Vrella menghela nafas berat. Hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi Vrella sudah tepat di depan matanya. Besok mereka menikah. Vrella akan menikah dengan Alleo besok. Bukan ini yang Vrella mau.
Dia selalu berharap akan menikah dengan laki-laki yang dia cintai, menikah dengan cinta yang tulus. Bukan dengan laki-laki yang bahkan tak mengharapkan keberadaannya.
"Vrel," Nathalie memegang pundak Vrella pelan. Dia bisa merasakan kesedihan yang Vrella rasakan, walaupun dia sendiri tidak tahu pasti apa yang menjadi penyebab kesedihan anak sulungnya.
"Pah, Mah," Vrella tidak bisa untuk tidak menangis kali ini. Dia merasa sudah membohongi kedua orang tuanya. Hartanya.
"Vrel, kalau kamu sedih karena kamu akan memulai kehidupan baru dan akan berpisah dari Papah, Mamah, dan Adik-adikmu, itu wajar. Tapi, itu namanya siklus hidup." Nathalie membawa Vrella ke dalam pelukannya. Berusaha menenangkan anak sulungnya. Kevin mengelus tangan putri sulungnya.
"Alleo juga kan kerjanya di sini, jadi kamu pasti masih bisa sering mampir. Nanti kalau kangen kan bisa datang ke rumah." Kevin berusaha untuk menenangkan putri sulungnya itu.
Vrella melepaskan pelukan Nathalie. Dengan mata berairnya, Vrella melihat kedua orang tuanya satu persatu. 'Aku pasti bisa, iya aku pasti bisa'
"Doain Vrella ya pah, mah. Doain Vrella bisa bahagia terus dan kuat." Hanya itu yang bisa Vrella katakan. Vrella hanya berharap kebahagiaan itu nyata dan menunggunya di depan.
Kalaupun dia yang harus menunggu, Vrella berharap dia kuat. Kuat menjalani kehidupan pernikahannya, sampai kebahagiaannya datang.
*
Vrella memandangi pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya. Gaun putih panjang yang langsung dipilihkan oleh calon Ibu Mertuanya. Indah. Vrella akui bahwa gaun yang dipakainya sekarang, sangat indah.
Vrella melipat kedua tangannya, berdoa, 'Tuhan, aku percaya pada rencana-Mu. Aku percaya Tuhan pasti menyertai. Aku percaya aku bisa melalui ini. Aku percaya pada-Mu, Tuhan.'
"Nak, ayo, semua sudah menunggu di depan." Kevin tersenyum melihat putri semata wayangnya. Kevin mengambil tangan Vrella dan meletakkannya di sela-sela lengannya.
"Vrella siap, Pah." Vrella menatap kedua mata Papahnya. Berusaha meminta kekuatan dari Kevin.
Vrella berjalan diiringi Kevin menuju altar. Matanya memandang lurus ke depan. Lebih tepatnya memandang lurus ke arah Alleo. Vrella tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Alleo.
Kemeja putih, tuxedo hitam, dipadu dengan dasi hitam yang dipakainya, benar-benar membuat Alleo terlihat seperti pangeran berkuda putih. Tampan. Kata itu paling tepat untuk Alleo saat ini (baca: dan kapanpun itu).
Alleo mengambil tangan Vrella dari Kevin dan memberikan senyum tipisnya. 'ALAH MAK! GANTENG BANGET SI KALO UDAH SENYUM!' batin Vrella meronta! Senyum pertama Alleo yang belum pernah Vrella lihat sebelumnya dan sukses membuat Vrella meleleh!
"Saya, Alleo Raningrat, mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." Lancar dan lugas. Kata itu keluar tanpa hambatan dari bibir Alleo. Ada rasa tidak rela dan rasa tak nyaman yang saat ini memenuhi hatinya. Dia tidak mencintai Vrella.
"Saya, Vrella Imanuella Raharjo, mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." Vrella menatap Alleo dengan tulus. Dia tulus dengan pernikahan ini. Vrella berharap Alleo bisa memahami arti tatapannya.
"Baiklah, semoga Tuhan memberkati pernikahan kalian berdua! Sekarang mempelai pria sudah bisa mencium mempelai wanita," sang pendeta mengucapkan kalimat yang paling Alleo dan Vrella hindari.
