Jenderal Ouyang memastikan sudah sejauh mana mobil membawa istrinya, sebisa mungkin dia ingin pulang berdua sambil bercengkerama seperti dulu. Namun titik putih yang seharusnya bergerak, tiba-tiba berhenti hampir selama sepuluh menit. Dan dalam rentang waktu yang singkat itu, Jenderal Ouyang merasa tidak sabar dan segera memacu mobilnya.
Bahkan setelah mobilnya mendekati titik putih tersebut, Jenderal Ouyang merasakan apa artinya getir ketakutan. Mobil itu telah menabrak pembatas jalan dengan tikungan taman, kap mesin, pintu kabin belakang, dan kabin sopir terbuka. Hanya seonggok rongsokan mobil dan jenazah si sopir yang merupakan salah satu prajuritnya, jasad istrinya hilang bagaikan kabut di siang hari. Tapi satu hal yang dia tahu bahwa si sopir bukan meninggal akibat kecelakaan, melainkan luka tusukan pada bagian depan tubuhnya. Sedangkan penyebab mobil tergelincir adalah akibat letusan ban dari sisi depan, dan itu artinya seseorang memang telah merencanakan penculikan tersebut dan berencana menghadang istrinya pada perjalanan pulang. Pertanyaannya kenapa bukan saat perjalanan berangkat?
*
Jelas sekali bahwa Jenderal Ouyang sedikit bertingkah gila, dulu dia mengabaikan istrinya dan sekarang saat dia ingin meminta maaf, takdir justru memisahkan, padahal istrinya sedang dalam keadaan hamil. Jika urutan kronologi kejadiannya dibalik, ada kemungkinan bahwa kakeknya adalah orang yang memberitahukan posisinya pada Ni'er, maka satu oranh sudah berhasil dieliminasi sebagai tersangka. Namun bukan tidak mungkin adanya kerabat Ouyang lainnya yang menjadi dalang penculikan. Kini Xuan akan memberika pisau kepada kakeknya sebagai alasan untuk membersihkan keluarga Ouyang.
"Kakek, apakah bisa membantuku menemukan Ni'er?"
"Kapan ya kali terakhir kau memanggilku kakek..?" Xuan menghembuskan nafas kesal.
"Saat aku membawa Ni'er ke kediaman Ouyang kali pertama."
"Ah, benar. Lalu bukankah Jenderal Muda tidak membutuhkan bantuan keluarga Ouyang?"
"Aku akan memberikan kakek alasan untuk membersihkan keluarga Ouyang."
"Oh, tanpa alasan pun aku sudah merencanakan hal tersebut, karena aku akan segera mendapatkan penerus yang sah dari istrimu."
"Itu masalahnya, dia diculik dan aku sudah menebar prajuritku untuk mencari."
"Ini adalah kali terakhir kau melalaikan tanggung jawabmu. Setelah ini, suka atau tidak kalian harus kembali ke kediaman utama, hanya itu syarat yang kuminta sebagai imbalan bantuan untukmu."
"Iya iya kami akan pulang."
*
Sedangkan dilain tempat, CEO Gong Yong Jin yang mulai belajar untuk move on akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari tetua keluarga Gong, yaitu berkencan dengan calon istri yang berpotensial dan mampu mendongkrak pengaruh serta kekayaan keluarga mereka. Sekalipun dalam hati, CEO Gong merasa apa yang telah ia miliki hari ini adalah lebih cari cukup, namun sepertinya visi keluarga Gong untuk memonopoli bisnis sudah tidak terhentikan.
Kembali pada masalah perjodohan, CEO Gong memiliki jadwal yang cukup padat karena menyesuaikan diri dengan pola dan jam kerja disana. Akibat desakan keluarga akhirnya dinner yang sudah direncanakan beberapa hari sebelumnya harus di reschedule menjadi makan siang. Itupun di sebuah restoran keluarga yang hanya perlu ditempuh dengan berjalan kaki selama enam menit dari Kantor Pusat Grup Mong-Ji.
"Kau tidak keberatan kan dengan restoran keluarga? Karena ini restoran favoritku dan paling dekat juga."
"Ah, tidak apa. Aku maklum dengan kesibukanmu. Tapi apakah aku boleh menggunakan frasa aku-kamu?" tanya gadis itu. Dalam hati CEO Gong merasa bahwa jawaban gadis itu adalah kebohongan, nyatanya dia segera mengubah topik tentang restoran keluarga menjadi frasa aku-aku, yang artinya dia tidak sabar untuk menjalin kedekatan. Ditambah lagi, jika dia memang tidak masalah dengan makan siang di restoran keluarga, seharusnya dia menyesuaikan pakaiannya menjadi lebih general atau casual layaknya orang kencan pada umumnya, tapi siang itu si gadis malah menggunakan dress selutut dengan brokat yang menutupi seluruh lengan dan bahunya, membuatnya terlihat terlalu eksklusif dan lebih tua dari usianya. Secara basic, jika gadis itu memang memaklumi kesibukan CEO Gong, harusnya makan siang ini tidak perlu dipaksakan dan membuat dirinya sendiri tidak nyaman.
