Pagi yang cerah yang membuat sinar matahari masuk ke jendela kamar seorang gadis tinggi. Udara dingin di rasakan kulit gadis itu, seisi kamar ini tidak ada yang aneh hanya ada beberapa foto yang dipajang. Alarm yang sudah dipasang pun berdering menandakan ia harus bangun.
"Uh hari yang baru tapi tidak ada yang baru bagiku." Ucap gadis itu, dia langsung merasakan dinginnya pagi, ia melakukan beberapa perenggangan dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk pergi ke sekolahnya.
20 menit pun berlalu, setelah ia merasa dirinya sudah rapi, dia pun turun ke bawah menuju meja makan. Disana ia disambut oleh seorang wanita berumur 40 an.
"Oh, Dinda ayo sarapan." Ajak Ibunya itu kepada putrinya itu.
"Mmm tidak bu, aku udah telat." Tolaknya halus.
"Ya sudah, bawa roti ini untuk makan dijalan." Ibunya memberinya sebuah roti yang dilapisi selai coklat itu.
"Makasih Bu, aku pergi dulu ya, Dah." Ucap Dinda setelah ia mencium pipi Ibunya dan menuju pintu.
"Hati-hati dijalan nya!" Teriak Maria, Ibu Dinda.
Maria itu melihat anak satu-satunya pergi, tak terasa sudah 4 tahun berlalu ia dan suaminya bercerai dan itu sangat berpengaruh kepada Dinda. Maria, Ibu Dinda tahu kalau anaknya itu merindukan kasih sayang seorang ayah, tapi apa boleh buat ini untuk kebaikannya dan Dinda karena suaminya itu sangat tergila-gila akan judi.
Dinda Bellvania, gadis berumur 16 tahun yang harus tinggal bersama Ibunya saja karena kegilaan Ayahnya sendiri.
Pada akhirnya Maria memilih untuk bercerai sebelum dia atau Dinda yang menjadi korban.
Sekarang Dinda sudah bersekolah di SMAN 48 kelas 11. Ibunya pun bangga gadis kecilnya itu sudah beranjak menjadi gadis yang sangat cantik dan mandiri, meskipun sekarang putri sulungnya itu menjadi tertutup kepada Ibunya.
Karena jarak antara rumah dan sekolah Dinda lumayan dekat, hari ini ia memilih untuk jalan sambil berangan-angan.
Disepanjang jalan, Dinda berpikir apakah ada kejutan atau sesuatu yang spesial untuknya hari ini, semenjak orang tuanya berpisah Dinda menjadi tertutup kepada orang-orang. Salah satunya Ibunya, karena ia sangat sibuk oleh pekerjaannya itu, tapi Dinda sadar diri untuk tidak pernah mengeluh yang tidak-tidak, ia tau itu semua demi kebaikan untuknya dan masa depannya.
Dinda pun bersyukur masih mempunyai sahabat yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri, meskipun mereka sering kali membuatnya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan randomnya.
Dinda sendiri bukan anak yang pandai bergaul, tetapi teman-temannya itu sangat ramah dan baik menjadikan Dinda nyaman jika bersama mereka.
Dinda melihat ke arah langit biru yang sangat cerah itu.
'Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan.' Batin Dinda lalu melanjutkan jalannya masuk kedalam gerbang sekolahnya.
*KKKKRRRIIINNNGGG*
"Akhirnya pulang juga." Ucap Gilang Yonatan atau lebih dikenal dengan nama Gilang, ia memijit pelipisnya karena pusing setelah melihat banyaknya rumus dipapan tulis.
"Maen kuy, butek aku ngeliat aritmatika mulu." Lanjutnya yang hanya ditatap malas oleh Cantika Anindhira.
'Ngeliat doang, mikir kagak.' Pikir Cantika.
"Hei, bagaimana kita bertiga bermain ke pusat kota? Itung-itung cuci mata." Usul Cantika, saat ia menghampiri Dinda yang sedang membereskan buku-bukunya dan meninggalkan Gilang yang sedang berbicara sendiri.
"Pusat kota ya, oke-oke aja sih. Pacar kamu nggak bakal diajak, Can?" Jawab Dinda mengangguk setuju.
"Emang boleh?" Tanya Cantika meminta persetujuan, Dinda terkekeh dan mengangguk.
"Boleh lah."
"Oke deh, aku chat dulu Shaka biar nggak langsung cabut dari kelas." Ucap Cantika mengirim pesan pada Shaka atau memiliki nama lengkap Arsakha Dewananda.
