*Beberapa jam sebelum selesai acara*
"Jane hari ini kamu dan Lucien menginap di rumah saja ya...lagian acaranya akan selesai malam hari" suruh mama tiba-tiba ketika kami sedang asyik mengobrol.
"Ah....baik ma aku akan menginap di rumah, tetapi Lucien sebaiknya tidur di hotel saja" ujarku sedikit gugup sambil melirik Lucien.
"Kenapa begitu Jane???bukankah lebih baik dia juga menginap di rumah daripada harus mengeluarkan biaya menginap di hotel, ya kan pa?" sahut mamaku lagi dengan santainya karena tidak mengetahui bahwa kami hanya berpura-pura pacaran.
"Mama ini...kan mereka baru beberapa minggu pacaran, tetapi tidak ada salahnya juga sih kan mereka sudah sama-sama dewasa" ucap papaku ambigu.
Aku memutar bola mataku kesal karena kupikir papa akan membantuku, tetapi nyatanya tidak. Ku lirik Lucien untuk membantuku, tetapi dia hanya terdiam sambil menikmati obrolanku dan kedua orang tuaku. Lalu tiba-tiba datanglah kakak iparku menghampiri kami.
"Aduh...mama sama papa kelihatan asyik sekali ngobrol dengan calon menantunya, kalian lagi ngobrolin apa?" ujar Lina tiba-tiba menghampiri.
"Oh...ini Lin mama sama papa nyaranin biar Jane sama Lucien mending nginap di rumah saja, eh tetapi Jane malah menyarankan Lucien menginap di Hotel" curhat mamamku pada Lina.
"Huh kenapa Jane???kamu bukan malu karena harus memperlihatkan kamarmu ke kekasihmu kan, makanya menyuruhnya nginap di hotel?" ucap kakak iparku mulai menyelidik.
"Kenapa aku harus malu memperlihatkan kamarku padanya???aku hanya tidak ingin orang lain menilaiku buruk, karena kan kalian semua selalu lebih mendengarkan perkataan orang lain daripada perkataanku..." ujarku berhasil menohok Lina.
Papaku terlihat merasa bersalah ketika aku mengatakan itu dan mamaku hanya bingung tidak mengerti maksud dari ucapanku.
"Ya...salahmu sendiri sih karena kemarin tidak mengatakan akan datang, jadi aku belum menyiapkan kamarmu...." ujar Lina mengalihkan.
"Tenang saja Jane mama sudah menyiapkan kamarmu kok, jadi kamu bisa tenang"
"Kenapa jadi kalian yang memutuskan Lucien akan menginap dimana??? dia saja belum memutuskan akan menginap di mana...."kataku sambil melihat Lucien.
Lucien terlihat berpikir dan aku berharap agar dia memutuskan untuk tidak menginap di rumahku karena aku takut tidak akan bisa mengendalikan diriku jika harus tidur satu kamar dengannya.
"Baiklah om...tante jika kalian memaksa, saya akan menginap di rumah" ujarnya sambil tersenyum yang berhasil membuat hatiku mencelos mendengar keputusannya.
"Kamu ini Jane seperti tidak pernah tidur bersama saja" ujar Lina saat melihat ekspresiku yang melongo.
"Aku kan bukan seperti seseorang yang selalu mengijinkan setiap kekasihnya menjamahi tubuhnya" kataku menyindir Lina sambil tersenyum tenang.
Aku tahu masa lalu Lina yang mengijinkan semua kekasihnya menjamahi dirinya karena ada seorang temanku yang merupakan tetangga sekaligus mantan sahabatnya saat masih belum menikah dulu menceritakan semua masa lalu Lina padaku. Awalnya aku heran kenapa dia menceritakan itu semua padaku dan setelah kutelusuri lebih lanjut ternyata mantan kekasihnya dulu pernah direbut oleh Lina, bahkan dia memergoki mantannya sedang menggerayangi tubuh Lina. Sejak saat itulah dia sangat membenci Lina dan memberitahuku agar hati-hati pada wanita seperti Lina.
"Apa maksudmu berkata seperti itu Jane?" ujar Lina geram.
"Tidak apa-apa aku hanya sekedar mengatakan kejujuran saja kok" jawabku santai sambil mengangkat bahu.
"Sudah-sudah kenapa kalian jadi begini sih.." ujar mama menengahi aku dan Lina.