Alleo menatap Vrella. Ada hembusan nafas berat dari Alleo yang masih bisa Vrella dengarkan. Hatinya menciut sakit. Alleo memegang kedua bahu Vrella. Menatap Vrella dalam. Alleo mendekatkan wajahnya.
"Kening, kening, kening." Vrella berucap pelan. Alleo berhenti sejenak, menatap Vrella dalam. Alleo tersenyum, dan CUP!
Alleo mencium Vrella tepat di bibirnya. Jika Alleo tidak menahannya, mungkin Vrella saat ini sudah jatuh ke lantai. Nafasnya tercekat. Tidak, Alleo tidak mencium Vrella. Laki-laki itu hanya menempelkan bibirnya.
Alleo menarik kembali dirinya. Tersenyum ke arah Vrella, dan membawa wanita itu kepelukannya. Suara riuh terdengar keras, semua orang bergembira. Semua orang kecuali Vrella dan Alleo.
*
Vrella menghempaskan dirinya ke atas kasur dan langsung memijat kedua betisnya. Setelah sepanjang hari hanya berdiri dan duduk, betisnya mulai meronta minta di istirahatkan. Vrella memandang ke arah kamar mandiri, sedih. Vrella sedih.
*flashback*
"Gue udah pesen kamar dengan dua tempat tidur. Lo bisa tidur di tempat tidur lo sendiri. Sesuai perjanjian, setelah ini kita urus urusan masing-masing. Kecuali di depan keluarga kita. Di depan keluarga, kita harus bisa bersikap seperti suami-istri." Padat. Tegas. Jelas. Alleo tidak ingin memiliki urusan lebih banyak dengan Vrella.
"Okay," Vrella berusaha untuk menahan tangisnya. Dia terlalu lemah untuk melawan, tenaganya habis setelah mengikuti acara seharian penuh.
"Satu lagi, gue ingetin, jangan coba-coba untuk main perasaan. Gue gak suka sama lo. Ngerti?" Vrella menganggukkan kepalanya. Tenggorokannya tercekat. Dia harus mandi secepatnya sehingga bisa menangis dengan puas.
*end of flashback*
Alleo membuka pintu kamar mandi dan mendapati Vrella sudah tertidur. Alleo menghembuskan nafasnya pelan. Jika dia bisa, Alleo tidak mau menikahi Vrella. Alleo tidak ingin menyakiti orang lain.
Di sisi lainnya, dia tidak ingin hidup orang tuanya hancur. Dia terlalu menyayangi kedua orang tuanya.
*
Alleo berbaring di atas tempat tidurnya. Matanya tidak bisa tertutup sekalipun tubuhnya minta diistirahatkan.
Posisi tempat tidur mereka yang berhadapan membuatnya bisa melihat Vrella yang sedang tertidur pulas. Helaan nafas berat keluar dari bibirnya. Kepalanya langsung sakit saat mengingat dirinya sudah menikah.
*
"Al.. Alleo… ALLEO!" teriak Vrella di depan telinga Alleo
"HUWAAAAA!" Alleo menatap Vrella kaget. "Lo ngapain di sini? Terus lo kok bisa masuk?" Alleo masih berusaha untuk mencari kepingan nyawanya yang tercecer.
"HA HA HA, Lucu. Dipanggil sama bokap nyokap kita. Di suruh sarapan bareng. Cepetan," Vrella tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada Alleo. 'gila ya nih orang, baru bangun aja cakep. Ckckckck." Alleo mengusap wajahnya frustasi. Dia baru ingat kalau dia baru saja menikah.
"Iya gue turun. Gue mandi dulu, lo duluan aja ke bawah." Alleo bangkit dari tempat tidurnya.
"Nih minum," Vrella melemparkan botol air mineral ke Alleo. Alleo mengernyit bingung. "Biasain minum air putih kalau baru bangun. Gue ke bawah dulu." Tanpa ba bi bu lagi Vrella langsung keluar meninggalkan Alleo yang masih belum beranjak.
*
20 menit kemudian Alleo turun menuju restoran hotel untuk sarapan. Alleo hanya menggunakan celana jeans hitam dan kaus polo putih, tapi dasarnya cupid tidak mau diam, pesona Alleo benar-benar sampai ke relung hati Vrella.
'fix banget ini mah. Alleo ganteng. Pake banget!'. Vrella berdeham pelan berusaha untuk meredam kekagumannya pada Alleo. Semenyakitkan apapun perkataan Alleo kemarin, lenyap, menguap, dan sudah menyatu dengan udara. Vrella tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada Alleo.
