Chereads / Absolute Soul / Chapter 4 - 3. Pertempuran Kantin

Chapter 4 - 3. Pertempuran Kantin

Setelah invasi pertama Verg terhadap umat manusia, hanya ada lima negera yang berhasil bertahan di seluruh dunia dan kelima negara ini mengubah sistem pemerintahannya menjadi monarki, Indonesia juga merupakan salah satunya.

Saat ini kepulauan yang dulunya disebut negara kepulauan terbesar sekarang berubah menjadi Wulodhasia, lalu luas wilayahnya sudah berkembang cukup jauh semenjak invasi Verg pertama. Sekarang Wulodhasia memiliki cakupan wilayah hingga ke tanah yang dulunya adalah wilayah negara Laos.

Tentu beberapa pengungsi dari wilayah-wilayah negara ini menentang perluasan wilayah seperti ini, tetapi mereka tak bisa melakukan apa-apa karena populasi manusia di Wulodhasia terlalu banyak dan memperluas wilayah sangat diperlukan untuk kelangsungan negara.

Para pengungsi berhasil kembali ke tanah air mereka, namun tentu tetap berada di bawah perlindungan Wulodhasia. Meskipun pemimpin Wulodhasia menduduki kursi raja, ia tak sementang-mentang menjadi diktator atau raja yang menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan diri atau kalangan tertentu.

Awalnya pemimpin Wulodhasia tidak setuju dengan sistem monarki yang akan diterapkan, tetapi hal ini juga demi mencegah kelompok pemberontak yang memiliki kemungkinan memberontak terhadap Indonesia karena ingin membentuk negara sendiri. Maka dari itu diberlakukanlah sistem monarki yang sebenarnya tidak jauh berbeda dari sistem republik.

Negara-negara kecil ini berada di bawah naungan Wulodhasia seperti halnya kesultanan Yogyakarta di masa lalu, hal ini bisa memperkecil kemungkinan kelompok tertentu memberontak di masa-masa sulit pada waktu itu.

"Setidaknya itulah sebagian kecil sejarah kerajaan Wulodhasia kita ini." Andre mengakhiri penjelasannya bersamaan dengan bunyi bel istirahat.

Begitu Andre keluar dari kelas para murid juga ikut keluar berniat menuju kantin atau berkeliling akademi mengingat hari ini adalah hari pertama murid baru bersekolah di akademi Skymaze. Haikal dan Heru pun tak ketinggalan.

"Woah, kantinnya seperti medan perang," cetus Haikal menyaksikan keadaan kantin yang diserbu para siswa yang tak terhitung jumlahnya.

Bisa saja seluruh jumlah siswa yang berada di kantin ini terhitung, tapi siapa yang mau melakukan hal merepotkan itu?

"Apa yang kau katakan, Haikal? Bukankah kita sudah terbiasa dengan kondisi ini?" Heru tersenyum tipis mendengar tanggapan Haikal, kemudian disambut senyuman lain dari si pemuda berambut hitam pekat ini.

"Sama seperti dulu?" Haikal menaikkan alisnya memandang sahabatnya.

"Tentu saja." Heru mengangkat jempolnya disertai senyum penuh keyakinan.

Haikal kemudian merundukkan badannya dan menyatukan kedua tangannya seperti hendak menangkap sesuatu. Heru yang sudah mengambil ancang-ancang berlari dari samping ini segera melangkah menuju arah Haikal dengan kecepatan sedang.

Ketika sudah hampir mencapai Haikal, Heru melompat ke kedua tangan Haikal yang tentu saja Haikal segera mendorongnya melambung ke atas, menuju kerumunan murid terdepan. Sontak saja para murid terkejut melihat Heru melayang ke arah mereka, namun mereka langsung menghindar.

Heru pun mendarat dengan sempurna di lantai, lalu membeli beberapa jajanan dan minuman ringan dari ibu kantin sesegera yang ia bisa dan secepat kilat lari meninggalkan gedung kantin bersama Haikal dengan perhatian yang terpusat kepada keduanya.

"Dia menerobos antrian?!"

"Apa-apaan itu oi?!"

"Kim***!"

Para murid yang menyaksikan hal itu mulai melayangkan protes dan makian karena baru menyadari bahwa antrian mereka diserobot dengan cara yang tak biasa. Walau sebenarnya Heru terlihat akan jatuh karena suatu perkelahian, ternyata remaja itu bisa mendarat dengan sempurna.

"Apa mereka murid baru?" Tanya seorang siswi sedikit terkejut melihat aksi keduanya sejak awal.

"Dari wajahnya kurasa begitu, ketua," jawab seorang siswa berkacamata yang ada di sampingnya.

