalu segera pergi, Reva yang melihatnya tersenyum penuh arti, melihat pipi Dira yang merona setelah keluar dari ruangan bosnya, Reva yakin telah terjadi sesuatu.
❣
RUMAH SAKIT
Rey membuka matanya, dan orang yang di cari pertama kalinya adalah Dira,
"Dira sayang..." Lina menggenggam tangan Rey, Rey menatap Lina,
"Apa dia baik- baik saja?" Rey cemas dengan keadaan Dira karena satu mobil dengannya saat kecelakaan itu. Lina menganggukkan kepalanya.
"Lalu dia dimana?" Lina hendak menjawabnya tapi, Ibu Rey datang, "Dia telah menikah dengan laki- laki kaya dan meninggalkanmu karena kamu sudah tidak punya apa- apa, kamu sudah tidak berguna dimatanya, bahkan dia menjual dirinya untuk mendapatkan uang."
"Ibu jaga bicaramu!" Lina terlihat geram karena sikap ibunya,
"Itu kenyataannya Lina... Memang dia telah menikah dan meninggalkan Rey, dia perempuan matre, mana sudi masih menunggu Rey."
"Sudah cukup! Aku tidak mau kalian bertengkar..." teriak Rey sambil memegang kepalanya, dia juga mulai termakan kata- kata ibunya.
"Tapi kak, kenyataannya tidak..."
"Cukup Lina..." Lina terdiam, melawan ibunya tidak akan pernah berhasil.
Rey menatap jendela rumah sakit dengan tatapan kosong, hatinya begitu sakit dan perih menerima kenyataan saat dia tersadar, dia harus menerima kabar bahwa Dira telah meninggalkannya.
'Dira... Jika aku bangun melihatmu dengan yang lain, lebih baik aku mati saja, karena sekarang... rasa ini juga mati...' gumam Rey,
"Kak, kak Dira memperjuangkanmu sampai detik ini," Lina berbicara disamping Rey. Rey hanya tersenyum kecut.
"Tidak mungkin memperjuangkan tapi membiarkan aku seperti ini," Rey kali ini percaya kata- kata ibunya, apalagi kenyataannya Dira telah menikah dengan orang lain.
Mendengar itu, Lina hanya menarik nafas, sebenarnya dirinya tidak mau Rey salah paham dan menganggap Dira buuruk tapi apa daya, Rey telah menutup telinganya.
Setelah dua minggu di rawat, Rey di perbolehkan pulang, Rey sempat bertanya siapa yang membayar biaya rumah sakit, namun sesuai pesan Dira, semua dirahasiakan, mereka hanya bilang pihak keluarga yang membayarnya.
"Siapa yang membayar semua biaya rumah sakitku yang begitu mahal ini bu?" Ibu Rey menatap Rey,
"kalau bukan ibu siapa lagi? Hantu? Atau kamu berfikir Si Dira itu? Perempuan yang kamu bilang sempurna itu?" Rey terdiam menyadari dan menyesali telah mencintai Dira dan mempertahankannya.
Selama masa penyembuhan, Mala sering datang berkunjung dan selalu berusaha membuat kehangatan di keluarga Surya,
Lama- lama Rey merasa nyaman dan mulai merespon Mala, bahkan mereka sering keluar bareng dan melakukan aktivitas yang lain bersama,
"Rey, hentikan!" Mala berteriak manja mendapati Rey memeluk Mala bahkan menciumnya di sebuah taman dekat rumah Rey. Lina melihat dari dalam kamarnya melalui jendela, bukannya bahagia melihat kakaknya bahagia, Lina malah menitikan air matanya,
'Ini seharusnya kebahagiaan untukmu kak Dira.' gumamnya,
"Aku mau bertanya padamu boleh Rey?" Rey mengangguk dan mengecup kembali bibir Mala,
"Apa kamu sudah mencintaiku?" sejenak Rey terdiam, lalu mengangguk kembali,
"Menurutmu aku melakukan ini main- main?" Mala terlihat malu- malu.
"Apa kamu tidak tahu kalau..." Mala terdiam, sedikit ragu mengatakan hal yang terlalu jauh,
"Kalau Dira menjadi istri kakakmu?" Mala mengangguk, "Aku akan segera melamarmu jika kamu ragu." Pipi Mala langsung merona,
"Benarkah?" Mata Mala membulat menatap Rey, "Ya... kamu tinggal tentuin tanggalnya, aku dan keluargaku akan datang melamarmu."
"Aku bahagia Rey..." Mala memeluk Rey, Rey adalah orang yang sangat Mala cintai dan sebentar lagi pertunangan akan lebih mendekatkannya pada Rey, tentu Mala bahagia, sangat bahagia.
'Maaf Mala, sampai sekarang perasaanku masih untuk Dira, aku hanya mau balas dendam agar Dira merasa sakit juga dengan mendekatimu.' Rey berbicara dalam hatinya.