"Selamat pagi, semua," Alleo kemudian langsung menatap Vrella yang juga sedang menatapnya. "Pagi sayang.��� Alleo mengecup kening Vrella di depan semua orang. SEMUA ORANG.
Kalau Vrella tidak sadar mereka sedang akting saat ini, Vrella pasti sudah menyemburkan makanan yang ada di mulutnya seperti mbah dukun. Jantungnya hampir saja menyatu dengan usus besarnya!
"Pagi," Vrella membalas sapaan Alleo dengan senyuman kakunya. Senyuman kaku yang persis sama dia tunjukkan saat di ruang sidang. Vrella yakin wajahnya sangat memalukan saat ini! "Kamu mau makan apa?" sekalipun Vrella grogi, dia tetap harus menjalankan perannya sebagai istri.
"Aku, aku mau roti dan telur." Alleo menatap Vrella bingung. 'Akting dia bagus juga' batinnya tidak bisa diam saat ini.
"Nih, roti dan telurnya." Vrella menyerahkan piring berisi 2 slice roti dan telur mata sapi.
"Kalian jangan kaku begitu doong, kayak kalian gak pernah pacaran aja," ujar Clara, Ibu mertua sekaligus Ibu kandung dari Vrella dan Alleo.
"Iya, gak apa-apa lagi. Namanya juga suami-istri," Nathalie melanjutkan ledekannya.
Alleo dan Vrella hanya tertawa masam. 'Pacaran? Ha ha ha'
*
Setelah hampir satu jam berdebat dengan kedua orang tua mereka, Alleo dan Vrella berhasil keluar dari hotel dan pindah ke rumah yang memang sudah disiapkan Alleo untuk mereka.
Satu kata yang langsung muncul di pikiran Vrella adalah, suka. Vrella suka sekali dengan rumah ini. Tidak besar tetapi tidak kecil. Tidak ada rumah bertingkat. Hanya rumah 1 lantai dengan pekarangan yang tidak terlalu luas dan satu kolam renang kecil. Vrella menyukainya.
"Jadi ini kamar lo," Alleo menunjukkan sebuah kamar yang cukup luas untuk ditempati sendirian. "Kamar gue di samping kamar lo. Kalo ada apa-apa, lo bisa tanya Bi Marni." Ujar Alleo singkat. Vrella hanya menganggukkan kepalanya patuh.
"Bagus, sesuai perjanjian, jangan recokin hidup gue. Urus hidup masing-masing. Ini kartu kredit bisa lo pake buat keperluan rumah," Alleo menyerahkan sebuah kartu kredit berwarna hitam. 'Nyuruh mulu ih' Vrella tidak bisa untuk tidak menyembunyikan kekesalannya.
"Ohiya, Bi Marni Cuma bakalan ada sampe jam 4 sore, dan gue mau lo gak keluar kamar mulai dari jam 7 malam sampe gue kabarin lo. Bawa air sebanyak mungkin, bawa makanan yang mau lo ambil, dan jangan pake alesan untuk ke toilet. Kamar lo punya toilet. Paham?" Barusan adalah kalimat terpanjang Alleo yang Vrella dengar.
Entah siapa yang akan datang sampe Alleo memintanya untuk tidak keluar kamar. Vrella hanya mengangguk patuh dengan berbagai pertanyaan yang berkeliaran di kepalanya.
*
Vrella mengunyah permen jelly yang ada di depannya. Sesuai dengan perintah Alleo, Vrella mengambil air putih dan makanan sebanyak yang dia bisa. Entah apa yang akan Alleo lakukan atau dengan siapa Alleo bertemu, Vrella berusaha untuk tidak mau tau.
Hanya saja memang terkadang jiwa kepo yang dimilikinya suka terlalu ikut campur. Beruntung rumah Alleo memiliki wifi jadi Vrella bisa streaming drakor kesayangannya yang sedang on-going.
BRAK!
"WAAAAAAAAAAAAAA!"
Dasarnya Vrella memang latah, Vrella malah berteriak dengan sangat kencang. Dengan cepat Vrella menutup mulutnya. 'aduuuuh bego banget sih gue!'
"Jadi mau kamu apa? Aku capek, Leo!"
"Aku bisa jelasin, aku bisa jelasin. Kamu dengerin aku dulu,"
"Oh, aku harus dengerin apa lagi? Denger kalau kamu bakalan punya anak?"