Setelah Dinda selesai membereskan bukunya, mereka pun keluar kelas yang bertepatan bertemu dengan Veranita Naurah, speaker berjalan dari kelas sebelah sekaligus gebetan Gilang.
"Eh mau kemana nih?" Tanya Vera pada Dinda dan Cantika yang baru saja sampai di ambang pintu.
Vera memang beda kelas sendiri dari teman-temannya itu. Kalau kata Sakha mah, Anak tiri dia.
"Mau ke pusat kota, mau ikut?" Ajak Dinda yang diangguki oleh Vera.
"Sabi lah."
"Laknat kalian, Vera yang beda kelas diajak lah aku yang sekelas sama kalian ditinggalin." Gerutu Gilang yang dihiraukan oleh ketiganya.
"Eh Din, kok ada yang ngomong gitu ya, tapi kok kagak ada orangnya sih?" Ucap Vera mengusap tengkuknya. Cantika mulai tertawa.
"Nggak tau nih, serem aku." Jawab Dinda.
"Mending pergi yuk, kelamaan disini makin keras tuh suara." Lanjut Dinda.
Mereka bertiga pun berlari menuju tangga, meninggalkan Gilang yang kesal.
"HEH BANTET!! AWAS LU YA!!" Teriak Gilang, ia pun langsung berlari mengejar para kurcaci itu.
Sesampainya disana, mereka bertiga bertemu dengan Sakha yang sedang menunggu di lobi.
"Hei, tiang." Sapa Dinda.
"Oh, hei boncel." Ucap Sakha langsung mendapatkan pukulan dari Dinda.
Gilang dan Cantika pun tertawa karena Dinda salah menistakan orang tinggi.
Dinda hanya tersenyum masam dan bersabar karena ia ingin menjitak kepala mereka berdua tak akan bisa. Pendek sih.
"Ada apa?" Tanya Sakha setelah selesai tertawa.
"Ah iya, mumpung masih jam segini main ke pusat kota kuy!" Seru Vera. Sakha mengangkat alisnya lalu menatap pacarnya itu yang tersenyum.
"Eh bentar, satu orang kok kayak ada yang kurang." Ucap Sakha saat menghitung orang.
"Anjir lah kalian, tega banget ama daku." Ucap Gilang yang baru saja sampai. Nafas nya terlihat tak beraturan.
"Napa Lu? Dikejar setan?" Tanya Sakha.
"Ini lebih serem dari setan anjir!" Jawab Gilanh.
"Terus?" Tanya Cantika bingung.
Gilang melihat ke kanan kirinya itu, melihat keadaan apakah aman untuk menyebut nama itu.
"Bu Tina." Jawab Chaeyoung pelan.
Mereka yang mendengar jawaban Gilang pun bingung, ada apa dengan Bu Tina? Guru BK mereka.
"Napa sih emangnya? To the point aja kek." Ucap Dinda sebal.
"Ah ntar aja lah ceritanya, takut muncul lagi tuh orang." Ucap Gilang yang disetujui mereka.
Saat diperjalanan Gilang bercerita kalau Bu Tina marah saat tak sengaja ia mendengar suara teriakannya dan yang terdengar hanya kata 'BANTET'. Disitu Gilang diceramahi. Sedangkan teman-temannya tertawa karena Bu Tina tersinggung.
"Akhirnya bisa cuci mata juga, butek kalo dirumah mulu apalagi tadi abis matematika duh." Ucap Gilang dengan malas saat mengingat pelajaran itu yang membuat kepalanya berasap.
Mereka berenam terkekeh saat mendengar jawaban dari temannya itu.
"Setuju, apalagi diem dirumah juga sepi pasti Ibu belom pulang." Kata Dinda pun setelah berpikir karena kapan lagi ia bisa ke pusat kota dengan yang lain.
"Ya udah ayo, kita refreshing!" Ucap Cantika bersemangat dengan mengangkat tangan kirinya keatas
Setelah 17 menit menaiki bus, mereka pun sampai dipusat kota, tidak aneh kalau disini itu rame. Setelah berkeliling, mereka memutuskan untuk beli es krim, didekat toko es krim ada banyak orang yang berkumpul. Ternyata ada band yang sedang tampil.
"Ver, kita kesana yuk." Ajak Dinda kepada Vera. Sedangkan Sakha dan Cantika sedang asik berduaan, biasalah pacaran. Berbeda dengan Gilang, laki-laki itu entah pergi kemana.
"Skuy."
