Chereads / April, Rasa Yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas / Chapter 3 - 3. Rasa Yang Menggebu

Chapter 3 - 3. Rasa Yang Menggebu

"Apa suka dan sayang itu harus ada alasan ?, kenapa harus ada alasan jika rasa itu tumbuh tanpa adanya alasan"

***

Perempuan yang murah senyum nan ramah itu membuat Artha menaruh perhatian lebih padanya.

Dalam perjalanan pulang Artha dengan Arman, rasanya ia ingin sekali bertanya pada Arman, Ingin sekali melontarkan beberapa pertanyaan padanya.

"Man liat cewe yang tadi di pos security ga ?"

"Kenal ga man ?"

"Namanya siapa ya ?"

"Dia bagian apa ?"

Tapi entah kenapa pertanyaan-pertanyaan itu tidak Artha lontarkan padanya. Padahal andai saja ia tanyakan mungkin Arman bisa menjawab beberapa pertanyaan Artha.

Sejak dari perjalanan pulang tadi banyak hal yang mereka bicarakan tapi entah kenapa tidak sepatah kata pun Artha menanyakan tentangnya. Apa mungkin ia lupa ?

Tak lama kemudian mereka tiba dipersimpangan jalan. Artha pun bergegas turun dari motor Arman.

"Man, makasih ya," ucap Artha pada Arman dengan menepuk punggungnya.

"Oke sama sama, duluan ya." jawab Arman dan langsung belok arah meninggalkannya.

Artha melanjutkan perjalanan pulang menggunakan angkot. Entah kenapa Artha masih saja terpikirkan tentangnya. Sepertinya rasa penasaran itu sudah menggebu-gebu. Rasa penasaran yang berhasil mengalahkan egonya. Maklum saja padahal Artha ini orang yang cuek dan terkesan tak memperdulikan orang lain. Tapi entah kenapa karena perempuan itu rasanya bukan hanya rasa penasaran saja yang tumbuh, seperti ada rasa lain yang tumbuh tanpa adanya alasan.

Kala itu angkot yang Artha naiki tak begitu penuh hanya ada lima orang saja termasuk dirinya. Artha duduk di kursi pojok belakang sebelah kiri, itu menjadi posisi favoritnya. Di posisi itu ia bisa dengan bebas dan luas melihat pemandangan sekitar jalanan. Tampak terdapat beberapa lampu jalan tidak menyala yang membuat jalan sekitar begitu gelap, penerangan hanya dari lampu-lampu kendaraan yang lalu lalang dan lampu-lampu toko pinggir jalan.

Jalanan kota Bandung yang ramai membuat angkot berjalan sangat pelan, dinginnya angin malam masuk mengendus lewat jendela yang terbuka begitu terasa menusuk-nusuk sweater rajut coklat tipis miliknya, menembus pori-pori kain hingga mampu menggapai kulit seakan mengusap tubuh untuk menjadikannya beku. Dinginnya udara malam itu terlepas dari selesainya hujan membasahi bumi, hujan masih mengirimkan tetesan - tetesan terakhirnya. Terlihat dipinggir jalan orang-orang yang berteduh mencoba menembus tetesan-tetesan terakhir air hujan untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Melewati jalan Tamansari Artha memandang salah satu kedai kopi, ia melihatnya dengan teliti seperti mencari sesuatu yang hilang disana. Tanpa disadarinya kedua ujung bibirnya mengambang, ia tersenyum memandangi kedai kopi itu. Banyak hal yang hilang disana. Hampir satu tahun Artha tak pernah kembali mengunjungi kedai kopi itu, terakhir kali ia menghabiskan malam disana dengan seseorang yang ia sayangi di waktu itu, tepat tiga hari sebelum pertengkaran hebatnya dengan perempuan yang ia sayangi kala itu. Perempuan itu bernama Anisya Khairunnisa.

Sudah tidak ada lagi kesedihan dan raut penyesalan pada diri Artha ketika kenangan dengan Anisya kembali terputar dalam ingatannya. Hanya senyum dan rasa haru yang tergambar dalam raut wajahnya. Kini Artha telah baik-baik saja.

Pertengkaran hebat itulah yang membuat mereka memilih berpisah dan berjalan berlawanan arah. Mereka harus mengakhiri hubungan yang sudah delapan tahun dijalani karena ketidak dewasaan masing-masing dan ego yang meledak-ledak.

*****

Setibanya dirumah Artha bergegas mengganti pakaian, dan kemudian mencuci muka. Artha memang tidak pernah mandi jika pulang kerja, hanya cuci muka saja, Artha adalah orang yang jarang mandi. Jika hari libur dan tidak ada janji dengan teman-temannya maka ia sanggup untuk tidak mandi berhari-hari.

Setelah selesai membasuh muka, Artha mulai membaringkan tubuhnya di atas sofa dan ia mencoba mengingatnya. Mengingat perempuan yang menjadi perhatiannya kini. Pertemuan di pos security tadi bukanlah pertemuan yang pertama, seingatnya sudah beberapa kali mereka bertemu dan ia sangat ingat jika dia selalu memberi senyum menyapa jika bertemu. Bukan padanya saja tapi pada semua orang.

Artha mengeluarkan sebuah booknote yang baru saja ia beli beberapa hari lalu. ia bergegas pergi ke rooftop rumah, duduk menghadap arah flyover dan memandangi indahnya siluet dari kendaraan yang lalu lalang dan kelap kelip lampu flyover yang berwarna warni. Hampir setiap malam Artha selalu berada di rooftop rumahnya di temani sebuah pena dan booknote yang ia berinama sendiri booknote itu dengan nama Jurnal Artha.

Di dalam jurnal itulah Artha bubuhkan aksara demi aksara yang terangkum dalam sebuah cerita, entah cerita suka ataupun cerita duka. Dulu Jurnal Artha penuh dengan cerita-cerita tentangnya dengan Anisya Khairunnisa, tapi jurnal itu telah Artha simpan dengan rapih di dalam sebuah kotak yang ia simpan di laci lemarinya. Kali ini di booknote yang baru dengan lembaran yang baru Jurnal yang ia tuliskan mengenai seorang perempuan yang mampu membuatnya memberikan perhatian yang lebih.

Aku mencoba mengingatmu, dimana lagi aku pernah melihatmu.

Setiap aku mencoba mengingatmu rasanya seperti akan tercipta bintang baru di hatiku ini, tapi aku belum tau apakah bintang nyata yang menghasilkan cahaya dan memantulkan sinarnya atau bintang semu yang bersinar karena pantulan dari cahaya bintang lain. Entahlah, aku belum bisa merasakan bintang apa yang akan kamu ciptakan pada hatiku ini.