Keduanya memperhatikan Haikal dan Heru yang sedang berlari keluar dari gedung kantin, lalu sang siswi tersenyum kecil, "Sepertinya kita bisa menemukan beberapa Warrior atau Rogue berbakat tahun ini."

***

"Misi sukses!" Seru Heru tertawa lepas sambil membuka bungkusan jajanannya dan langsung memakannya.

Berkebalikan dari Heru, Haikal hanya tersenyum kecil menusukkan sedotan di susu kotaknya dan meminum isinya. Haikal memang lebih pendiam dari Heru dalam banyak hal, lalu ia lebih serius juga daripada Heru.

"Heru, apa kau tak berpikir aksi kita tadi cukup menarik perhatian?" Sambil meminum susu kotaknya Haikal melontarkan pertanyaan kepada Heru.

"Kenapa memangnya? Kau takut kalau dianggap anak bermasalah?" Heru terlihat bingung dengan pertanyaan Haikal kali ini.

Haikal sendiri tidak langsung menjawab, ia menengadahkan dagunya melihat langit, lalu menutup mata merasakan hembusan angin yang menerpa dirinya. Ia teringat masa-masanya di sekolah tingkat menengah, "Tidak juga, aku hanya tidak terlalu ingin menonjol di sekolah ini, kau tahu?"

Heru mengunyah dan menelan roti jajanannya, kemudian membalas Haikal, "Sejak kapan kita bisa menonjol di akademi Blazer, hah? Kau lupa dengan nilai kekuatan jiwa kita di sekolah menengah lalu?"

Haikal terbatuk-batuk mendengar ucapan Heru, "Bagaimana mungkin aku bisa melupakan nilai kekuatan jiwa kita?" Ia nampak sedikit murung ketika mengucapkan itu.

Ia menghela nafas sementara Heru memandang ke atas langit, "Kekuatan jiwaku yang cukup rata-rata sebagai kalangan orang awam, sementara kekuatan jiwamu yang malah di bawah rata-rata."

"Jangan ingatkan aku!" Haikal berseru keras tidak terima Heru mengingatkannya kembali.

Sejak awal kelahirannya setiap manusia memiliki jiwa, namun kekuatan jiwa manusia tidaklah sama setiap individu. Ada yang berkekuatan jiwa besar, ada juga yang kecil. Hanya manusia dengan kekuatan jiwa besar dan kuat yang bisa menjadi Blazer karena Soul Arc bergantung pada kekuatan jiwa penggunanya.

Semakin kuat kekuatan jiwa pengguna, maka semakin kuat pula Soul Arc dan potensi penggunanya. Itulah inti kekuatan Blazer, setidaknya menurut pengetahuan yang didapatkan Haikal dan Heru pada masa sekolah tingkat menengah.

Haikal memejamkan matanya berusaha mengingat masa lalu, sesuatu berharga baginya yang ada di masa tersebut. Meskipun dirinya sudah mengetahui bahwa kekuatan jiwanya berada di bawah rata-rata semenjak masih di sekolah tingkat dasar, Haikal tidak pernah berniat merubah keinginannya menjadi seorang Blazer.

Untuk Heru sendiri kekuatannya berada tepat di rata-rata, jadi ia masih memiliki kesempatan untuk menjadi Blazer, namun bagi Haikal akan sangat kecil kemungkinannya. Karena itulah ia sangat rajin melatih fisiknya sejak kecil walau tahu hal itu takkan begitu membantunya menjadi Blazer.

Kegigihan Haikal berlatih sejak kecil membuat Heru terkagum-kagum, itulah awal yang membuat keduanya tertarik satu sama lain dan bersahabat hingga saat ini.

"Haikal, kau sudah berlatih keras sejak dulu. Usahamu takkan mengkhianatimu." Heru menepuk bahu Haikal berusaha menyemangati sahabatnya itu.

Haikal tersenyum kecil menyadari Heru berusaha menyemangatinya, meyakinkan dirinya kalau hasil latihannya sejak kecil tidak akan mengkhianati hasilnya.

"Oh, kau sudah tersenyum kembali? Nanti traktir aku mie ayam Bu Ndari untuk bayarannya," ujar Heru tertawa sambil menepuk keras pundak Haikal beberapa kali.

"Bangkek kau, ternyata minta bayaran akhir-akhirnya. Kau pikir motivasimu sudah selevel tokoh pemotivasi yang terkenal di tahun 2000-an? Siapa 'Teguh' itu." Haikal mendengus kesal melihat kelakuan sahabatnya.

Keduanya tertawa kecil sambil menunggu bel istirahat selesai di taman sambil membicarakan siswa-siswi di kelas mereka, terutama para gadis. Heru paling antusias ketika membicarakan tentang gadis kelas mereka.