Setelah menerobos, Dinda dan Vera melihat tiga orang yang sedang tampil sambil bermain alat musik dan dua orang ada yang bernyanyi, itu membuat mereka berdua takjub.
Nikmatilah kejutanku
Ini lah aku yang baru
Nikmatilah rasa rindu
Tak lagi di kuasamu
Mata Dinda pun tertangkap kepada lelaki yang ditengah itu. Laki-laki itu terlihat cukup tinggi, dan senyuman kecil yang terlukis diwajahnya. Melihatnya bermain keyboard itu membuat Dinda terkesima.
Mata mereka berdua pun saling bertatapan. Lelaki itu pun melihat kearahnya sambil tersenyum miring yang berhasil membuat jantung Dinda tiba-tiba berdekup kencang.
'Uh ini kenapa jantungku tiba-tiba seperti ini, dia cuman senyum nggak lebih.' Dan terjadilah perang batin pada Dinda pada akhirnya mukanya panas.
"Woah nggak nyesel dateng." Ucap Gilang yang entah sejak kapan berada disisi Dinda.
"Astaga Lang! Kau membuat ku jantungan!" Ucap Dinda sambil memegang dadanya. Double kill ya Din.
Gilang hanya menunjukkan wajah tanpa dosa nya pun dan kembali fokus pada band yang masih tampil itu.
Berbeda dengan Dinda, Vera yang tak ikut nimbrung berbicara itu asik men Fangirl. Gilang dan Dinda hanya menatap datar temannya itu yang terbawa suasana.
Dan akhirnya penampilan pun selesai dengan tepuk tangan yang meriah tetapi berbeda dengan Vera yang sambil merekam mereka sampai ikut-ikutan teriak.
'Nggak kenal, nggak kenal.' Batin mereka semua saat mendengar Vera yang kencang itu. Waktu pun mulai sore, mereka pun harus pulang.
"Ver, udah sore nih, ayo pulang." Ucap Cantika tetapi dihiraukan Vera sekarang asik makan churros.
"Heh! Ayo pulang nyet!" Seru Gilang.
"Paan sih Lang! Ganggu kesenangan orang aja deh!" Jawab Vera sebal.
"Kalo mau dimarahin mamah kamu sih ya, aku nggak peduli." Jawab Sakha santai meninggalkan Vera.
"EH!!! Jangan ditinggalin dong!!" Teriak Vera mengejar.
Saat sampai dirumah Dinda pun langsung mandi dan beristirahat. Dikepalanya hanya ada senyuman laki-laki yang berhasil membuat jantung nya berdebar itu.
Hanya memikirkan nya saja membuatnya salah tingkah dan diperutnya terasa seperti ada kupu-kupu, daripada memikirkan yang tidak-tidak, ia pun memilih untuk tidur.
*BUK*
*BUK*
*BUK*
Terdengar suara pukulan yang keras ke seluruh penjuru ruangan. Dia terus-menerus melayangkan tinjunya terhadap samsak tinju yang ada di hadapannya itu.
"Yo! Bagas!" Panggil seorang laki-laki pada orang yang tanpa lelah meninju samsak.
Bagaskara Renjana, laki-laki yang dipanggil tadi berhenti dari kegiatannya, ia membalikkan badannya menatap siapa yang memanggilnya tadi.
"Apa?" Tanya Bagas menyeka keringatnya dengan hand warp yang terlilit di kedua tangannya itu.
"Kamu nggak pulang? Hampir 13 jam kamu ngelakuin itu. Kasian samsak nya." Ucap laki-laki itu mendekati Bagas dan memberi nya sebotol air mineral padanya.
"Makasih." Ucap Bagas menerima botol dan langsung meminumnya.
"Emang sekarang jam berapa?" Tanya Bagas.
"Jam sembilan malam, sana pulang, maksudku istirahat kan tubuhmu, aku tak ingin kamu sakit." Jawab nya.
"Bang Natha." Ucap Bagas menatap Natha Mahesa, pemilik tempat tinju yang sering Bagas kunjungi.
"Aku bukan anak kecil lagi." Lanjutnya mendesis kesal.
Natha tertawa, "Aku nggak bilang kamu anak kecil loh, Gas." Ucapnya menggelengkan kepalanya.
"Udah sana beresin tas kamu, istirahat, besok lagi dilanjut nya." Ucap Natha mendorong tubuh Bagas.
"Iya-iya, ini aku bakal pulang." Ucap Bagas berjalan ke kursi tempat dimana tas ransel hitamnya disimpan.
