Chereads / Gelora Gairah [R18+!] / Chapter 59 - Pedang Terkutuk

Chapter 59 - Pedang Terkutuk

Sementara kumpulan lelaki dan wanita di hadapan mereka tersebut sedang terpesona oleh kecantikan Faladhina Kiseki atau pun ketamvanan Vivadhi Ranata, kedua insan yang baru saja tiba di tempat tersebut pun mengamati dan mengukur kekuatan setiap orang yang berada di tempat tersebut dengan ilmu mereka masing – masing.

Faladhina Kiseki hanya mengandalkan instingnya dan mantra dasar [Identify], sementara Vivadhi Ranata tentu saja menggunakan Pandangan Surga / Heaven Gaze miliknya.

"Hmmm... mereka semua masih berada di tahap Houtian, setara dengan Evolusi Tahap Rookie Tingkat Empat sampai Enam... Aku, Kiseki dan Chikane bisa dengan mudah melawan mereka, tapi kalau si kembar Nadhine pasti bakalan susah..." Gumam Vivadhi Ranata yang didengar oleh Faladhina Kiseki.

"Lemah sekali. Yah..., kalau dilihat dari standar planet gersang seperti tempat ini, kurasa mereka hebat juga kalau bisa sampai di tahap Houtian di umur yang masih muda – muda begini." Kata Faladhina Kiseki yang sudah kehilangan minat dengan kumpulan manusia lemah di tempat tersebut.

Selain para wanita yang mungkin bisa dijadikan teman latihan untuk membantu sang wanita mengeroyok sang lelaki di malam hari, tidak ada lagi yang menarik hati Faladhina Kiseki dari kumpulan orang – orang yang di matanya tak ada bedanya dengan semut kecil yang lemah tersebut.

Vivadhi Ranata dan Faladhina Kiseki yang sudah selesai mengamati dan mengukur sekumpulan orang – orang tersebut pun mengalihkan pandangan mata mereka menuju ke Pohon Besar yang dikelilingi oleh orang – orang tersebut.

Mereka berdua penasaran, apa sih yang membuat orang – orang pada berkerumun di tempat ini?

Dan kedua insan tersebut pun melihat, bahwa ada sebilah pedang yang jelas – jelas bukan lah sebuah pedang biasa yang berkilau – kilau dengan sinar keemasan yang menarik hati sedang tertancap begitu dalam di tengah – tengah batang besar dari pohon tersebut.

"Hmmm?" Vivadhi Ranata dan Faladhina Kiseki pun seketika menganalisis pedang tersebut dengan ilmu ajian yang mereka miliki masing – masing.

[Pedang Terkutuk Gramtalefing - Four Star Paragon Grade Weapon]

[Pedang yang memiliki kekuatan yang sangat besar dan terbuat dari Orichalcum, logam yang sudah hilang teknologi pembuatannya sejak Jaman Atlantis. Dibuat oleh seorang Dewa Bermata Satu untuk menguji umat manusia. Semua pemiliknya akan mendapatkan kekuatan dan kejayaan yang melegenda, namun hidup mereka semua juga akan selalu berakhir dengan penuh tragedi.]

Vivadhi Ranata dan Faladhina Kiseki terkesiap melihat deskripsi senjata tersebut.

Sebagai ganti kekuatan, pedang itu memberikan akhir tragis kepada setiap pemiliknya?

Vivadhi Ranata dan Faladhina Kiseki pun bertanya – tanya, siapa kah gerangan Dewa Bermata Satu yang telah dengan begitu biadab membuat senjata seperti ini hanya untuk menguji umat manusia?

Kalau Vivadhi Ranata bertemu dengan Dewa Bermata Satu itu di masa depan, sang lelaki bersumpah akan menghajarnya habis - habisan.

Apa dia pikir mentang - mentang dirinya adalah Dewa, lalu dia bisa mempermainkan takdir manusia seenak jidatnya seperti mainan anak - anak!?

Gua ilangin jidat loe baru tahu rasa!

Setelah mengumpat kepada sang Dewa Bermata Satu yang tidak dia ketahui identitasnya, Vivadhi Ranata pun mendehem dan membuat perhatian semua orang tertuju padanya.

"Kalian semua pasti mencoba untuk mengambil pedang itu? Hati - hati lah, pedang itu menjanjikan kekuatan yang besar, tapi juga nasib yang tragis kepada setiap pemiliknya." Sang lelaki pun mencoba memperingatkan mereka yang berkerumun di tempat itu.