Vrella terbatuk kencang. 'ANAK?! GILAK KALI GUE!' Kali ini Vrella benar-benar sudah kepo. Vrella berjalan menuju pintu dan menempelkan telinganya ke pintu. Salahkan kekepoannya.
"Seriusan aku hanya 1 tahun. Hanya 1 tahun, An. Tolongin aku. Aku juga gak bisa ngapa-ngapain. Aku sayang orang tua ku. Cuma aku yang bisa bantu mereka. Aku gak mau liat mereka hancur. Tapi apa pernah kamu mikir kalau aku juga hancur karena kejadian ini? PERNAH?! Aku sayang banget sama kamu. Aku hanya gak bisa ngapa-ngapain sekarang."
'Alleo… Menangis?' ada rasa sedih yang hinggap di hati Vrella saat mendengar pengakuan dari Alleo. Seberapa banyak dan besar beban yang laki-laki itu tanggung saat ini?
Sejujurnya Vrella saat ini sedang bergumul dengan hatinya yang tiba-tiba terasa sedikit panas saat tahu kalau Alleo ternyata membawa wanita ke rumah ini. Tapi Vrella juga merasa kasihan dengan Alleo, yang Vrella tau, Alleo dan dirinya sama-sama tidak bisa melakukan apapun saat ini selain menerima.
Vrella jelas dengan alasan tidak bisa melawan karena tidak memiliki cukup uang, hanya saja Alleo… Vrella masih belum tau apa alasannya menerima pernikahan kontrak brengsek ini.
"Leo, aku capek. Kalau kamu sayang sama aku, kamu bisa perjuangin aku. Gak ada satupun perempuan yang mau di duakan. Gak ada, Leo."
"An aku mohon. Kasih aku waktu. 1 tahun. Hanya 1 tahun. Setelah itu aku akan kembali sama kamu. Hanya saja biarin aku bisa sama-sama kamu. Kamu tau aku gak pernah menginginkan ini kan? Aku cuma mau kamu. Aku cuma mau kamu."
Sialan.
Kali ini Vrella tidak bisa untuk tidak menumpahkan air matanya. Hatinya panas, perih, kesal, marah, kecewa, dan terhina.
Cukup sudah. Kekepoannya sudah menguap entah kemana. Kali ini dia tidak ingin mendengarkan apapun yang sepasang kekasih itu lakukan.
Vrella membanting dirinya ke atas tempat tidur. Dadanya sesak. Alleo Raningrat. Bagaimana pun juga, laki-laki itu sejak awal masuk kuliah sudah memiliki sedikiiiiit ruang di hatinya. Walaupun hanya sedikit, tapi dengan pernikahan ini, Vrella sudah terlanjur menambahkan sedikit harapan. Harapan bahwa dia bisa bersama laki-laki itu seumur hidupnya. Menikah satu kali seumur hidupnya.
"aah.. Alleo"
Mata Vrella membesar mendengar suara desahan dari kamar sebelah. Sebentar. Kamar sebelah. Alleo bilang kamarnya tepat disamping kamar Vrella. Jangan-jangan… Alleo dan wanita itu…
Air mata kembali tumpah dari matanya. Bahkan 1 hari setelah mereka menikah, secara agama mereka sudah bercerai. Hahaha. Lucu sekali. Dadanya sesak tetapi juga ada kemarahan.
Bagaimana pun juga, Vrella punya hak atas Alleo. Dia berhak atas suaminya. Dia berhak untuk mengusir perempuan yang mau mengganggu pernikahanya sekalipun pernikahannya dengan Alleo terjadi karena paksaan.
Anggaplah Vrella jahat karena memanfaatkan kondisi Alleo yang juga tidak bisa berbuat apapun. Tapi Vrella akan buat laki-laki itu berbalik mencintainya.
Vrella membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju kamar Alleo. Vrella mempersiapkan hatinya untuk melihat hal yang tidak dia inginkan. Vrella menarik nafas dalam.
BRAAAAK!
Vrella membelalak saat melihat Alleo sedang mencoba untuk melepas baju wanita yang entah namanya siapa.
"AAAAAAAAAAAAAAAAA" wanita yang tak diketahui namanya itu berteriak dengan saat kencang.