"Nanti jangan keluyuran dulu, aku nggak mau denger omelan lagi dari Farhana." Ucap Natha mengikuti Bagas dari belakang.
Bagas terkekeh geli, "Kak Hana aja yang lebay, aku cuman main ke warnet sebentar kok."
"Sebentar ndas mu, sebentar tapi sampe jam 2 malem." Sahut Natha memutarkan matanya.
Bagas mengendong ranselnya dan mengambil skateboard nya lalu berjalan menuju pintu keluar.
"Ahahahaha, serah, aku pulang." Ucap Bagas diangguki oleh Natha.
"Hati-hati!" Seru Natha pada Bagas yang sudah meluncur dengan skateboard nya.
Bagas hanya melambaikan tangannya tanpa melirik Natha.
"Anak itu." Gumam Natha menggelengkan kepalanya.
Bagas menyusuri jalanan di langit malam hari dengan bulan dan bintang yang selalu menemani nya.
Semilir angin yang berhembus menerpa kulit nya dibalik hoodie nya, tangannya yang masih memakai hand warp pun membantu nya agar tak dingin.
Malam semakin larut, orang-orang dan kendaraan pun tak begitu banyak yang berlalu lalang di jalan.
Bagas menyukai ketenangan seperti ini, karena ia tak begitu menyukai di tempat keramaian karena membuat nya tak nyaman.
Ia memberhentikan skateboard nya di depan minimarket, Bagas masuk ke dalam membawa skateboard nya untuk membeli minuman dingin.
"Selamat malam." Ucap sang pegawai kasir pada Bagas. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Din, kamu yakin nggak mau aku antar?" Tanya Cantika khawatir pada temannya itu.
Dinda menggelengkan kepalanya, "Iya Can, aku nggak apa-apa kok udah biasa juga kan." Jawabnya.
"Tapi aku khawatir Dinda, aku bisa nelepon Sakha."
"Nggak usah, Cantika. Lagian pasti pacar kamu itu lagi asik main PS."
Cantika menatap Dinda, "Tetep aja Nona. Aku takut kamu di culik."
Dinda tertawa, "Astaga Can, kamu harus kurang-kurang in baca wattpad deh. Biar nggak terlalu lebay gitu." Sahutnya terkekeh pelan.
Cantika memutar matanya, "malah disebut lebay, heh! Aku tuh khawatir tau!"
Dinda tersenyum, "Iya-iya aku tau, tapi aku bisa jaga diri aku kok. Tenang."
Cantika menghela nafasnya tak ada gunanya ia debat dengan gadis dihadapan nya itu, yang ada naik pitam.
"Kalo udah sampe rumah, langsung kabarin aku!" Ucap Cantika diangguki oleh Dinda.
"Kamu tuh lebih bawel daripada Ibu ku tau. Iya siap." Ucap Dinda. Mereka berdua pun berjalan ke arah pintu rumah Cantika.
"Aku pamit dulu ya Can, titip salam buat Mama mu sama Kak Elvira!" Seru Dinda melambaikan tangannya dan berjalan pergi dari rumah Cantika.
Cantika membalas lambaian tangan Dinda, "Iya! Hati-hati!" Jawabnya menatap punggung Dinda yang perlahan hilang dari pandangan nya.
Jarak antara rumahnya dan rumah Cantika memang tak terlalu jauh, hanya memakan 20 menit dengan berjalan kaki. Tapi, tetap saja Cantika khawatir pada temannya itu, apalagi Dinda perempuan siapa yang tahu kalau ada orang jahat nanti.
Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda menggumamkan sebuah lagu untuk menemani nya.
Hampir seharian ia bermain dengan Cantika, sampai-sampai ia lupa untuk pulang karena keasikan. Meskipun Vera tak bisa ikut karena ia harus ikut orangtuanya mengunjungi sepupunya.
Dinda terkekeh saat mengingat kembali saat mereka berdua menonton film yang berhasil membuat Cantika maupun Dinda menangis.
Tetapi, saat melewati gang sempit dengan lampu remang-remang yang menerangi gang itu. Dinda mendengar suara tertawa yang membuatnya bergidik seram.
Dinda mencoba untuk tidak mempedulikan nya dan terus berjalan dan mempercepat langkahnya. Jika Dinda tak panik, itu salah besar.
Ia menggerutu karena tak mendengarkan ucapan Cantika, pasti gadis itu akan menceramahi nya melebihi Ibu nya sendiri.