"Sebaiknya kamu menghargaiku sebagai kakak iparmu Jane dan lagi aku lebih tua darimu" peringat Lina padaku.
"Aku akan menghargai seseorang jika orang itu juga menghargaiku, jadi untuk apa menghargai orang yang tidak menghargaiku, benar kan pa???" ucapku pada papa.
"Ya benar itu apa kata Jane, untuk apa kita menghargai orang yang tidak menghargai kita" ujar papa tidak peka akan maksudku. Aku dan Lucien tersenyum miring mendengar kata-kata papa seperti.
"Mama sama papa mau ke sana dulu ya, capek mendengar kalian berdebat seperti ini" ucap mama sambil menarik tangan papa pergi.
"Kamu memang selalu hebat dalam bersilat lidah Jane.." ujar Lina kesal.
"Ah...terimakasih atas pujianmu, tetapi aku jadi seperti ini juga berkat bantuanmu kok" ucapku tetap tenang sambil tersenyum.
Aku tahu Lucien sebenarnya mendengarkan pembicaraan kami hanya saja dia tidak ingin ikut campur dalam perang mulutku bersama Lina.
"Dressmu bagus juga Jane dan sepertinya harganya mahal, apa kamu membelinya sendiri???" tanya Lina mengalihkan pembicaraan.
"Jika aku jawab ya apakah kamu akan percaya???" tanyaku balik padanya.
"Sepertinya mustahil kamu bisa membelinya, karena aku tahu dress ini harganya sangat mahal bahkan gajimu sebulan rasanya tidak cukup untuk membelinya" kata Lina meremehkan.
"Memang kamu tahu nama brand dari dress ini?" tanyaku lagi.
"Tentu saja aku tahu, itu brand Valentino kan???makanya kubilang kamu tidak akan mampu membelinya karena aku saja masih berpikir untuk membelinya" ucap Lina lagi dengan meremehkan.
Aku tahu Lina memang gemar membeli barang-barang mewah tetapi aku tidak menyangka matanya sangat jeli melihat dressku.
"Waahhh...matamu memang jeli ya kak dengan barang-barang mewah" jawabku sambil tersenyum.
"Apakah kamu sekarang juga suka dengan barang-barang mewah Jane???jadi kamu menjual dirimu di rantauan untuk memenuhi hasrat belanja barang mewahmu???"tanyanya terang-terangan dan hampir berhasil membuatku terprovokasi.
"Aku yang membelikannya, apa ada masalah???jika berdasarkan kata-katamu tadi, jadi bisa diartikan bahwa Jane menjual diri pada kekasihnya sendiri" ucap Lucien tiba-tiba dengan nada yang dingin.
"Ah...bukan seperti itu maksudku...ngomong-ngomong kamu kerja apa???" tanya Lina mengalihkan pembicaraan kepada Lucien.
"Tidak penting aku bekerja apa, yang penting aku bisa memenuhi hasrat belanja barang mewah kekasihku" jawab Lucien dingin dan penuh penekanan.
Aku sungguh senang Lucien membantuku disaat seperti ini, tetapi aku sungguh tidak suka Lina makin penasaran dengan sosok Lucien. Jika dia tahu Lucien adalah salah satu orang terkaya di wilayah B, dia pasti akan terus-terusan menggoda Lucien agar Lucien bisa bertekuk lutut padanya. Untung saja Lucien adalah laki-laki yang otaknya tidak normal dan orientasi seksualnya menyimpang, jadi aku bisa tenang karena dia tak mungkin tertarik dengan seorang Lina.
"Ingat kak aku bisa saja mengacaukan acara pernikahan adik kesayanganmu jika kamu terus-terusan mencoba memprovokasiku seperti ini. Kamu tahu kan jika aku sudah menggila seperti apa???" bisikku tersenyum licik pada Lina dengan nada mengancam dan dia pun tersentak dengan ancamanku.
Beberapa jam kemudian acara pernikahan sudah selesai dan kami pulang ke rumah. Seperti kesepakatan sebelumnya malam ini aku dan Lucien akan menginap di rumahku...tidak tepatnya di kamarku.
Saat aku dan Lucien naik ke mobil Maserati Alfieri milik Lucien, kakakku dan Lina melihat kami dengan melongo.
Entah memang karena dorongan materialistisnya atau bagaimana, Lina berlari ke arahku dan Lucien kemudian mengatakan ingin menumpang di mobil Lucien. Tentu saja dengan tegas dan dingin Lucien menolak karena dia ingin aku yang ada di sampingnya bukan orang lain.
