Chereads / Mengagumi Dalam Diam (rewritten) / Chapter 1 - Sebuah Harapan (Part 1)

Mengagumi Dalam Diam (rewritten)

putrisnaini
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Sebuah Harapan (Part 1)

Andita memasuki kelas pada pukul 07.20 yang artinya dia telat ke sekolah karena semalam begadang mengerjakan PR. Nasib baik di kelas belum ada guru yang mengajar, Andita terburu-buru duduk di bangkunya yang terletak di pojok belakang kelas. Setelah berlari lari dari gerbang hingga ke kelasnya, Andita pun lega karena ia bisa masuk ke kelas dengan selamat. Dengan napas yang masih terengah-engah, Andita membereskan bukunya untuk ditata di mejanya. Mewaspadai jika ada guru yang datang, dia bisa langsung membuka bukunya.

"Telat lagi, Ta?" tanya Ana, teman sebangkunya. Urusan telat memang sudah dari dulu menjadi kebiasaan yang melekat pada Andita. Alasannya jika bukan terlambat bangun, ya harus menunggu Kakaknya bersiap untuk mengantarnya.

Belum sempat Andita menjawab pertanyaan Ana, Ana kembali mengulurkan pertanyaan, "Udah ngerjain pr belum?" katanya sambil mengambil buku dari tasnya.

"Udah kok," jawab Andita seraya memandang keluar jendela kelasnya.

"Masih ngarepin dia, Ta?" tanya Riya yang dari tadi duduk didepannya. Riya memang duduk di bangku depan Andita bersama Yuni. Sementara Devi, dia duduk bersama Area, salah satu murid yang sangat pintar. Jika di kelas, dia selalu mendapatkan rangking satu.

Andita mengangguk dan merundukkan kepalanya, sambil menghela nafas panjang. Kenapa juga dia harus mengakui perasaan itu. Perasaan yang benar-benar tidak pernah dia harapkan akan muncul.

"Kamu ga papa kan, Ta?" tanya Riya yang masih penasaran dengan jawaban dari pertanyaanya tadi. Setelah empat bulan yang lalu, tepatnya saat masuk kelas 10 Riya mendengar cerita Andita, Riya masih ingin tahu apa perasaan sahabatnya itu benar-benar nyata atau hanya sesaat.

Belum sempat Andita menjawab pertanyaan Riya, seorang guru memasuki kelas dan membuat semua siswa kembali ke bangkunya masing-masing. Suasana hening di kelas membuat Andita teringat pertanyaan Riya tadi. Dihatinya, sebenarnya dia masih menyimpan sebuah harapan kepada seorang pria yang dilihatnya di luar jendela tadi. Namun, di dunia nyata Andita menyadari bahwa dia tak akan pernah memiliki pria yang mempunyai sifat sedingin es itu.

Jika dibilang istimewa, pria itu memang sangat istimewa. Dia tampan, pintar, dan jarang ada laki-laki seperti dia. Tubuhnya tinggi, dengan mata hitam dan senyum penuh pesona. Bukan, bukan karena fisiknya yang membuat Andita menyukai pria itu. Tapi, karena kepedulian yang dimilikinya, membuat Andita menjatuhkan hati pada pria yang dia kagumi dalam diam. Dalam keheningan, dan tanpa dia tahu. Sulit memang jatuh hati sendirian, tapi Andita benar-benar tidak meminta perasaan ini. Dia hanya menjalaninya sesuai apa yang telah semesta atur untuknya.

tiga jam pelajaran berlalu, Andita, Ana, Riya, Yuni, dan Devi memanfaatkan waktu istirahat untuk mengobrol di teras depan kelas. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaan wajib bagi mereka berlima. Jika tidak di depan kelas, maka mereka akan mengobrol di kantin.

Riya kembali bertanya kepada Andita tentang pertanyaanya tadi, "Ehh gimana jawabannya? Kamu masih nyimpen harapan sama dia, Ta?"

"Aku ga mungkin dapetin dia dan aku ga mungkin bisa ngeluluhin hatinya," Jawab Andita pasrah. Dia memang selalu overthingking saat memikirkan tentang balasan perasaan. Padahal, jalan semesta kan tidak ada yang tahu.