"LO NGAPAIN DI SINI?! GUE UDAH BILANGKAN JANGAN KELUAR DARI KAMAR SAMPE GUE BILANG LO BISA KELUAR?!" bentak Alleo. Vrella bergeming, dadanya sesak sekali saat ini.
"Pertama. Gue istri lo. Siapapun orangnya gak ada yang lebih berhak dari gue. Kedua. Gue gak peduli lo mau ngomong apa, tapi kalian berdua ngeganggu gue nonton drama. Ketiga dan buat lo perempuan jalang. Lo tau Alleo udah nikah, tapi lo masih mau gangguin Alleo? Di mana harga diri lo?" Semuanya. Vrella mengatakan semua yang dia ingin katakan dengan nada datar.
Alleo berjalan ke arah Vrella dengan matanya mengkilat marah. Vrella tahu apa yang akan Alleo lakukan. Dia tahu betul kali ini dia harus berjuang lebih keras dari siapa pun. Vrella tidak bergeming dari tempatnya.
"Mau lo apa?" Alleo bertanya hampir seperti bisikan. Giginya bergemertak. Alleo marah.
"Lo tau jelas apa yang gue mau. Lo tau jelas lo udah beristri. Gue rasa lo gak buta dan gak bodoh,"
"Lo tau perjanjiannya, Ver. Lo tau jelas lo gak berhak ngatur hidup gue."
"Maaf Alleo Raningrat. Gak ada perjanjian kayak gitu. Dalam surat perjanjian itu, gue berhak melakukan apapun. Inget? Gue rasa lo bukan orang yang pikun" Alleo mengepalkan tangannya. Nafasnya naik turun dengan cepat. Dia ingat itu.
"Gue bebas untuk ngurus hidup gue. Lo juga inget?" Alleo menatap Vrella tajam. Vrella tertawa kecil.
"Gue inget," air matanya jatuh begitu saja. Vrella menghapusnya kasar. "Lo bebas ngelakuin apapun. BEBAS! Tapi jangan sekali-kali lo ngelakuin hal-hal bejat di rumah ini. Gue istri lo. Lo suami gue. Gue berhak atas lo. Gue berhak marah ketika gue merasa terganggu dan merasa gak nyaman. GUE BERHAK!" teriak Vrella di depan wajah Alleo. Nafasnya ikut naik turun. Vrella marah. Vrella melirik perempuan yang ada di atas kasur. Perempuan yang Vrella yakini sebagai kekasih Alleo.
"Lo, bisa pergi dari rumah ini. Lo…" Alleo menarik lengan Vrella dan mencengkramnya keras. "Awwww," Vrella menjerit kesakitan. Tenaga Alleo benar-benar tidak bisa disepelekan.
"Lo gak berhak ngatur-ngatur gue. Ini rumah gue dan gue berhak melakukan apapun yang gue mau. Apapun." Vrella tertawa kecil. Mungkin kali ini dia harus bersikap sebagai setan.
Tapi Vrella tau ada alasan yang dia tidak ketahui kenapa Anthony menikahkannya dengan Alleo. Entah alasan apapun itu. Dari awal Vrella sudah bertekad untuk membawa laki-laki itu mencintainya.
"Terserah, Alleo. Terserah lo mau ngelakuin apa," Vrella mengambil hape dari kantong celananya dan menunjukkan rekaman suara yang dia rekam sebelumnya. Suara desahan Alleo dan perempuan yang namanya tidak ingin Vrella tau. "Gue bisa ngirim rekaman ini ke Mami." Vrella menatap Alleo datar.
Emosi Alleo kembali naik. Jika Alleo bisa, mungkin Vrella sudah dilenyapkan.
"Gue gak peduli. Kalau kalian masih memilih ngelakuin di rumah ini, gue gak ada pilihan. Gue gak mau ngeliat muka perempuan murahan ka…"
PLAK!
"JAGA MULUT LO!" teriak Alleo. "Gak ada yang bisa maggil Anastasya jalang atau murahan. Lo yang jalang!" Alleo berjalan ke arah Anastasya dan membawanya keluar.
Vrella terjatuh ke bawah. Hatinya sesak luar biasa. Marah, kecewa, sedih semua tercampur menjadi satu. Air matanya tumpah.
Vrella memukul dadanya pelan, berharap sesak yang dia rasakan bisa menghilang. Vrella menatap handphonenya yang berisi rekaman suara Alleo dan Anastasya dan menghapusnya.