"Boleh saja. Supaya terdengar akrab." Jawab CEO Gong setelah menamatkan analisa dari penglihatannya.
Tentu saja si gadis merasakan kebahagiaan di atas awan. Tidak seorangpun di negara K yang tidak ingin diperhatikan oleh CEO Gong, meskipun melalui tatapan matanya saja. Bagi si gadis, tatapan CEO Gong padanya ibarat api yang siap membakarnya, kapanpun CEO Muda itu menginginkan dirinya. Secara sepihak, fantasi liar dan libido gadis itu mendadak naik dan dia secara tidak sadar memesang red win sebagai teman minum siang itu. Namun sayangnya, CEO Gong tidak mengikuti keinginan si gadis dan lebih memilih limun dingin. Makan siang itu berjalan canggung meskipun si gadis selali berusaha untuk membuka topik pembicaraan, sedangkan CEO Gong lebih menyukai untuk menikmati suasana restoran terutama saat sinar matahari berebut diantara sela-sela awan kelabu.
Makan siang yang tidak membuat kedua belah pihak merasakan nyaman pun akhirnya usai, dengan sopan CEO Gong berpamitan karena jam makan siang telah usai dan dia harus kembali bekerja.
"Bukankah, kau seorang boss?"
"Lalu apakah menjadi seorang boss, membuat ku boleh menghabiskan jam makan siang lebih lama? Setiap anak buahku yang bekerja lebih keras, mereka lah yang seharusnya mendapatkan extra jam makan siang." ujarnya.
Awalnya CEO Gong ingin menutup perjumpaan siang itu dengan rasa kenyang dan damai, namun pertanyaan bercampur rengekan itu membuatnya kesal dan seketika perutnya pun mual. Benar adanya CEO Gong langsung memuntahkan kembali apapun yang telah ia makan sedari pagi, sesampainya dia di kantor. Banyak orang mengira beliau pasti tidak tahan ke toilet untuk buang air kecil, namun setelah adegan muntahan itu didengar beberapa orang, mereka pun mulai panik dan meminta ajudan CEO Gong untuk segera turun ke lantai dasar.
"Maaf merepotkanmu."
"Tidak apa, sudah biasa."
"Kau meledek ku ya? untung kita teman.."
"Untungnya lagi aku menyayangimu... sudahlah, segera cari istri untuk mengurusmu."
"Kau sudah bosan mengurus ku?"
"Aku juga ingin merasakan kencan. Jika mengurusimu terus, nanti orang akan berpikir aku mengalami penyimpangan seksual."
"Oppa..." goda CEO Gong
"Hentikan rengekanmu.... sudah tidak mempan lagi padaku."
"Jadi dulu pernah mempan?"
"Entahlah, saat melihat wajahmu muram aku selalu merasa bertanggung jawab untuk menghiburmu."
"Mungkin kakak ku tidak mati sia-sia. Dia meninggalkan orang baik sepertimu untuk menemaniku."
"Kau pasti menyesal menjadi seorang CEO."
"Sangat.. Tapi kau tidak bertanya kenapa aku mintah tadi?"
"Pasti bukan karena kau bunting kan?"
"Tidak ada pria bunting. Mau dikemanakan semua celana bahanku..?"
"Jadi, kenapa muntah?"
"Aku sudah mual dengan kehidupanku, ditambah lagi gadis yang makan siang denganku membuat muak."
"Hanya Presdir Lim yang membuatmu tidak muak.. oh ya, barusan aku melihat amplop coklat di meja kerjamu, bersih tanpa nama pengirim, apakah itu milikmu?"
*
CEO Gong tidak bisa konsentrasi kembali, isi pesan itu jelas ditujukan padanya. Namun dia ragu siapa wanita yang dimaksud dalam isi pesan tersebut. Pasalnya sang ibu dan nenek masih menikmati sore mereka di salon langganan, sepupu perempuan pun tidak terlalu dekat dengannya. Sesaat, hanya sepersekian detik hampir saja CEO Gong mengingat Presdir Lim, namun segera ia menepis karena seharusnya wanita itu baik-baik saja. Apalagi Keluarga Ouyang di Jing sudah menjaga ketat kediamannya.
"Kapan aku ada jawal kosong?"
"Tidak ada hingga bulan depan."
"Apakah ada jadwal ke Jing bulan ini?"
"Tidak ada."
"Tolong buatkan alasan agar aku kesana."
"Bilang saja dari tadi, tidak usah berbelit. Tapi ada apa?"
"Ada yang ingin kupastikan."
*