Chereads / Bos ACC / Chapter 1 - Karyawan Kesayangan

Bos ACC

Nyonya_Liaaa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Karyawan Kesayangan

Aku baru saja memulai karirku. Setelah lulus dari salah satu universitas ternama di kotaku, aku mendapat pekerjaan sebagai sekertaris pribadi presiden direktur salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang real estate. Pekerjaan ini sebenarnya bukan yang aku ingkan, sebagai penyandang gelar S.H aku berharap dapat menjadi HRD atau Legal suatu perusahaan. Tapi karena gaji dan fasilitas yang ditawarkan cukup bagus bagi seorang fresh graduate sepertiku maka aku putuskan untuk mengambil pekerjaan ini dan berharap akan mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan bidangku suatu saat nanti.

Aku tidak pernah menyangka jika keputusanku saat ini akan berujung panjang dan membuat hidupku yang semula baik-baik saja menjadi rumit.

Rumah dinas, mobil dinas dan tunjangan lainnya aku dapatkan, aku tidak berfikir bahwa ini berlebihan bagi seorang karyawan baru. Aku pikir semua ini memang pantas aku dapatkan karena aku lulusan terbaik dari universitas terbaik juga, lagi pula ini juga salah satu perusahaan properti terbesar di kota ini.

Bodohnya lagi aku juga tidak berusaha mencari tahu e staf yang lain, apakah mereka yang sudah bekerja puluhan tahun juga mendapatkan fasilitas sepertiku. Mungkin aku terllau percaya diri dan sombong.

Bulan pertama aku bekerja semua bejalan baik-baik saj, meski sebagian besar sfat melihatku dengan pandangan sinis dan tidak mau bergaul denganku. Aku pikir mereka hanya iri padaku. Karena sebagain besar yang bersikap dingin dan jahat padaku adalah staf wanita.

Jelas saja mereka iri denganku, sebagai seorang wanita, bisa di bilang aku adalah wanita yang sempurna, cantik natural dan memiliki senyum yang manis.

Kita hidup di negara dengan kriteria cantik seorang wanita adalah yang memiliki tubuh tinggi, berkulit putih, rambut berwana hitam dan lurus, bibir tipis berwarna merah dan lesung pipi yang samar-samar. Dan semua itu ada padaku, tidak heran jika aku selalu mnejadi seorang idola. Selain itu aku juga pandai bergaul dan aku juga cerdas. Sempurna bukan diriku.

Tapi sepertinya aku salah, aku terlalu sombong dengan apa yang aku miliki. Di kantor tempatku bekerja aku hanya mempunya seorang teman wanita, dia mau berteman denganku karena dia sudah mengenalku sejak kuliah, dia dua angkatan diatasku. Dia bekerja disini sejak lulus kuliah sebagai staf legal. Dia juga yang menawarkan pekerjaan ini kepadaku.

Semua pekerjaanku yang semula berjalan normal mulai terlihat aneh ketika pagi ini aku sakit dan tidak bisa masuk kerja. Aku mengirimkan pesan ke staf HRD jika aku akan pergi ke dokter untuk memeriksakan keadaanku karena dari semalam aku deman tinggi dan muntah-muntah. Selain mengirimkan pesan ke HRD aku juga mengirimkan pesan ke Bosku, sekaligus mengirimkan jadwalnya hari ini.

Pukul 08.00 aku masih belum bisa bangun, aku berencana memanggil taxi online untuk pergi ke klinik, tapi tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu apartemenku.

Dengan badan sempoyongan aku membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Kaget setengah mati ketika aku melihat Pak Willy yang berdiri di depan pintu apartemenku.

"Boleh saya masuk?" Pak Willy melihat aku yang masih berdiri di depan pintu seperti patung.

Ya tentu saja boleh, apartemen ini juga miliknya. Aku menggangguk dan menutup pintu lalu mengitunya dari belakang.

Dia duduk diruang tamu sementara aku kedapur untuk menyiapkan minuman untuknya. Dari dapur aku berjalan ke ruang tamu sambil membawa minuman tapi mataku semakin kabur dan sepertinya aku aku terjatuh. Setelah itu aku tidak tau apa yang terjadi.

Aku bangun dan badanku terasa sakit semua, aku tau ini dikasurku tapi siapa yang membawaku kesini?

"Mbak sudah siuman?" aku mendengar suara seseorang yang berdiri di sampingku, orang itu menggunakan baju putih layaknya seorang suster.

"Mbak ini siapa ya? Ngapain di kamar saya?"