Semakin lama, semakin terdengar suara langkah kaki yang mendekati nya. Lebih terdengar seperti beberapa orang yang mengejarnya. Hatinya berdebar-debar karena ketakutan, lebih seram daripada dikejar oleh rentenir.
Dinda tak berani melihat kebelakang, ia hanya terus berlari hingga tangannya ditangkap dan ditarik oleh seseorang yang berhasil membuat nya terjatuh.
Ingin teriak meminta tolong, tapi tenggorokan nya menjadi kering tak ada suara yang bisa ia keluarkan.
"Ibu...." Lirihnya.
"Kecil-kecil lari nya cepet juga ya." Ucap salah satu dari mereka yang terlihat sedang mengatur napasnya.
"Kamu aja yang udah tua itu mah." Balas temannya.
"Hei nona manis, kenapa lari? Memangnya kita terlihat menakutkan ya?"
'Kau lebih seram daripada setan tau!' Batin Dinda, ia memejamkan matanya takut untuk melihat orang-orang yang tadi mengejar nya.
"Mau siapa dulu?"
"Aku dulu! Aku ketua!"
"Aish dasar orang ini, yang beginian aja bilang ketua. Pas tawuran malah diem diwarung."
Dinda yang mendengar percakapan bodoh mereka bukannya ingin ikut tertawa tapi membuatnya lebih takut dan menangis.
Air mata pun tak terbendung lagi, Apa ini akhir dari kisahnya? Dinda tak ingin berakhir dengan mengenaskan seperti ini. Tubuhnya menjadi lemas, tak ada tenaga untuk bergerak.
Ia hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban yang datang padanya.
*BUK*
*BUK*
*BRAK*
Terdengar suara pukulan dan orang yang terjatuh. Dinda membuka matanya perlahan melihat apa yang telah terjadi.
"Aish menyusahkan saja." Ucap Bagas yang sebelumnya memukul orang-orang brengsek itu dengan skateboard nya dan membuat mereka tersungkur dan tak sadarkan diri.
Awalnya Bagas sedang dalam perjalanan pulang setelah membeli minuman untuk menghilangkan rasa haus nya, tapi ia mendengar suara dari sini. Karena penasaran akhirnya ia mencari tau apa yang terjadi, dan ternyata ada seorang gadis dikelilingi oleh sekelompok laki-laki yang tak punya otak.
Biasanya Bagas tak peduli dengan hal seperti ini, karena ia tak mau berurusan dengan orang-orang tapi entah kenapa hatinya menyuruhnya untuk menyelamatkan gadis itu.
Dan sekarang dirinya berakhir disini. Ditatap oleh seorang gadis yang tak ia kenal dengan tubuh orang-orang yang habis ia buat K.O.
Bagas menendang pipi salah satu pria yang sudah tergeletak di tanah tak sadar.
"Heh! Mau diem disitu aja sampe mereka bangun? Sono pulang." Ucap Bagas membuyarkan lamunan Dinda.
Dinda menghapus air matanya dan berdiri dari duduknya.
"Anu... Makasih." Ucapnya menundukkan kepalanya.
"Ya ya ya, terserah." Jawab Bagas berjalan pergi dari gang itu.
"Tunggu! Siapa namamu?" Tanya Dinda mengikuti Bagas dari belakang tetapi ia kalah cepat.
"Nggak penting, pulang sana." Suruh Bagas mulai menaiki skateboard nya tapi sebelum ia pergi, Bagas membalikkan badannya.
Dinda menatap wajah Bagas yang tak terlalu jelas karena tertutup oleh tudung hoodie nya, tapi ia bisa melihat mata tajam milik Bagas.
"Hati-hati." Ucap Bagas lalu pergi meninggalkan Dinda sendiri. Gadis itu hanya menatap punggung Bagas dibawah sinar lampu jalan yang menyinari nya.
Tanpa disadari, Dinda tersenyum dan ia merasakan kupu-kupu di perutnya.
Mata itu, mata yang akan selalu Dinda ingat dalam memori nya.
Di malam itu, malam yang sebelumnya menjadi mimpi buruk bagi Dinda berubah menjadi sebuah kejadian yang tak terduga.
Seperti cerita dan film-film yang selalu ia baca, ia diselamatkan oleh orang asing yang berhasil mencuri perhatian nya di pertemuan pertama mereka.
Tapi, apa kisahnya juga akan berlanjut menjadi cerita yang manis? Dinda tak tahu tapi ia berharap seperti itu.
