Aku berlari menuju kamarku, sekarang sudah hampir larut malam, saat sudah didepan pintu kamar aku masuk dan membanting pintu, lalu aku terduduk dibalik pintu sambil menyembunyikan wajahku di tekukan lututku.
Aku menangis sejadi jadinya, rasanya hancur sekali hatiku hari ini, benar benar hancur rasanya ingin aku mengakhiri hidupku saat ini, tapi aku masih mempunyai impian dan bahkan sampai saat ini belum ku capai.
Aku menangis sekitar tiga puluh menit lamanya, setelah itu aku mencoba menenangkan diri, dan aku menuju jendela kamar, kamarku berada di lantai dua, aku bersyukur karna aku sudah memasang alat kedap suara dikamar, lalu aku memandangi langit dengan kerlap kerlip bintang bertaburan, sungguh indah.
Beberapa saat kemudian aku mendengar suara ketukan pintu dikamarku, "Lia ... buka pintunya nak ... ", aku tau yang memanggil itu adalah ibuku, tapi aku sama sekali tak berniat untuk membukakan pintu kamarku, setelah apa yang ia dan ayahku katakan, rasanya aku sudah hampa, sudah tak ada keinginan untuk apapun, bahkan keinginan untuk hidup pun sudah hilang.
"Lia ... ibu bisa menjelaskannya"
Aku tak menjawabnya, aku sibuk melihat bintang bintang dilangit, aku sudah tak peduli ia mau berkata apa, tapi sekarang hanya satu yang bisa kukatakan, "Aku Kecewa ...", gumamku sambil menutup jendela lalu tidur.
Masih beberapa menit, aku juga masih mendengar ibuku mengetuk pintu kamarku, tapi sama sekali tak kupedulikan, mau mengetuk sampai besok pun tak akan kubuka kan.
***
"Hoam..", Nerva menguap terlihat mata Nerva sembab karna menangis semalaman, ia terlihat malas untuk menjalani hari ini, walaupun setiap hari Nerva selalu terlihat malas.
"Lia kau sudah bangun?", teriak seorang wanita didepan kamar Nerva, jawaban dari Nerva hanya gumaman pelan, lalu Nerva keluar dan menuju kamar mandi tanpa memperdulikan ibunya yang berada didepan kamarnya.
Setelah selesai mandi, Nerva mengganti pakaiannya lalu sarapan, tentu saja baju yang dipakai Nerva hanyalah kaos hitam oversize, dan panjangnya hanya diatas lutut, surai rambut cokelat nya terlihat indah saat terkena sinar matahari pagi dari jendela kamarnya.
Nerva turun menuju ruang makan, netra birunya melihat seorang lelaki yang merupakan ayahnya dan adik perempuannya serta ibunya yang menyiapkan makanan, suasana di ruang makan sangat hening. Ayah Nerva sesekali melihat kearah Nerva, lalu langsung membentak Nerva.
Ayah Nerva bertanya tentang pakaian yang dikenakan Nerva, tetapi Nerva hanya menjawabnya dengan santai. Tetapi ayah Nerva tak terima, karna merasa pakaian yang dikenakan Nerva itu tak bagus bagi seorang gadis.
Nerva hanya menghela nafas, mencoba menahan amarah nya juga.
"Lalu, apakah aku harus memakai pakaian minim dan pakaian yang terbuka seperti gadis bodoh diluar sana??", ucap Nerva tenang tapi sangat menusuk.
Ibu Nerva hanya memandangi sayu anaknya itu, dilihat dari penampilan Nerva benar benar kurus, badannya kecil, porsi makan yang sangat sedikit, serta matanya yang sayu seperti seseorang yang sedang ... depresi, mungkin.
Mendengar jawaban Nerva, ayahnya malah berteriak dan memarahi Nerva lagi.
"Berisik! Aku mau makan saja tak tenang!", ucap Nerva yang semakin menyulut amarah ayahnya.
Perdebatan pagi pun dimulai, dan memang setiap pagi Nerva hanya disambut oleh amarah ayahnya. Tetapi kali ini semua ucapan ayahnya terpotong dengan ucapan Nerva yang menyakitkan, Ibu Nerva sadar dan menghela nafas, sebaliknya ayah Nerva justru balik membentak.
