Membuka pintu kamar hotel, Randy menyusuri sekeliling kamar hotel tersebut. Miska pikir Randy terkagum dengan interior design kamar hotel ini, ternyata dugaannya salah, Randy bergerak seolah sedang mencari sesuatu di sekitaran kamar tersebut.
"Kau sedang mencari apa?" tanya Miska bingung melihat pergerakan Randy yang meraba sekeliling bawah tempat tidur.
Tanpa menjawab, Randy memasuki area kamar mandi masih seperti mencari seuatu.
"Kau aneh sekali, apa sih yang sedang kau cari?"
"Diamlah, ah akhirnya dapat juga." Ujar Randy menunjukkan benda kecil seperti kamera tersembunyi dari sudut lemari yang ada di kamar hotel ini.
"Apa itu?"
"Kamera." Ujar Randy mengotak-atik kamera kecil tersebut.
"Kenapa kau tahu disana ada kamera?"
"Hanya insting saja, aku ini seorang polisi. Harus waspada dimana saja dan kapan pun, termasuk hal kecil seperti ini."
"Apa setiap hotel ada kamera tersembunyi seperti itu?"
"Ya bisa jadi, tapi tidak semua hotel."
"Lalu kenapa mereka menaruh kamera disini? Apa mereka ingin melihat aktivitas tamu hotel?" tanya Miska bergidik ngeri, bagaimana jika tamu hotel sedang melakukan hal yang…ah sudahlah pikirannya sudah terlalu jauh.
"Ada orang yang ingin memantau aktivitas tamu hotel, ada juga yang hanya sekedar iseng menaruh benda seperti ini."
"Huh…. Aku lelah sekali, sesuai kesepakatan kamu tidur di sofa dan aku tidur di tempat tidur."
"Baiklah, sofa nya juga tidak kalah empuk dengan tempat tidur." Ujar Randy menduduki sofa.
***
Ponsel Miska berdering cukup nyaring membuatnya terpaksa bangun dari tidurnya, segera ia menggeser tombol hijau ke kiri.
"Hallo"
"Kau melupakan adik kesayanganmu?"
Dengan cepat Miska melangkah menuju balkon, ia tidak ingin membangunkan Randy.
"Tolong lepaskan adik ku, aku sedang berusaha mencari kotak yang kau inginkan."
"Bagaimana caranya kau mencarinya? Sementara kau tinggal bersama lelaki itu. Kau jangan pernah bermain-main denganku Miska, nyawa adikmu ada di tanganmu sendiri."
"Jangan pernah sakiti adik ku, aku akan mendapatkan kotak itu."
"Baiklah, sekarang kau pergi ke alamat yang ada di pesan. Ingat! Jangan membawa pria sialan itu, atau adikmu akan menerima akibatnya. Hmm…sepertinya jariku ingin mematahkan kaki seseorang."
"Tidak, tidak…jangan sakiti adik ku, ku mohon. Aku akan kesana tanpa Randy, aku berjanji." Ujar Miska meneteskan air mata. Ia terduduk saat panggilan telepon berakhir.
"Bagaimana ini, dimana harus ku cari kotak itu."
Miska mulai mengingat apakah selama ini ada Michael atau pun keluarganya pernah menyimpan kotak hitam yang dimaksud.
"Kau sedang apa duduk disana?" ujar Randy membuka pintu kaca yang menjadi penghubung ruangan dengan balkon tersebut.
"Ehmm…tidak, aku sedang menghirup udara segar saja." Ia kemudian berdiri saat Randy melangkah mendekatinya.
"Dasar aneh, menghirup udara kenapa duduk dibawah."
Miska tidak membalas sindiran Randy, ia berjalan menuju tempat duduk yang tersedia di balkon.
"Tadi kau menelpon siapa?" tanya Randy yang penasaran saat melihat Miska terduduk sambil menangis yang masih menggenggam ponselnya di telinga.
"Hah…oh itu tadi aku menelpon ibu ku, mengabari bahwa sudah sampai di Jepang." Bohong Miska, ia tidak ingin Randy mengetahui bahwa penculik itu menghubungi Miska.
"Sambil menangis?" selidik Randy dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Ckk kau ini cerewet sekali, ya aku menangis. Disini aku bukan liburan tapi mencari adik ku, mana mungkin aku tertawa."
"Ya ku pikir orang itu menghubungimu."
Miska hanya diam memandangi Randy yang membelakanginya yang sedang menatap bangunan Jepang dari atas balkon. Ia teringat pada kekasih Randy, apa wanita itu tidak marah jika tahu Randy saat ini bersamanya.
