"Ma? Mama yakin Qila sekolah di SMA Swasta? disana uang SPP-nya gede loh Ma. Qila sekolah di SMA Negeri aja ya," ucap Qila pada Mamanya yang sedang mencuci piring di westafel.
"Bagus dong kamu sekolah di situ. Lagian kalau kamu sudah tau bayarnya mahal. Jangan main-main sekolahnya, yang serius belajarnya, trus jangan hajar anak orang lagi! kalau kamu dikeluarin di sekolah, Mama nggak mau sekolahin kamu lagi. Biar kamu di jodohin sama anak teman Papa kamu! Mau?" ancam Mama Aqila yang bernama Susanti.
Qila meringis. Apa kata Mamanya tadi? ia akan di jodohkan dengan anak teman Papanya? iissh ogah! mending ia jadi perawan tua dari pada hidup dengan anak teman papanya yang burik dan idiot nyerempet bego!
"Uangnya dari mana? kita kan bukan orang kaya, Ma. Mama yakin sanggup biayain uang sekolah Qila?" tanya Qila lagi. Ia benar-benar tidak ingin orang tuanya terbebani dengan biaya sekolahnya.
"Yakin dong. Emang Mama ini kamu? yang pesimis terus," jawab Mama Qila.
"Kalau Mama tiba-tiba bangkrut di tengah-tengah gimana?" tanya Qila lagi.
"Gampang, Mama tinggal nyolong di Bank aja," jawab Mama Qila dengan santuy.
Qila meringis, tidak menanggapi ucapan Mamanya yang kadang-kadang di luar nalar itu. Ia berjalan meninggalkan dapur menuju kamar.
Qila menghela napas setelah sampai di dalam kamarnya. Ia sangat kesal sekali. Kenapa Mamanya itu mendaftarkannya ke SMA Swasta? selain biayanya yang mahal, Qila tak akan nyaman di sana.
Di sana sudah pasti ada banyak manusia-manusia sok kaya, songong, dan hidungnya kembang-kempis kayak ban kereta Miper yang suka mogok di jalanan. Suka pamer kekayaan padahal masih minta nasi sama orangtua.
Qila sangat tidak menyukai spesies manusia yang seperti itu. Ck, mengingatnya saja membuat Qila ingin muntah.
Qila bukan dari keluarga kaya. Ayahnya bekerja sebagai karyawan kantoran dengan gaji pas-pasan, dan Mamanya juga bekerja sebagai karyawan toko butik.
Jadi, dia bukan anak Sultan dan bukan pula orang Misqueen.
Qila menghela napas. Untuk apa dia mencemaskan ini? Percuma juga! ucapan Emaknya itu Mutlak! Alias nggak bisa di bantah.
Seharusnya ia bersyukur disekolahkan di sekolah anak orang kaya. Hitung-hitung buat nambah pengalaman, karena biasanya Qila bersekolah di sekolah Negeri. Disana murid-muridnya sederhana dan sangat cocok dengan Qila.
Tapi, ini benar-benar sangat menguji mental dan otaknya. Jika bersekolah di sana. Qila harus terlihat elegan dan pintar. Jika tidak, ia akan di cemoohkan dan di Bully. Eh? sejak kapan tukang Bully takut di Bully?
Ya, sejak SD dan SMP Qila hobi menjahili orang. Tak jarang juga ada orang yang mengatainya 'Brandalan'. Ya, Qila sering berkelahi sampai akhirnya di D.O dari sekolah. Tidak hanya berkelahi sesama perempuan, dengan laki-laki dan Waria pun Qila pernah adu jotos. Haha, mantan anggota karate mah memang beda.
Tapi, jika ia bersekolah di SMA Swasta. Semua jurus-jurus karate tidak akan berlaku di sana. Jika ia memulai aksi heroin-nya. Maka tamatlah sudah kisah SMA-nya.
Bukan kah begitu?
Ah, dia benar-benar tidak ingin masa-masa remajanya berakhir buruk.
Qila berhenti guling-guling di atas kasur. Ia berjalan ke arah meja belajarnya dan membuka majalah lowongan pekerjaan yang ia dapat dari tong sampah tetangga tadi pagi.