Dalam hati aku tertawa puas melihat ekspresi Lina yang sangat kecewa. "Rasain!!! dasar perempuan matre" batinku.
Sesampainya di rumah aku dan Lucien menuju kamarku untuk beristirahat dan mandi.
"Ah....akhirnya aku bisa ketemu kasur" gumamku dan sudah merebahkan diri di atas kasurku.
"Lebih baik kamu mandi dulu Jane setelah itu baru rebahan" ujar Lucien menyarankan.
"Kamu saja yang mandi duluan Cien, aku masih ingin seperti ini dulu" jawabku dengan posisi masih rebahan. Uuuuhhhmmm...nyaman sekali rasanya" gumamku lagi sambil memejamkan mata.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
Tok...tok...tok....
Dengan malas kubuka pintu itu dan terlihatlah sosok Lina yang datang memberikan buah potong dengan menggunakan baju tidur yang super tipis. Dia sangat kecewa ketika aku yang membuka pintu, melihat ekspresinya yang seperti itu membuatku langsung mengambil buah potong yang diberikannya dan menutup pintu. Aku tahu dia berusaha menggoda Lucien dengan menggunakan tubuhnya. Untuk pertama kalinya aku merasa sangat bersyukur dengan ketidaknormalan Lucien.
"Dasar perempuan murahan!!! emang dia pikir ini di rumah bordil apa???" gumamku kesal.
"Ada apa Jane???" tanya Lucien lembut.
"Ah tidak...hanya ular betina yang mencoba menggoda manusia dengan semangkok besar buah potong" ujarku asal.
Lucien yang mengerti siapa ular betina yang kumaksud pun hanya mengangkat bahu dan menganmbil buah potong yang ada di tanganku dengan santai.
"Sekarang kamu mandi dulu sana!!!" suruh Lucien yang lebih terdengar seperti perintah.
"Ok siap boss!!!" ucapku lantang sambil tertawa dan berlari menuju kamar mandi.
*Saat menjelang tidur*
"Jane..."panggil Lucien lembut.
Aku yang sedang asyik membaca komik pun menoleh "Ya ada apa??" sahutku singkat.
"Aku penasaran ingin mencoba sesuatu, apakah boleh?" tanya Lucien polos.
"Jika kamu penasaran ya lakukan saja" jawabku enteng.
"Baiklah kalau begitu kamu diam di posisimu ya!!!" perintahnya lembut membuatku menaikkan sebelah alisku.
"Oke" jawabku singkat dan penasaran dengan apa yang sebenarnya akan dilakukan Lucien.
Lucien menghampiriku dan mempersempit jarak kami. Semakin lama dia mendekatkan wajahnya padaku, aku yang akhirnya mengerti dengan maksud Lucien tetap diam dalam posisiku. Jantungku sudah marathon dari dia mulai mempersempit jarak diantara kami.
Saat wajah kami tinggal beberapa centi, mata kami bertemu dan dia menempelkan bibirnya di bibirku. Tentu saja aku terkejut dengan perlakuannya yang tiba-tiba seperti ini. Dengan posisi bibir masih menempel kami saling menatap satu sama lain seolah ingin menelusuri sesuatu lebih dalam.
Beberapa detik kemudian aku mulai melumat bibir Lucien dengan lembut, dan aku tak menyangka jika dia akan meresponku. Kami semakin memperdalam ciuman kami sampai akhirnya setelah beberapa menit berlalu melepaskan tautan bibir kami dengan nafas yang memburu.
"Eeeehhhmmm....Jane aku-"
Aku langsung memotong ucapan Lucien dengan jantung yang masih marathon "tidak usah minta maaf jika kamu bermaksud untuk minta maaf, lagipula kita juga sama-sama menikmatinya"
"Bibirmu enak Jane" ujar Lucien lagi sambil memegang bibirku.
"Lalu???" tanyaku lagi dengan pikiran yang sudah kacau.
"Aku menginginkannya lagi" ucap Lucien dan langsung kembali menciumku.
Kali ini dia melumat bibirku dengan bergairah, tidak ingin kalah aku pun membalas lumatan yang diberikan oleh Lucien. Semakin lama ciuman kami semakin panas dan akhirnya kami tertidur dengan bibir yang masih bertautan.