"Kiseki, ayo kita pergi." Setelah berkata demikian, sang lelaki pun dengan segera melesat pergi meninggalkan tempat itu menuju ke titik terakhir yang ditunjuk oleh [Guidance] dan [Detect Trap].

"Tidak heran kalau [Detect Trap] tadi menunjuk ke tempat itu..." Kata Vivadhi Ranata sembari dirinya melesat menuju tempat terakhir bersama dengan Faladhina Kiseki.

"Pedang itu sendiri benar - benar adalah sebuah jebakan yang sungguh jahannam." Timpal sang wanita yang menemani sang lelaki.

....

Setelah Vivadhi Ranata meninggalkan tempat itu bersama dengan Faladhina Kiseki, kumpulan orang - orang tersebut yang tadinya melongo ternganga saat mendengar peringatan sang lelaki yang tak terduga tersebut mulai ricuh dan ribut membicarakan hal tersebut.

Para lelaki yang merupakan kaum mayoritas di kerumunan tersebut kebanyakan pada menyiyir dan menyindir sang lelaki, hampir semua lelaki di sana mengira kalau Vivadhi Ranata sengaja berkata seperti itu agar tidak ada orang yang mau mengambil pedang tersebut sehingga nantinya sang lelaki tersebut dapat mengambil pedang tersebut dengan mudah tanpa harus bersaing dengan siapa pun.

Sungguh lihai dan licik sekali taktiknya!

Sementara itu, para kaum hawa yang hanya berjumlah seperlima dari kumpulan orang - orang tersebut semuanya percaya dengan tanpa terkecuali, segala peringatan yang dikatakan oleh sang lelaki.

Katakan lah itu insting wanita, tapi semua perempuan yang ada di sana yakin seyakin - yakinnya bahwa sang lelaki berkata jujur dan memperingatkan mereka semua untuk kebaikan orang - orang.

Argumentasi yang diberikan oleh para perempuan ini tentu saja menyulut api cemburu bagi para lelaki yang ad di kerumunan tersebut.

Wa ta fak men! Para perempuan ini lebih percaya kepada orang asing yang baru mereka temui dari pada para lelaki disini yang sudah bersama menjadi teman atau saudara se-sekte mereka!

Dan tentu saja tidak butuh waktu lama sebelum perselisihan mereka menjadi semakin panas, hingga akhirnya mereka semua saling bertarung satu sama lain bahkan sebelum mereka berebut untuk mengambil pedang tersebut.

Akhirnya para wanita yang sudah panas hatinya karena kata - kata mereka tidak diindahkan oleh para lelaki yang sudah dibutakan oleh ego dan rasa harga diri mereka pun semuanya pergi bersama - sama meninggalkan tempat tersebut.

Tujuh orang dari para lelaki yang dari sejak dahulu telah mengejar - ngejar masing - masing wanita idaman mereka pun akhirnya lebih memilih untuk mengikuti wanita yang mereka puja - puja dari pada ikut berebut untuk mendapatkan pedang tersebut.

"Daripada aku ikut berebut dengan orang lain demi untuk senjata yang gak jelas apalagi yang katanya sudah dikutuk itu, mendingan aku pergi bersama - sama dengan Sang Dewi pujaan hatiku, siapa tahu aku bisa tambah dekat dengannya." Pikir para lelaki yang meninggalkan kerumunan tersebut untuk mengikuti wanita pujaan hati mereka masing - masing sambil memikirkan cara untuk menyenangkan hati para wanita dan menjalin kedekatan yang lebih dalam diantara mereka berdua masing - masing.

Akhirnya dengan tujuh orang wanita dan tujuh orang lelaki meninggalkan kerumunan tersebut yang awalnya berjumlah tiga puluh empat orang, kini hanya tersisa dua puluh orang pendekar yang semuanya berada di ranah Houtian Tingkat Akhir berkerumun mengelilingi Pohon Besar dengan Pedang tersebut....

Dan ketika mentari terbit empat hari kemudian, hanya tersisa satu orang pendekar saja yang masih berdiri dengan tubuh yang penuh bersimbah darah, sementara sembilan belas orang pendekar lainnya telah tewas terkapar menjadi mayat setelah mereka semua telah mencoba untuk saling bunuh satu sama lain.

....