"Ok, untuk mengantisipasi kelangsungan masa remaja gue. Alias supaya kagak menderita. Gue harus cari kerja paruh waktu. Ogah gue mah kalau tiba-tiba aja Mama sama Papa bangkrut trus gue putus sekolah. Ck, bisa malu gue sama anak gue di masa depan," celoteh Qila sambil membalik-balikkan majalahnya.
Setelah satu jam mencari-cari tidak jelas dan menyeleksi pekerjaan yang sesuai dengan kriterianya di sana. Akhirnya Qila menemukan tiga pekerjaan yang rasanya cocok untuknya sebagai anak sekolahan.
Yang pertama, kerja paruh waktu sebagai montir. Aqila menusuk-nusuk pipinya menggunakan pena untuk berpikir. Jika ia bekerja sebagai Montir. Tentu saja tempatnya ada di bengkel. Jika diingat-ingat lagi, bengkel itu tidak bersih karena ada banyak Oli-nya dan Qila juga tidak terlalu berpengalaman dalam memperbaiki motor atau mobil. Terakhir kali waktu Qila masih SMP dia sok-sok'an mau membenarkan sepeda motor Papanya yang rusak. Ia kira berhasil karena motor itu bisa hidup kembali. Tapi, setelah Papanya mencoba motor itu. Papanya nyungsep ke selokan karena ban depannya yang copot.
Maka dari itu. Pekerjaan ini sangat tidak cocok untuknya. Bukannya bikin masa depan cerah malah jadi suram kayak muka Miper kehilangan semvak. Hehehe.
Qila menghela napas. Sayang sekali. Padahal gajinya lumayan loh Rp. 6000.000/bulan. Tapi, tak apalah. Ini demi masa depannya. Masa depan is everything. Eheeekkk.
Pekerjaan yang kedua. Bekerja sebagai Writers di Cafe.
Aqila menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bekerja di Cafe, ya? Hmmm sepertinya ini normal. Karena anak-anak SMA pada umumnya memang sering bekerja di Cafe. Jadi gimana? Qila bekerja di sini saja? Gajinya juga lumayan loh Rp. 3000.000/bulan. Kan lumayan buat beli seblak. Hehehe.
Ok, serius.
Aqila kembali berpikir. Membayangkan bagaimana nasibnya jika bekerja di Cafe.
Jika ia bekerja disana. Ia akan banyak berinteraksi dengan orang-orang. Dan tentu saja Cafe itu adalah tempat nongkrong yang mayoritasnya adalah anak muda.
Hmmm anak muda ya?
Qila kembali melihat majalah dan membaca nama-nama Cafe yang menyediakan lowongan pekerjaan di sana.
"Di cari! Anak-anak SMA yang belom kawin. Dipersilahkan bekerja di Cafe kami. Love Story Cafe sebagai Writers. Yeee elaahhh ini mah Cafe buat bocah-bocah bucin! Ogah gue mah kerja di sini. Bisa diinjak-injak martabat gue sebagai jomblo sejati!" ketus Aqila sambil membuka halaman selanjutnya.
Tentu saja! Cafe tersebut sudah pasti di datangi muda-mudi yang lagi bucin-bucinnya. Aqila seorang gadis jomblo yang tak pernah ngemil micin tidak boleh berada di sana demi menjaga martabatnya sebagai jomblo yang berkualitas!
Aqila kadang-kadang heran. Kenapa orang-orang mau membuat tempat-tempat seperti itu? Mereka bahkan berani pamer kemesraan di tempat-tempat umum tanpa sedikitpun memikirkan perasaan kaum jomblo yang selalu meratapi nasib saat malam minggu?
Aqila berdecak kesal. Ingin sekali dia membakar tempat-tempat seperti itu jika tidak ingat ia bukanlah putri seorang sultan yang bisa membeli pulau berisi mantan-mantan Mama-nya saat masih muda dulu!
Ya, nggak mungkin lah Bambank!!
Salah Aqila sendiri yang masih betah ngejombloo!!
Ok, sekarang kita fokus! Sesama jomblowati nggak boleh saling ngehujat! Ok.
Aqila kembali membolak-balikkan majalah itu. Berharap ada Cafe yang tepat untuknya bekerja sebagai makhluk jomblo!
"Love me Cafe, Cafe Mantan, Cafe Mantan is Everything, Cafe kenangan, Man... Ok siiipp! KAGAK USAH KERJA DI KAPEE!!" teriak Aqila sambil membanting majalahnya keluar jendela.