Dahulu memang aku seorang peserta beladiri Karate. Namun aku tak memutuskan untuk menjadi pelatih maupun atlet beladiri tersebut. Konsekuensinya akan sangat banyak menyita waktuku untuk terus mengikuti pertandingan dan kejuaraan.
Padahal saat itu aku sangat menikmati latihannya. Badanku jadi sehat karena sering melakukan berbagai gerakan yang cukup keras dan intrnsif. Ditambah, sesi ganti baju yang paling aku tunggu. Aku bisa menikmati pemandangan topless remaja lelaki yang memikat.
Kini sekian tahun berlalu, aku tumbuh menjadi pengusaha retail. Karena besarnya nama bisnisku, banyak yang mengirimkanku proposal sponsorship. Mulai dari event sosial hingga event komersil. Namun ada satu proposal yang sangat menarik di meja kerjaku.
Yaitu permohonan sponsorship untuk sekolah menengah pertama yang akan mengikuti kejuaraan Karate di tingkat daerah. Tertarik karena aku pernah menjadi bagian dari keluarga Karateka. Kubuka halaman demi halaman proposal tersebut. Desainnya tak menarik, dan usang. Di bagian pertama penuh basa-basi fotmalitas yang tak menarik minatku.
Tapi di tengah-tengah halaman aku terkesima melihat salah satu foto yang ditampilkan. Yaitu foto-foto atlet lelaki Karate sekolah tersebut. Dari enam atlet yang ada, satu yang membuat libido sex sesama jenisku terusik.
Tanpa pikir panjang, aku memanggil sekretaris pribadiku untuk mengagendakan bertemu dengan kepala sekolah dan atlet karate sekolah tersebut. Sore ini agendaku luang. Bertepatan dengan kepala sekolah yang gembira karena keputusanku mendanai tim atlet karate sekolahnya.
"Terima kasih pak, kami harap sponsorship perusahaan mas bisa semakin maju" Pak Ali menyalami dan menepuk pundakku tanda terima kasih yang paling tulus.
Lalu aku diminta untuk bertemu dengan keenam atlet karate sekolah tersebut. Aku terkesima saat melihat atlet yang memikat itu ada di barisan keenam atlet di depanku. Mati-matian aku menahan libidoku supaya tak ngaceng di situasi seperti ini.
Satu persatu aku menyalami mereka. Raut wajah bahagia dan ucapan terimakasih mereka karena dukungan danaku untuk mereka latihan, transport ke lokasi kejuaraan hingga akomodasi dan konsumsi selama satu musim.
"Saya Fernando, pak! Biasa dipanggil Nando. Terima kasih banyak pak!" Nando namanya.
Atlet yang memikat di foto proposal tersebut bernama Fernando. Jauh lebih tampan saat melihatnya langsung ketimbang di fotonya. Rupanya Nando tipikal agak pemalu. Ia tak sepercaya diri teman atlet yang lain.
"Jangan panggil pak, dong! Haha umurku baru 25 tahun"
Semua yang ada di ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Memang karena postur tubuhku yang besar dan brewokan, ditambah sering lembur membuatku nampak jauh lebih tua dari usiaku yang sebenarnya.
Kini saatnya mereka kembali berlatih di halaman sekolahnya. Lalu kuserahkan bukti transfer dukungan dana sebesar delapan puluh juta rupiah kepada bapak kepala sekolah.
"Mas, kenapa lebih banyak jumlahnya? Yang kami butuhkan tidak sampai segini"
"Nggak apa pak, biar anak-anak makin semangat latihannya. Sebagian tambahan buat bapak, senpai karate dan anak-anak"
Lalu aku berpamitan pada pak Ali ingin berkeliling melihat sekolahnya. Beliau juga undur diri untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Tak terasa aku sudah berkeleling selama satu jam.
Lalu aku masuk ke salah satu kelas.
"Eh, ada mas!" Nando yang hanya mengenakan celana dalam terkejut.
Sontak saja senjataku berontak dalam sempak. Lalu aku mendekati Nando yang menutupi dada dan celana dalamnya untuk menenangkannya.
"Sante aja, kita kan sama-sama cowok!"
"Ngg.. Iya sih mas.. Tapi aku ga biasa!"
"kamu yang paling ganteng ya di tim karate kamu!" kucubit pipinya.
Raut wajahnya berubah jadi malu.
Iseng ku ambil gambar Nando saat ia mengenakan celana panjangnya. Kulitnya cerah meski tak sampai putih. Dadanya belum sixpack, namun nampak menyembul. Membuatku ingin meremasnya.
"Ahh.. Mass.. Geli.." Nando menggeliat dan mengusap dadanya saat kucubit puting dada kanannya.
Aku dan Nando saling bercerita satu sama lain tentang karate sembari ia mengenakan kaosnya. Anak ini asik juga. Belakangan aku baru tau dia kelas tiga SMP.
Wajahnya tampan namun cencderung ke arah imut. Kami melanjutkan obrolan sambil berjalan ke gerbang depan sekolahnya. Lalu bertukar nama akun instagram. Ingin sekali aku menstalk dan melihat fotonya yang tampan dan imut tersebut.
Ibunya datang menjemput dan Nando naik di jok belakang motornya. Sang ibu tersenyum ramah dan Nando melambaikan tangannya kepadaku. Ia pamit pulang dan aku melangkah menuju mobilku.
Hari demi hari berlalu. Beberapa kali aku menyempatkan diri mengamati atlet karate latihan. Seringkali sengaja aku mendekati Nando dan mengajaknya ngobrol dan mentraktirnya jajanan kaki lima sebelum ia pulang. Lambat laun Nando tak begitu malu jika dekat denganku.
To Be Continued...