Nerva langsung membanting kursi dan kembali berteriak "BERSYUKURLAH KARNA KALIAN TAK PERNAH MENEMUIKU GANTUNG DIRI DIKAMAR!!!", ucapan Nerva barusan benar benar telah membuat Ibunya khawatir dan tersentak. Nerva berbalik langsung ke kamar dan ganti baju lagi, lalu berangkat kesekolahnya tanpa berpamitan kedua orang tuanya.
Saat disekolah, Nerva diberi tahu oleh wali kelasnya jika ia menduduki peringkat satu lagi dikelas. Tak heran, karna Nerva adalah siswi berprestasi di sekolahnya. Mengingat umur Nerva baru empat belas tahun.
Hari ini ada pembagian nilai ujian, mendengar pujian dari gurunya Nerva hanya mengangguk dan mengambil kertas ujian dari sang guru, lalu kembali duduk. Saat ini Nerva sekolah SMP ditahun ketiga.
Kelas Nerva berada di lantai 3, dan tempat duduk Nerva tepat di pinggir jendela, sehingga Nerva selalu melamun melihat kelangit.
Saat istirahat, Nerva tetap diam dikelas kini dia sedang membaca novel favoritnya, novel action. Dan tiba tiba muncul tiga wanita mendobrak meja Nerva. Nerva menghela nafas, sepertinya Nerva sudah hafal ia akan diapakan.
"OI KUTU BUKU!!!", panggil salah satu nya.
Nerva memang memiliki kekurangan dimata nya, ia menderita rabun jauh. Nerva mengabaikan panggilan itu dan kembali melanjutkan acara membaca novelnya itu.
Karna merasa diabaikan, perempuan yang mendobrak meja itu mulai kesal dan berteriak. Nerva menghela nafas, menutup bukunya kasar lalu menghadap gadis itu.
Gadis kasar itu bernama Ayana, karna Nerva sudah tau Ayana meminta jawaban untuk curang dalam ujian besok. Nerva merasa muak, karna dulu saat Sekolah Dasar ditahun keenam Ayana sama sekali tak memberika bantuan kepada Nerva dan teman seangkatannya.
Ya, mereka teman sejak Sekolah Dasar. Selain itu saat tahun kedua Sekolah Menengah, Ayana juga membuat teman seangkatan Nerva dikeluarkan dari sekolah karna sebuah tuduhan palsu.
Setelah mengurusi Ayana dan kawan kawanannya, Nerva pergi meninggalkan Ayana dan kedua temannya. Setelah melihat Nerva pergi menjauh Ayana mengamuk dan memukul meja Nerva.
Karna kesal dengan perbuatan Nerva, Ayana mengamuk dan merutuki Nerva. Serta membuat rencana untuk membuat Nerva dikeluarkan juga dari sekolah.
***
Saat pulang sekolah Nerva berjalan kaki menuju toko buku dan membeli novel terbaru kesukaannya, ia menghabiskan uang jajan nya hanya untuk membeli novel dan buku buku lainnya, selain itu Nerva juga membeli susu kotak favoritnya, rasa coklat.
Sesampainya dirumah, Nerva tidak disambut siapapun hanya ada pintu dengan kunci yang ditinggalkan, lalu handphone milik Nerva berdering dan muncul sebuah panggilan dengan nama "Ibu", segera Nerva angkat.
Didalam telfon, ibu Nerva mengatakan bahwa mereka pergi ke sebuah wisata terbaru. Karna adik Nerva yang baru berumur lima tahun menginginkan untuk berlibur. Jelas Nerva merasa kecewa, karna dulu tak ada satupun permintaan Nerva yang dikabulkan.
Nerva merasa kesal dan dengan segera ia mematikan telfonnya, Nerva tersenyum miris sambil mengeluarkan air mata "Mereka bahagia tanpaku ... ", gumam Nerva lalu masuk kedalam rumahnya.
Sendiri lagi, seakan sendiri itu sudah menjadi satu dengan Nerva, disekolah Nerva di jauhi teman temannya karna Nerva terlalu pintar dan terlalu suka membaca buku, dan bagi teman temannya Nerva itu terlalu berlebihan.
