Chereads / Dance Of The Red Peacock.Ind / Chapter 77 - Sisa Pemberontak

Chapter 77 - Sisa Pemberontak

--------------------

Di tengah kota WaiYi.

Sebuah rumah makan besar di tengah kota, duduk seorang pria dengan topi caping dari rotan lebar yang diletakkan di atas mejanya menikmati makan siangnya bersama banyaknya tamu di sana.

Ia duduk di bagian atas tersendiri di mana tamu yang bisa membayar lebih biasa duduk terpisah dengan lainnya. Wajahnya sangar, mata panjang sipit agak keriput, hidung bulat besar dengan bibir agak tebal, giginya terlihat lebih menyerupai taring hewan yang tajam, ada bekas luka memanjang melintang dari pelipis kiri hingga dagu kanannya, matanya menatap tajam ke semua arah tapi tidak menyadari sebuah pedang panjang bersinar terarah ke lehernya.

"Srengg"

Gerakan tangannya berhenti, tepat saat mengangkat cangkir tehnya.

Ia menyeringai, tak lama seorang dengan pakaian mewah sudah duduk di depannya.

"Cling cling" suara cantik gantungan manik-manik logam di pakaian orang yang tak lain KaiLe terdengar saat ia bergerak.

KaiLe yang menaruh pedangnya di atas meja, Tao berdiri tepat di belakang pria itu dengan posisi siap menyerang.

Perlahan pria itu menurunkan cangkir tehnya, mengepalkan dua tangan ke depan dan menundukkan kepalanya memberi hormat.

"Yang Mulia, hormat hamba"

KaiLe menatap pria itu lama, lalu menyeringai dengan mata berkilat seperti siap menghukum seseorang.

"Akai algojo dari gunung Pu, he susah sekali menemukanmu di Hua, ternyata kau bersembunyi di Tang selama ini, menikmati masa-masa yang indah?"

Akai, pria itu menarik bibirnya tersenyum, tetap tidak enak dilihat bagaimanapun juga.

"Yang Mulia Pengeran Kai, sungguh suatu kehormatan Yang Mulia mencari hamba hingga kemari, pasti perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, tapi anda mungkin sudah mencari dengan sia-sia, sekarang hamba hanya seorang penempa senjata di WaiYi, kehidupan Hua bukan lagi milik hamba"

Kai menyeringai.

"He apa benar? Seorang algojo, kaki tangan LuiShen dari kelompok pemberontak Lotus Merah pensiun? Apa anda tidak malu dengan nama besar anda? Algojo dari Pu"

Dengan tenang Akai, pria itu mengangkat cangkir tehnya, sekali lagi ingin meminumnya tapi tangan Kai mengambil cangkir itu dan meletakkan kembali di atas meja, ia tidak ingin berlama-lama tapi pria itu seperti sangat tenang sekali.

"Yang mulia, apa, anda benar masih mencurigai hamba?"

"Kau pikir apa yang membuatku mengejarmu hingga sejauh ini, apa main-main saja?"

Akai menyeringai kembali, giginya yang hampir semua hitam tak terurus terlihat menjijikkan di balik senyum sinisnya.

"Hamba, memang sudah mempermalukan negara Hua dengan terlahir ke dunia sebagai anak buruk rupa, tapi, bukan berarti hidup hamba semuanya buruk, ada saatnya orang buruk rupa seperti hamba mendapatkan kesenangan di negara lain selain Hua, apa, itu juga tidak diijinkan?"

"Aku tidak peduli apa yang ingin kau lakukan tapi, apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan?" KaiLe melirik Tao, yang segera mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya dan menyerahkannya ke tangan KaiLe, KaiLe menaruh barang berupa Jade berukiran dengan simbol di atas meja.

Akai menarik bibirnya, melihat Jade berwarna kekuningan itu, ia cukup mengenalnya.

"He sudah lama Jade ini menghilang, hamba hampir melupakannya, apa, anda ingin mengembalikannya?"

Kai menatap Akai tajam, melirik Tao yang mengarahkan bagian tajam pedangnya hingga melukai leher pria itu sedikit.

