Raka duduk diatas gedung dengan ekspresi sedih menatap bulan yang cerah. Dia entah bagaimana merasa sangat sedih dan tak tahu harus berbuat apa karena hatinya terasa hancur.
Hari ini adalah hari pemakaman pacarnya, bahkan dia sendiri tidak datang ke upacara pemakaman.
Bukannya ia tidak ingin tapi ia takut untuk datang, ia takut karena penyesalan.
Ketika ia mendapatkan kabar kalau pacarnya telah meninggal, hatinya yang sedang kesal dan marah berubah menjadi sangat sedih dan merasa sangat menyesal.
Ia menyesal karena tidak mengangkat telepon dari pacarnya untuk mendengar suara terakhir pacarnya, ia menyesal karena marah kepada pacarnya dan ia benar-benar menyesal karena mengabaikan pacarnya yang telah mendukungnya selama ini.
Jika ia mengangkat telepon saat itu apakah pacarnya tidak akan jadi bunuh diri? Atau apakah pacarnya mengucapkan kata-kata perpisahan? Dan bisakah dirinya mengubahnya tragedi tersebut menjadi berkah?
Apakah mereka akan baikan setelah ia minta maaf?
Dia memejamkan matanya, apa yang terbayang dalam benaknya adalah wajah pacarnya. Wanita baik hati dan penyabar itu, meskipun tidak tahu mengapa dirinya menganggap wanita itu menyebalkan tetapi seperti kata pepatah setelah kehilangan seseorang, baru kita akan sadari betapa berharganya orang tersebut meskipun kita membencinya.
Bukan berarti kita bisa melupakan kebaikannya karena kita mengetahui keburukannya.
Karena orang itu telah meninggalkan banyak kesan kepada diri kita.
Setiap orang pernah melakukan kesalahan namun ketika kehilangan seseorang yang telah lama kita kenal maka akan sulit melupakannya, seperti Raka saat ini meskipun dia sedang kesal kepada pacarnya bukan berarti ia membencinya.
Dia mengingat semua kenangan itu dan mengingat segala kebaikan wanita itu yang membuatnya jatuh cinta.
Untuk kekasih tercinta.
Maafkan aku, walau aku tahu itu sudah terlambat karena kamu telah pergi ke tempat yang tidak bisa aku jangkau.
Semua kenangan kita tidak akan pernah aku lupakan.
Semuanya berawal hari itu, ketika aku masuk ke sekolah itu.
--4 tahun yang lalu.
Satu tahun setelah Raka mengalahkan Ruhon.
"Woaaah!! Raka kita ternyata satu kelas!!" Teriak remaja yang tampak berandalan dengan anting ditelinga kirinya, Jan Jaka adalah nama remaja itu.
"Iya, kita sepertinya satu kelas! Jaka, tapi aku tidak menyangka kau masuk ke SMA Blossom ini" Jawab Raka karena terkejut melihat temannya. Dia tahu Jan Jaka terlihat seperti berandalan tapi dia tidak mengerti mengapa orang sebaik dirinya masuk ke SMA berandalan.
"Hahahaha, kau sendiri mengapa masuk ketempat ini?" Tanya Jan Jaka kepada Raka dengan ekspresi curiga, Raka hanya bisa tersenyum pahit mengingat ibunya yang telah memaksakannya masuk ke SMA ini.
"Ibuku menyuruhku masuk ke SMA ini.... karena dia alumi SMA Blossom ini" Jawab Raka dengan nada tak berdaya.
"Apa?!! Ini SMA Khusus laki-laki... apa jangan-jangan ibumu seorang-"
"Jangan asal bicara kau! Ibuku wanita tulen, maksudku dia masuk SMA Blossom khusus perempuan! Tahukah kau SMA ini dibagi menjadi dua, Khusus laki-laki dan khusus perempuan!"
Perkataan Jaka langsung dipotong oleh Raka dan Raka pun menjelaskannya bahwa sekolah ini memiliki dua gedung.
Gedung khusus perempuan dan gedung khusus laki-laki, mereka juga memiliki dua asrama.
Meskipun laki-laki dan perempuan bisa berintraksi tapi mereka dibatasi di sekolah ini.
Jan Jaka terkejut karena sekolah ini juga memiliki dua gedung dan ia ingat kata pacarnya-Yunita juga akan bersekolah di SMA Blossom bersama temannya Rara.
Apa yang Jaka bayangkan adalah Yunita dan temannya menyamar sebagai laki-laki dan mereka(Jaka&Yunita) bisa menyamar menjadi pasangan sesama jenis agar mereka tidak curiga kalau Yunita adalah perempuan.
Namun karena sekolah ini memiliki dua gedung maka harapan Jaka memainkan drama penyamaran menjadi hancur.
Lalu dia menatap Raka dengan serius dan kemudian ekspresinya berubah menjadi ceria.
"Nah, nah Jangan marah-marah dong! Nanti kena darah tinggi kau baru tahu rasa!"
"Emang rasa apa?!!"
"Rasanya? Coba tebak rasanya apa?"
"Manaku tahu!"
"Rasanya-"
Perkataan Jan Jaka terpotong oleh suara keras.
Baaaam!
Meja itu telah di pukul oleh seorang remaja berambut pirang kotor, wajahnya terlihat sangat dan ekspresi sombong terlukis diwajahnya.
Di tag nama seragam sekolahnya itu bertuliskan Gilang Manural.
