Fei menyentuh wajah Hong memeriksa apa ada luka padanya.
"Kau benar tidak apa-apa khan dik? Lihat rambutmu berantakan begini"
Dan tawa lebar Hong yang menunjukkan giginya yang putih rapih seiring dengan sedikit lesung manis di pipinya, bahkan suara tawanya terdengar sangat indah.
"Maafkan hamba tuan muda, kami tidak ada pilihan selain menyembunyikan diri, hamba takut orang-orang itu berniat jahat pada Yang Mulia" NuEr menurunkan kepalanya di depan FeiEr.
FeiEr tersenyum, ia mengibaskan tangannya meminta AhLei mendekat.
"AhLei tolong bantu NuEr, ia terluka"
AhLei mengangguk.
"Siap Tuan Muda"
Sementara Fei membantu Hong berjalan pelan ke arah kereta yang sudah mereka siapkan.
"Akh sakit kak" lutut Hong sakit sekali, mungkin karena jatuh tadi hingga ia terpincang-pincang, Fei menurunkan tubuhnya memeriksanya.
"Apa sangat sakit? Adik mau kakak Gendong?" Hong mendorong tangan Fei.
"Kakak jangan, Hong bisa sendiri"
Walau agak tertatih dengan berpegang pada tangan Fei, Hong mendekati kereta di mana DaHuang sudah berdiri tegap,
Fei mengibaskan tangannya di depan hidungnya.
"Duh adik kok bisa bau begini yah"
Hong mendorong tangan Fei yang menggodanya.
"Kakak ini, Hong tidak bau ini dari jubahnya"
Fei tertawa kecil, wajah merengut Hong yang sangat menggemaskan, ingin sekali mencubit pipinya.
"Ih adik ini"
Keduanya melewati YanKe dan lainnya yang masih melihatnya dengan mata besar, menelan ludah bulat saat melihat sekilas senyum Hong, wajah yang sangat indah itu, walau kini YanKe berada dalam penahanan pengawal istana ia tidak keberatan, melihat wajah Hong ia jadi sangat menyesal dengan apa yang ia lakukan tadi.
BuAn mengibaskan tangannya memerintahkan anak buahnya mengiring YanKe dan lainnya pergi.
"Kembali ke istana!" Serunya, para pengawal itu berseru serentak.
"Siap Kepala!!"
..................
Kembali ke istana Gao.
Rombongan disambut putra mahkota yang sudah menunggu dengan tak sabar, ia langsung menyongsong Hong yang turun dari atas kereta.
"Adik, kau ini kemana saja, kakak dan lainnya mencarimu hingga kemana-mana" suara YangLe keras, antara cemas dan marah.
Fei keluar duluan dan membantu Hong turun, mata YangLe membelalak lebar melihat kondisi kaki Hong yang sepertinya agak pincang, ia memeriksanya cepat.
"Kau terluka? Siapa yang berani melukaimu? Lihat bajumu kotor begini, wajahmu juga, aduh adik"
Hong merasa kakaknya itu sangat berlebihan, ia memeriksa seluruh tubuhnya, FeiEr yang tadinya berdiri di samping Hong terpaksa tergeser karena YangLe yang menempel adiknya, walau ia tak bisa pungkiri kalau putra mahkota itu memang benar mencemaskan HongEr.
BuAn mendekat, beberapa pengawal di belakangnya mengiring tiga orang yang sudah diikat tangannya, mereka berhenti dan memberi hormat pada YangLe.
"Hormat Putra Mahkota"
YangLe menoleh, matanya menatap tajam pada tiga orang yang digiring dengan wajah tertunduk tak berani melihatnya, ia sepertinya cukup mengenali orang-orang itu, pastinya sangat mengenal gadis yang berdiri paling depan.
Tapi saat ini YangLe tak peduli pada tiga orang itu, ia akan mengurus mereka nanti, YangLe mengibaskan tangannya memerintahkan BuAn mengiring mereka pergi tanpa bicara apapun lagi.
BuAn menundukkan kepalanya hormat.
"Siap Yang Mulia"
Segera pengawal pribadi itu dengan beberapa pengawal tangguh mendorong tiga orang itu menuju ke arah paviliun, istana Gao adalah tempat untuk berlibur, mungkin tidak ada penjara di sana tapi banyak ruangan kecil kosong yang bisa dikunci dari luar.
YangLe kembali melihat wajah lelah Hong.
"Adik apa kau lapar?"
Hong mengangguk cepat sambil memegang perutnya.