"Uhmm… Randy, aku ingin bertanya sesuatu."
"Ya tanyakan saja."
"Apa pacarmu tidak marah kau pergi denganku?" tanya Miska gugup melihat punggung Randy.
"Tidak, aku tidak memberitahunya."
"Kenapa? Apa kau tidak ingin menghubunginya?"
"Aku lapar, apa kau tidak lapar?" ucap Randy menghindar dari pertanyaan Miska.
"Ehmm…aku akan mencari makanan dibawah, kau tunggu disini saja." Ujar Miska, ia merasa ini kesempatannya untuk pergi ke alamat yang diberikan penculik itu, semoga Randy tidak mengikutinya.
"Baiklah aku mau mandi dulu."
"ya mandilah."
Setelah itu Miska melangkah pergi keluar kamar hotel, ia hanya membawa dompet dan handphonenya saja agar Randy tidak mencurigainya. Miska memesan makanan untuk diantar ke kamar hotelnya, ia tidak tega jika Randy kelaparan saat menunggunya nanti yang ia yakini akan lama.
Menyetop taksi, Miska menunjukkan alamat yang diberikan penculik itu. Menyusuri jalanan yang cukup jauh hingga ke pedesaan, taksi yang ia tumpangi berhenti di sebuah gedung tidak terawat. Ia ragu untuk masuk ke dalam gedung itu.
"Pak apakah benar disini alamatnya?"
"Ya nona benar disini alamatnya."
"Baikla, terimakasih." Ucap Miska setelah membayar tarif taksi.
"Uhmm…pak, bisakah kau menunggu disini sebentar? Aku akan membayarmu." Ucap Miska agar bapak tersebut tidak meninggalkannya disini seorang diri.
"Baiklah nona, saya akan menunggu disini."
Membuka pintu taksi, Miska berjalan dengan langkah gontai. Ia sangat takut untuk masuk kedalam gedung itu, tapi tidak ad acara lain ia harus menguatkan dirinya sendiri, ini demi adiknya.
Melihat ke sekeliling ruangan di dalam gedung yang penuh dengan sarang laba-laba, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Hallo"
"Hallo, dimana kamu? Kenapa lama sekali?"
Iya mengenal suara ini, ini adalah suara Randy. Bagaimana pria itu mendapatkan nomor ponselnya? Tanya nya dalam batin.
"Uhm…ya tadi aku bertemu dengan teman lamaku disini, jadi aku sedang pergi bersamanya. Kau makanlah makanan yang telah diantar pegawai hotel."
Dengan segera Miska memutuskan panggilan telepon itu saat melihat seorang laki-laki berjalan menghampirinya.
"Dimana adik ku?"
"Kau sudah ditunggu, silahkan ke atas." Ujar lelaki yang Miska belum pernah lihat sebelumnya .
Ia mengikuti langkah kaki lelaki tersebut menaiki anak tangga.
Memasuki ruangan yang Miska rasa bekas ruangan auditorium. Ia melihat pria itu, pria yang telah menculiknya.
"Dimana adik ku, bebaskan dia."
"Tenanglah, kau baru saja tiba sudah marah-marah tenang sedikitlah."
"Aku tidak suka berbasa-basi denganmu, cepat tunjukkan adik ku."
"Dimana kotaknya? Kau akan bisa melihat adikmu saat kotak itu ada bersamaku." Ujar pria itu sambil membersihkan sebuah pistol.
Suara pintu terbuka nyaring dari arah belakang tempat yang di duduki pria itu, seorang pria dengan tubuh tegap seperti seorang model masuk dengan tergesa menghampiri mereka.
"Jerry, ada sesuatu yang ingin ku sampaikan." Ucap pria itu kepada pria penculik itu, ah rupanya nama pria penculik itu Jerry, lucu sekali seperti Tom and Jerry saja.
Kemudian pria itu membisiki sesuatu kepada Jerry, tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi keras.
"Apa yang mereka bisiki, kenapa dia terlihat marah." Ujar Miska dalam hati.
Saat ini dia hanya menatapi pria-pria itu yang seolah tiada henti bermain bisik-bisikan.
Tiba-tiba Jerry berdiri dan memasuki pistolnya ke belakang punggungnya.
"Kau ku beri waktu satu minggu, jika tidak berhasil adikmu akan mati." Ucap Jerry mengancamnya, dan segera pergi dari ruangan itu disusul dengan semua anak buahnya.
"Hah apa-apaan mereka, meninggalkanku di ruangan seperti ini sendirian." Dengan segera Miska berlari menuruni anak tangga, ia tidak ingin berlama-lama di gedung menyeramkan ini.