Yah meskipun ia tak diantar pulang ataupun hanya berkenalan dengan nya, tapi dengan kalimat hati-hati, Dinda tetap senang. Tak romantis sekali bukan.
"Kau siapa? Aku harap kita bertemu lagi lain waktu." Ucap Dinda menatap rembulan malam yang menjadi saksi bisu awal kisah cintanya.
Sudah 3 minggu berlalu dari peristiwa yang membuatnya syok. Dan selama 3 minggu itu Dinda masih memikirkan senyuman manis itu.
KANTIN
Sebelum masuk kelas, mereka berenam berkumpul terlebih dahulu di kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah merasa lapar itu.
'Siapa sih kamu? Yang berhasil membuat ku terus memikirkan mu. Kenal aja nggak, kenapa bisa kepikiran begini coba, punya guna-guna gitu? Atau dukunnya kuat? Ish kenapa Aku mikirin begituan sih nggak guna amat...' Pikir Dinda sambil memainkan sedotannya.
Tak terasa mereka mengobrol, lebih tepatnya Vera dan Cantika yang asik ngegosip gosip gosip rumor rumor rumor-, Sakha dan Gilang yang selalu bertengkar dan Dinda yang senyam-senyum, terakhir ada siswa-siswi hanya menonton kebisingan yang mereka buat jika bersama.
Jam pelajaran pertama pun dimulai dengan Pak Eko, beberapa menit kemudian ada yang mengetuk di kelas nya Dinda.
Dan ternyata itu Bu Sari dan ada satu laki-laki dibelakang punggungnya, setelah Pak Eko dan Bu Saru berbicara, Pak Eko mempersilahkan masuk kepada laki-laki itu. Dinda merasa familiar dengan orang itu.
Dinda dan Cantika pun kaget saat melihat dia disini.
"Kayak yang pernah liat, tapi dimana gitu." Ucap Cantika pelan, sedangkan Dinda masih betah menatap laki-laki jangkung itu.
"Silahkan perkenalkan diri." Ucap Pak Eko mempersilahkan nya untuk berkenalan diri
"Perkenalkan namaku Bagaskara Renjana, salam kenal." Ucapnya singkat.
'Eh dia itu?... Cowok yang tersenyum padaku! Kenapa tiba-tiba aku salah tingkah begini!!' Batin Dinda lalu memejamkan matanya.
Setelah perkenalan, kelas pun menjadi rusuh karena ketampanan siswa baru itu, teriakan sana-sini pun terdengar. Tetapi mata Bagas tertuju pada Dinda yang seperti salah tingkah.
'Lucu.' Senyum Bagas simpul.
Dinda yang merasa ada yang memerhatikannya daritadi ia pun melihat kedepan, dan ternyata benar laki-laki yang bernama Bagaskara Renjana itu melihatnya dan tersenyum seperti 3 minggu lalu. Déjà vu.
Entah kenapa jantungnya menjadi berdegup kencang padahal ia tidak lari, Dinda pun membuang muka karena ia merasa mukanya itu panas dan merah seperti tomat.
"Baiklah, Bagas silahkan duduk dikursi belakang yang kosong itu disebelah Gilang." Tunjuk Pak Eko yang diangguki oleh Bagas.
Gilang melambaikan tangannya memberitahu Bagas untuk menghampirinya.
Ternyata kursi kosong itu ada dibelakang Dinda dan Cantika yang hanya terpisahkan oleh satu bangku saja, itu membuat Dinda tambah salah tingkah.
Dinda pun langsung menundukan kepalanya, ia tidak berani menatap Bagas mungkin karena senyum itu atau mukanya sudah merah padam.
Dari belakang terdengar kalau Icha mengajak berkenalan dengan Bagas, sepertinya mereka sudah akrab.
Saat Dinda melihat kebelakang ternyata dia, lelaki yang 3 minggu penuh ini yang memenuhi pikirannya, senyuman itu yang membuatnya salah tingkah
'Arggghhhh kenapa dia dibelakang ku sih? Nggak bakal fokus ini mah.' Batin Dinda pun langsung membalikkan kepalanya karena ia tertangkap basah sedang menatap Bagas yang sedang mengobrol dengan Gilang.
'Ini orang kenapa dah? Dari tadi ngeliatin mulu.' Pikir Bagas setelah ia melihat gadis yang didepannya itu langsung membalikkan badannya.
Disisi lain, Cantika menatap aneh teman sebangku nya itu. Sejak kedatangan murid baru tadi, Dinda menjadi salah tingkah.
'Dasar abege.' Pikir Cantika.
🌻