"Iyah kak Hong lapar sekali, sejak semalam hanya diberi minum sedikit"
YangLe tersenyum
"Yah sudah bersihkan dulu dirimu baru makan yah, kakak akan panggilkan tabib untuk memeriksa lukamu"
YangLe hendak mengibaskan tangannya pada pelayannya untuk mendekat, tapi Fei mendahuluinya, ia meraih tangan Hong dan menggandengnya ke arah paviliun.
"Biar hamba saja Yang Mulia, ayo dik kita ke kamarmu yah"
Hong ikut saja.
"Kakak pelan-pelan, kaki Hong sakit"
"Iyah HongEr kakak yang manis"
Mendengar itu Hong tersenyum manis, memegang erat lengan tangan Fei yang menggandengnya.
"Iyah donk Hong paling manis hehehe"
YangLe yang masih berdiri di tempatnya bisa mendengar suara ceria Hong dalam setiap rajukannya pada Fei, DaHuang dan AhLei menurunkan kepala mereka memberi hormat saat melewatinya.
"Yang Mulia, kami permisi dulu"
YangLe mengangguk, ia ditinggal sendiri ditemani banyak pengawal lainnya di halaman, tapi YangLe mengepalkan tangannya, masalah menghilangnya Hong kali ini mungkin bukan hanya suatu kebetulan semata.
YangLe menarik napas panjang "heh"
..................
Di salah satu gudang di bagian halaman belakang paviliun Salju.
Untuk sementara BuAn menempatkan tiga tahanan di dalam gudang berisi jerami untuk pembakaran, duduk di atas dipan kayu yang masih kokoh YanKe, Liao agak dekat jerami dan Pang yang duduk tak jauh di sampingnya.
"Tuan putri apa yang akan kita lakukan sekarang? Putra mahkota, tidak akan menghukum kita dengan berat bukan?" Tanya Pang.
Liao menarik napasnya.
"Heh kau pikir harus bagaimana Pang? Kita sudah dengan gegabah menyiksa dan melukai pangeran muda, aku tidak bisa bayangkan apa yang akan dilakukan beliau pada kita, sepertinya kita mendekati tamat kali ini"
Mendengar itu Pang memukul kepalanya.
"Duh bagaimana ini? Kenapa kita bisa sesial ini?"
YanKe menoleh, dahinya berkerut dalam.
"Aku memang dengar berita kalau Yang Mulia putra mahkota memang sudah menemukan adiknya yang hilang, tapi, tidak menyangka, kalau adik beliau bisa setampan itu, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya, putra mahkota sendiri sudah tak tertandingi sekarang muncul adiknya, aduuh kenapa mereka sangat indah untuk dilihat, lalu bagaimana aku bisa begitu bodoh hampir saja melukainya" YanKe mendumel sendiri sampai mengacak rambutnya.
Liao dan Pang saling berpandangan, sikap putri itu aneh.
"Eh Putri" panggil Pang.
"Tapi, ini juga bukan sepenuhnya salah kita, bagaimana kita bisa tahu kalau di dalam kereta berisi budak ternyata ada pangeran kecil di dalamnya, dan sekarang Putra Mahkota mungkin berpikir kalau kita memang sengaja menculiknya, ini kacau sekali, heh"
...................
Sementara itu, jauh dari pengunungan Gao di dekat perbatasan kota.
Drap drap drap!
Suara derap kuda di atas tanah berdebu, beberapa orang gagah dengan kuda tinggi besarnya melawan arah orang-orang yang berlarian pergi dari arah hutan Arwah.
KaiLe, salah satunya yang berada di atas kuda bersama Tao dan beberapa anak buah dari FaHua menarik kudanya cepat saat mendekati tepi perbatasan hutan Arwah, Tao menunjuk ke arah kepulan asap tak jauh di depan yang terletak di dalam hutan.
"Yang Mulia sepertinya kebakaran hebat, apa kita masih akan ke sana melihatnya? Letaknya di dalam hutan Arwah dan kemungkinan adalah desa Terbuang, satu-satunya tempat yang memiliki banyak penduduk"
KaiLe melirik jauh ke depannya, kepulan asap hitam yang menunjukkan api masih terus menjalar, tanpa pikir panjang KaiLe menarik kekang kudanya dan meluncur masuk hutan Arwah,
"Hiaaa!!"
"Yang mulia tunggu!" Tao mengikutinya cepat, segera kelompok dengan pakaian dominan ungu dan merah itu melintas cepat memasuki perbatasan hutan.
"Hiaa hiaa!!"
#######