Tak hanya itu, Nerva juga mengingat semua kenangan pahitnya, dulu saat adiknya baru berumur dua bulan, Nerva ingin sekali kesebuah wisata tetapi selalu ditolak oleh kedua orang tuanya.
Dulu butuh waktu berhari hari bahkan berminggu minggu untuk Nerva membujuk orang tuanya agar mau diajak berlibur, tetapi nihil tidak pernah dikabulkan. Sedangkan sekarang adik Nerva hanya sekali meminta sudah dituruti tanpa dibentak sekalipun.
Nerva mencoba menelfon ibunya kembali, dan itu membutuhkan waktu berjam jam dulu baru diangkat. Saat telfon sudah diangkat Nerva langsung protes, tetapi malah dimarahi oleh ibunya.
Terlebih lagi ibunya mengatakan jika mereka akan menginap selama tiga hari.
Mendengar itu Nerva langsung mematikan telfon dan memutuskan jaringan, entah kenapa hati Nerva terasa tersayat sayat, dulu sewaktu liburan di rumah nenek mereka Nerva tidak diperbolehkan menginap walau Nerva merengek serta menangis tetap tidak diperbolehkan.
***
Pagi hari, Nerva sendiri, tapi ia tak peduli. Ia tetap menjalani hari ini, hari yang membosankan. Nerva langsung bersiap berangkat kesekolah dan mengunci pintu rumahnya.
Saat disekolah Nerva mendapat tatapan aneh dari para murid, ya itu wajar sih karna Nerva memenangkan olimpiade fisika dan mendapat juara dua, prestasi yang memuaskan.
Wali kelas Nerva menawarkan agar dia mengikuti olimpiade matematika, tetapi Nerva menolak dan mengambil penghargaan lalu pergi ketempat duduknya. Nerva sudah muak dengan reaksi kedua orang tua nya yang sama sekali tak terlihat bahagia saat Nerva mendapat sebuah prestasi.
Saat istirahat Nerva pergi ke rooftop untuk menenangkan dirinya, ia kembali membaca soal soal olimpiade fisika dan mempelajari beberapa jawaban yang salah, dan tiba tiba Nerva melihat Ayana dan teman temannya datang.
Dan terlihat ada luka buatan dilengan Ayana, entah apa yang akan dilakukan Ayana kali ini. Ayana memanggil Nerva, dan tentu dibalas oleh Nerva karna ia tak ingin ada keributan. Saat itu, Ayana secara tiba tiba meminta Nerva untuk membawakan gunting yang ia bawa.
Karna tak ingin ribut, Nerva pun menuruti permintaan aneh Ayana. Tetapi saat gunting berada ditangan Nerva, secara tiba tiba Ayana berpura pura jatuh dan kesakitan, lebih anehnya lagi kedua teman Ayana tiba tiba merekamnya.
Nerva bingung, saat ingin membantu Ayana berdiri tiba tiba seorang guru tidak sengaja lewat dan melihat pemandangan dimana Nerva membawa gunting dan Aya yang terjatuh seakan setelah dibully oleh Nerva.
Guru itu salah faham, ia mengira bahwa Ayana telah di bully oleh Nerva, dan dengan amarah guru tersebut menyuruh Nerva untuk masuk ke ruang kepala sekolah.
Nerva terdiam sejenak dan menahan amarahnya, ia sadar bahwa ia telah dijebak oleh Ayana. Dan benar saja, Ayana terlihat tersenyum licik kearah Nerva.
Nerva mendecih, tak ada pilihan lain selain mengikuti perintah guru tadi. Saat Nerva sudah pergi, Ayana dan kedua temannya tertawa puas. Karna daerah rooftop adalah daerah yang jarang ditempati siswa atau guru, jadi rencana mereka menuduh Nerva di rooftop adalah keputusan yang tepat.
Saat terlalu sibuk tertawa, mereka tak menyadari adanya sepasang mata yang mengawasi mereka. Seorang lelaki yang sedari tadi memerhatikan mereka dengan tatapan tajam dari balik pintu.