"Woow Yang Mulia tenang, ini, bukan penyerangan di siang hari bolong khan? Banyak orang di sini dan ini Tang bukan di Hua, anda juga bisa dihukum jika melakukan kejahatan di sini"

"Jangan berpura-pura bodoh, ini milikmu, dan benda ini ditemukan di samping tubuh putri KauYa, walau mungkin anda tidak terlalu pintar untuk bisa membunuh keluarga kerajaan dan pergi tanpa diketahui orang lain, tapi aku benar penasaran bagaimana Jade ini bisa sampai berada di sana, apa kawanan kalian mulai aktif lagi? Tidak aneh bukan? Kalian tiba-tiba berkimpul lagi dan merencanakan pemberontakan selanjutnya"

Akai kembali menyeringai, ia menggeser pedang Tao dan akhirnya bisa meneguk tehnya pelan.

"He Yang Mulia, anda terlalu naif, anda pikir hanya pemberontak yang bisa melakukan kejahatan di Hua? Dan anda pikir, semua orang di dekat anda tulus? Apa, anda pernah berpikir sebaliknya? Kalau anda, mungkin sudah terkecoh selama ini?"

KaiLe menelan ludahnya bulat, ucapan Akai membuatnya berpikir, walau ia sudah memikirkannya jauh sebelum orang itu mengatakannya, tetap saja ia tidak ingin melihat kemungkinan ke sana.

KaILe sudah terlalu lama membuang waktunya berbicara panjang lebar dengan orang itu,

"Jangan banyak bicara, Khan menyerahkan nyawanya dengan sia-sia dan kau bicara dengan sangat santai, pertama, bagaimana orang bisa mengetahui keberadaan kami di sini? Dan apa yang membuat orang itu berniat menghabisi aku dan Tao kalau bukan kawanan pemberontak yang mendalanginya?"

Akai tersenyum lagi, diangkat cangkir tehnya, menghirupnya pelan.

"Yang Mulia, hamba ini siapa? Lihat saja kondisi hamba saat ini, jangankan mengutus orang menyerang anda, untuk makanan nanti malam saja hamba harus bekerja dulu agar bisa membelinya, apa kemewahan yang saya miliki hingga bisa melakukan hal besar itu terhadap anda?"

Ucapan AKai membuat Kai berpikir, entah karena ia terlalu naif hingga pikirannya menjadi tertutup.

"Lagipula, anda pasti berpikir penyerangan itu dimaksudkan untuk anda, tapi, apakah anda pernah berpikir kalau mungkin bukan anda yang menjadi target penyerangan itu?"

Kai terdiam, berpikir sejenak, kalau bukan ia yang menjadi target lalu siapa? Kai membuka mata lebar.

"Apa maksudmu? Kalau bukan menyerangku lalu siapa? Mereka orang Hua untuk apa susah susah datang dari Hua untuk melakukan hal yang sia-sia, lagipula, Hong, hanya seorang anak kecil, apa hubungan dirinya dengan Hua?"

Akai santai, ia melirik Kai yang menatapnya lekat, Kai berdiri, memberi kode pada Tao agar segera bergegas pergi.

"Tao ayo!"

................

Fei membalut luka di dada Hong setelah memberinya obat lagi tadi, walau aneh sekali karena lukanya masih terlihat basah dan berwarna agak kebiruan, mungkin karena obat taburnya, pikir Fei.

"Masih sakit Hong? Kakak akan panggil tabib lagi lukanya belum menutup sama sekali"

Hong menahan sakit sambil mengenakan pakaian atasnya lagi dibantu Fei.

"Masih sakit sih kak, tapi Hong rasa Hong sudah cukup kuat, akh"

Fei melihat wajah Hong lama, mengangkat tangannya membelai rambut Hong yang walau sudah berapa hari tidak dicuci karena lukanya masih terlihat berkilau dan wangi,

"Lain kali jangan lakukan itu Hong, seharusnya kakak yang melindungi adik, bukan sebaliknya"

Hong tersenyum, diturunkan tangan kakaknya yang lebar dan mengenggamnya.

"Hong juga bisa melindungi kakak dan lainnya sekali waktu khan, Hong pasti akan melakukannya lagi lain kali"

Fei melihat Hong menyipitkan matanya, disentil kening adiknya gemas.

"Ich kau ini"

Hong meraba keningnya sambil mengembungkan mulutnya.

"Ich sakit kak, em, kak Hong bosan, kita ke lembah yuk"

FeiEr tersenyum sambil merapihkan rambut depan Hong yang jatuh berantakan.

"Heh baiklah, tapi kakak akan bertanya pada ayahanda dulu yah, beliau bisa khawatir kalau Hong keluar tanpa bilang apa-apa"

HongEr mengangguk.

"Iyah kak"

-------------------------