"Saya yang minta dia datang kesini untuk jaga kamu, tadi dokter sudah memeriksamu dan sekarang biarkan suster itu merawatmu sampai kamu pulih." Tegas pak Willy.

"Tapi pak?" aku hendak menanyakan siapa yang akan menanggung semua biaya ini dan aku tidak butuh suster untuk merawatku.

Pak Willy sudah mengangkat tangannya tanda bahwa ia tidak ingin dibantah. Aku hanya bisa diam dan menghela nafas panjang. Lalu pak Willy menoleh ke arah suster dan menyuruhnya pergi meninggalkan kami berdua.

Masih dengan pakaian kantornya ia mendekat kepadaku, duduk tepat di sampingku dan mengamati wajahku. Dengan jarak sedekat ini aku bisa mencium aroma tubuhnya, wangi dan segar. Wajahnya yang selalu terlihat serius dan kaku kini bisa dengan jelas aku lihat, hidungnya mancung, kulitnya putih, matanya teduh, bibirnya tipis dan kemerahan, alisnya tebal benar-benar tampan sempurna.

Pantas saja jika banyak wanita yang mengejarnya, bahkan rela jadi simpanannya. Beruntung sekali bu Jeni, memilikinya. Bahkan dengan konsidi bu Jeni yang tidak bisa memiliki anak, dia tidak meninggalkannya.

Aku berusaha duduk, demi menghormatinya dan mengucapkan terimakasih kepadanya. Tapi belum berhasil aku duduk dengan baik, sepasang tangan kekar kurasakan memegang pundakku dan wajahnya semakin dekat dengan wajahku. Entah apa yang aku rasakan, jantungku berdegup sangat kecang, aku khawatir ia bisa mendengar detak jantungku.

Tubuhku yang semula menggigil kedinginan menjadi hangat karena dekapan dari laki-laki itu, lengannya yang besar mampu memberikan kehangan pada tubuhku, entah bagaimana dia merubah posisi ini, yang pasti saat ini dia berada di belakangku dan memelukku dengan erat, dan kini telingaku bisa merasakan hangat nafasnya karena wajahnya menempel di telingaku.

Badanku kaku menerima perlakukan ini, aku tidak tahu harus berbuat apa. Marah dan mendorongnya atau diam saja menikmati suasa ini? Karena sejujurnya aku sangat menikmatinya.

"Jangan banyak bertanya, nikamti saja apa yang kamu dapatkan sekarang, sebelum kamu kehilangan semuanya." Suara itu memecahkan konsentraiku.

"Apa masud bapak?"

"Kamu bisa memiliki apapun yang kamu mau, termasuk aku."

Aku menoleh mencoba mencari penjelasan dari kata-kata yang baru aku dengar. Tidak aku sangka dia justru memegang kepalaku dan menempelkan bibirnya di bibiku. Aku yang terkejut hampir tidak bisa berbuat apa-apa selain menerasakan bibir itu terus melumat bibirku dengan lembut dan justru lama-lama aku memejamkan mataku lalu mulai membuka mulutku tanda bahwa aku menyukai ciuman itu.

Ketika tubuhku mulai relax dan aku menyadari apa yang sedang aku lakukan, aku segera melepaskan ciuman itu dan menjauhkan wajahku dari wajahnya. Tapi usahaku sia-sia, dia kembali meraih kepalaku dan mengulangi ciuman itu, bahkan kali ini dia lebih bergairah dari sebelumnya.

Cium itu berhenti ketika ponsel pak Willy berbunyi, dia melepaskan tangannya dan mengangkat telpon tersebut. Aku yang masih tidak percaya dengan apa yang baru aku lakukan dengan dia, hanya diam dan mengginggit bibir bawahku sembari mengatur nafas agar lebih tenang. Setelah selesai berbicara dengan orang yang menelponnya ia merapikan kemeja dan jasnya lalu mendekat kepadaku lagi.

Kali ini aku memundurkan badanku, berusaha menghindar darinya.

"Tidak perlu takut, aku tidak akan menggigitmu." Lalu dia tersenyum tipis dan mengecup keningku dan sekali lagi mengecup bibirku dengan lembut, lalu ia pergi meninggalkanku dengan suster. Dia berpesan kepada suster untuk menjagaku dengan baik dan segera mengabarinya jika terjadi sesuatu denganku.

***

Tidak ada wanita yang ingin di duakan atau menjadi yang kedua, tapi bagaimana jika kenyataannya memang mereka yang telah berdua jauh lebih mengerti bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik?

Wanita tidak akan jatuh cinta jika laki-laki tidak membuatnya jatuh.