Riya yang menanyakan hal itu langsung merasa bersalah karena telah membuat sahabatnya sedih. Riya sadar, Andita benar-benar memiliki perasaan yang nyata untuk laki-laki itu. Riya menyadari ketika melihat sorot mata Andita saat menjawab pertanyaannya. Terlihat begitu kecewa dan sedih.

"Nggak apa-apa, Ri." Andita tahu Riya merasa bersalah.

"Beli gorengan yuk," ceplos Yuni.

"Ada nggak sih makanan lain selain gorengan di hidup mu, Yun?" Devi bertanya.

"Apa ya? Kayaknya nggak ada."

"Emang gorengan is the best!" ucap Ana yang satu frekuensi dengan Yuni.

"Beli batagor aja yuk." Devi memohon.

Yuni dan Ana menolak ajakan itu. Mereka berdua langsung menuju ke kantin untuk membeli gorengan. Andita dan Riya akhirnya menemani Devi untuk membeli batagor.

Andita melihat ke sekelilingnya, semua siswa terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang membaca buku di depan kelas, bermain bola di lapangan, dan bergurau di sepanjang jalan.

Sampai pandangannya tertuju pada seorang laki-laki yang membuat pipinya memerah. Walau hanya dari jauh, tapi Andita langsung mengetahui jika laki-laki yang sedang mengobrol bersama teman-temannya di depan kelas itu adalah orang yang dia suka.

Andita berjalan semakin jauh meninggalkannya. Membuat laki-laki itu hilang dari pandangannya. Dan akhirnya, membuatnya kembali fokus ke jalan yang dilaluinya menuju kantin.

Andita teringat wajah itu, dia terlihat begitu gembira hari ini. Membayangkannya saja sudah membuat Andita tersenyum-senyum sendiri. Tapi mau seperti apapun caranya, Laki-laki itu tidak akan menoleh ke arahnya. Andita menyadari, dia Laki-laki yang tidak akan mengenalnya. Andita sadar dirinya hanya siapa. Hanya satu bintang kecil yang bersinar diantara jutaan bintang lain yang lebih besar dan lebih terang.

Waktu di sekolah terasa begitu singkat. Tiba-tiba saja pelajaran sudah berakhir. Yuni dan Ana tersenyum gembira, sudah saatnya untuk kembali ke singgasana ternyaman mereka. Apalagi kalau bukan kasur dan selimut tebal super hangat yang sengaja mereka beli sama persis.

"Nebeng ya, Na." Yuni memohon pada Ana.

"Bukannya kemarin lo naik motor?"

"Kan cuma sekali. Enakan nebeng kamu lah. Nggak usah menyisihkan uang jajan untuk membeli bensin," ucap Yuni sok baku.

"Dih, nggak modal."

"Gapapa deh mau dikatain apa aja. Yang penting kita pulang bareng. Lagian juga rumah kita searah. Lo ngelewatin kan."

"Oke baiklah prinses Yuni. Mari kita pulang."

Yuni tersenyum penuh kemenangan.

Sepulang sekolah, Andita memutuskan untuk segera pulang ke rumah karena moodnya yang tidak terlalu baik dan dirinya yang juga terlihat kelelahan. Padahal tadi Devi mengajaknya pergi ke toko buku untuk membeli komik kesukaannya yang baru saja terbit.

"Aku tak pernah berniat untuk mengaguminya, apalagi hingga menyayanginya. Aku tak tau apa yang terjadi padaku dan apa maksud dari semua ini. Aku sungguh tersiksa dengan harapan ini, sebuah rasa yang hanya sepihak dan tak mungkin terwujud. Aku bahagia saat melihatnya tapi aku tak tau bagaimana cara mengabadikan kebahagiaan ini."

Tulis Andita di sebuah note book yang ia beli di toko buku minggu lalu.

Sore hari itu, Andita melampiaskan kesedihanya dengan mendengarkan beberapa lagu yang mungkin akan membantunya untuk membangkitkan moodnya.

"....biarku simpan rasa ku ini...."

"...walau entah sampai kapan nanti...."

"...ku tak perlu engkau tahu bahwa aku suka padamu...."

Mungkin lagu itu yang bisa menggambarkan suasana hati Andita yang tak mau mengungkapkan perasaanya kepada seseorang yang dia kagumi selama ini.

Tak terasa waktu itu begitu singkat hingga Andita tak sadar jika hari sudah larut dan membuatnya merasa mengantuk, hingga akhirnya dia terlelap dalam keheningan malam.