"Keparat! Kalian terlalu berisik!! Ngajak ribut?!! Ayo sini aku ladeni kau berengsek!!" Teriak Gilang Manural kepada Jaka dan Raka.
Mendengar itu, wajah Jaka langsung memerah karena marah.
'Ini bangsat perlu di beri pelajaran agar sikap jeleknya diubah!' Pikir Jaka dalam batinnya. Dia memainkan tangannya.
Kreak! Kreak!
Tangannya bunyi setelah dia mainkan, lalu dia dengan keren datang ke Gilang Manural.
"Wow, ini cecunguk songong pengen dihajar dia!!" Kata Gilang dan berdiri dari tempat duduknya, ia menunggu Jaka datang.
Jaka berdiri berhadap-hadapn dengannya, keduanya saling menatap. Gilang lebih tinggi dari Jaka ia menatap Jaka sambil menunduk dan jaka menatapnya sambil mendongak.
Ketika keduanya akan baku hantam, seolah menandakan petarungan akan dimulai suara lonceng berbunyi tepat waktu dan keduanya pun mulai melakukan pertarungan.
Jaka dan Gilang saling memberikan pukulan, kedua kepalan mereka berdua mendarat di masing-masing pipi target mereka.
Baam!! Baam!! Suara pukulan itu serentak terdengar pada saat yang sama.
Keduanya saling adu keguatan, wajah mereka menerima dengan tersenyum menunjukan betapa kuatnya mereka, padahal di dalam hati mereka berdua meringis kesakitan.
"Kau lumayan bangsat!!"
"Kau juga berengsek!!"
Gilang menendang samping perut Jaka dan memberinya pukulan beruntun ke kepala Jaka, Jaka dalam posisi bertahan.
Dia tidak memberikan Jaka kesempatan untuk membalas dan mengakhiri serangannya dengan tendangan keras di perut Jaka.
Jaka terlempar ke sudut, melihat Jaka yang tersandar di dinding membuat Gilang puas dan menatap Raka.
"Apakah kau ingin di hajar kayak si berengsek itu?" Tanya Gilang dengan nada ganas.
Raka hanya tersenyum dan mengangkat tangannya seolah dia tidak peduli.
"Kau..." Gilang marah namun dia mendengar sura yang tak asing lagi dan menoleh ke sumber suara.
"Pertarungan baru saja di mulai bukan? Sudah cukup pemanasannya dan ayo kita lanjut ke ronde ke 2!" Kata Jaka sambil baranjak menuju Gilang, keduanya saling berhadapan lagi dan saling menatap.
Gilang sangat kesal dengan situasi saat ini.
"Hobi kau buruk ya? Suka banget ya? Saling tatap-tatapan begitu? Berengsek!" Kata Gilang sambil menghantamkan kepalanya ke Jaka.
Baam!!
Jaka merasakan pusing dan sakit di kepalanya akibat tandukan Gilang namun itu adalah kesempatannya.
Dengan berutal Jaka menghantam dagu Gilang dengan pukulan jab dan dia pun melakukan serangan beruntun ke bagian hulu hati Gilang.
Lalu dia mengakirinya dengan tendangan diwajah dan membuat Gilang terjatuh dilantai dalam posisi telentang.
Jaka tersenyum jahat dan menatap teman-teman Gilang.
"Apakah kalian ingin di hajar kayak si bangsat itu?" Kata Jaka dengan nada mengejek kepada teman-teman Gilang, ia meniru ekspresi sombong Gilang untuk menunjukan kalau ia menghina Gilang dan teman-teman Gilang mengangkat bahunya seolah tidak peduli, mereka meniru gaya Raka untuk menunjukan mereka mengejek Jaka karena Gilang masih bisa bangkit.
"Pertarungan baru saja di mulai bukan? Okay, aku sudah cukup melakukan pemanasan dan ayo kita lanjut ke ronde ke 3! Hahaha" Kata Gilang sambil tertawa. Dia telah babak belur begitu juga Jaka tapi dia berhasil membalas rasa malunya.
Jaka menjadi marah namun dia menahan emosinya dan menatap Gilang dengan tenang.
Keduanya saling bergerak ke depan dan mengambil posisi saling berhadapan.
Jaka dan Gilang saling menatap, Jaka tidak menyangka kalau Gilang akan sekuat ini bahkan ketika serangannya mengenai hulu hati Gilang.
Ia tahu Gilang kuat dan sekarang waktunya dia serius untuk mengalahkan Gilang.
Jaka tidak ingin kalah dalam pertarungan nyata ini.
Raka yang menyaksikan itu tidak tahu harus tertawa atau menangis, kejadian ini terlalu lucu baginya. Walaupun Raka bisa mengalahkan keduanya berdua tapi ia ingat perkataan ibunya jika dia menggunakan kemampuan supernaturalnya untuk menggertak orang biasa maka gajinya akan dipotong oleh petinggi exorcist kecuali orang biasa itu yang mencari masalah.
Lagian Raka tidak ingin gajinya di potong, meskipun Raka bisa mengalahkan keduanya bukan berarti Raka bisa menang begitu saja.
Jika pertarungan normal tanpa Qi atau energi alam maka Raka mungkin akan menang tetapi itu tidak baik dilakukan mengalahkan manusia normal seperti itu.
Apapun itu Raka hanya mengamati dari samping pertarungan keduanya berlangsung cukup lama hingga guru telah datang.
'Guru ini terlambat' Pikir Raka sambil menatap guru wanita yang terlihat seperti preman.