"Apa kau tahu bagaimana rasanya mati? Awalnya aku tidak tahu, sampai aku merasakan apa yang kita sebut kematian itu"
Nafasku tercekat, aku samar – samar mendengar suara eomma memanggil namaku sambil terisak, tak jarang aku juga mendengar teriakan appa panik
"MINGGIR.. beri jalan.. beri jalan..."
Makatku kabur dan terasa berputar – putar, aku tidak tahu dimana aku sekarang. Terdengar suara pintu terbuka keras dan suara eomma semakin mengecil, menjauh, dan dunia pun kembali gelap.
"Aargghhh.." erangku pelan
Eomma langsung bangkit dari sofa dan menghampiriku panik setelah mendengar eranganku,
"Sa Rang -ah, sayang? Kau sudah sadar? Kau bisa melihat eomma?" kata eomma sambil menggengam erat tanganku dan mengusap wajahku dengan tangan sebelah.
Aku hanya menghembuskan nafas terengah – engah karena tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun unuk menjawab pertanyaan eomma,
"tidak apa sayang, tenanglah, jangan dipaksakan" kata eomma menenangkanku.
Eomma pergi sejenak dan kembali bersama seorang dokter yang tidak familiar bagiku, melihatku sadar dokter itu menunjukkan wajah yang menggambarkan bahwa ini sebuah keajaiban. Aku melirik eomma yang berdiri di belakang dokter itu sambil berbicara ditelepon, beberapa saat kemudian eomma menutup telepon dan kembali memperhatikan dokter yang sedang memeriksa kondisiku. Setelah selesai memeriksa keadaanku dokter itu tersenyum padaku dan mengajak eomma berbicara diluar, "eomma akan kembali, sembentar lagi appa akan datang bersama Ren, tunggu sembentar ya" kata eomma lembut lalu mengecup keningku dan pergi meninggalkan ruangan.
Aku memejamkan mata dan kembali membayangkan kejadian yang menimpaku saat itu, muncul banyak sekali pertanyaan dipikiranku. 'Apa yang dia lakukan kepadaku? Untuk apa dia melakukan ini?' aku menghembuskan nafas berat dari mulutku, aku bahkan tidak bisa melakukan apa – apa saat ini.
Beberapa hari setelah melakukan berbagai tes dan perwatan medis yang ku butuhkan, aku akhirnya sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Rumah sakit ini memang khusus dibuat untuk para anggota departemen, kami tidak di pebolehkan pergi ke dokter biasa karena akan menggangu keberadaan kami dan juga akan membahayakan apabila banyak manusia mengetahui kami bukan manusia biasa. Karena tubuh kami yang juga bisa menyembuhkan luka kecil dengan sendirinya tanpa bantuan obat.
"Kepala departemen dua menitipkan ini untukmu" kata dokter sambil mengeluarkan sebuah amplop dari saku jasnya,
"Jangan terlalu mekasakan diri dan beristirahatlah" sambung dokter sambil tersenyum dan meninggalkan ruangan.
Eomma langsung mengambil amplop itu dari tangaku dan merangkulku,
"jangan dibaca dulu, kau harus beristirahat beberapa hari" kata Eomma dan menuntunku keluar dari kamar rumah sakit.
Sampai dirumah aku langsung merebahkan diriku diatas kasur sambil melihat langit – langit kamarku sendiri, 'bosan'. Aku mengambil ponselku yang terdapat di meja samping kasurku dan menyalakannya, melihat waktu yang tertera dilayar ponselku membuatku berfikir 'mungkin Ren sedang ditengah pelajaran.' Aku kemudian mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya pada Ren, meskipun aku tahu ia tidak akan membalas pesanku. Getaran ponsel yang sangat keras membuatku terkejut dan cepat – cepat melihat ponselku, aku tercengang tidak percaya melihat balasan dari Ren 'baiklah.. aku akan pulang cepat.' Hal ini membuatku tertawa, ternyata Ren yang pandai dan manis telah sedikit berubah (dia bahkan tidak berani membuka ponselnya saat jam pelajaran dulu).
"Ternyata perubahan benar – benar terjadi."
000
Akhirnya aku bisa kembali beraktivitas seperti biasa, saat terbangun dari tidurku aku teringat akan surat untukku yang di titipkan pada dokter kemarin. Aku memutuskan untuk pergi ke ruang kerja Appa dan meminta surat itu dari Eomma,
"cepat buka suratnya.. Eomma ingin tahu apa isinya" kata Eomma mendesakku dengan wajah yang sangat penasaaran.
Tanpa basa – basi aku membuka surat itu dan mulai mencermati setiap katanya dengan konsentrasi penuh, mataku melebar seketika dan semakin cermat membaca surat itu. Aku hanya bisa menghembuskan nafas berat dan berdeham setelah selesai membaca surat itu, melihat reaksiku raut wajah curiga muncul diwajah Appa
"ada apa?" tanya appa sejenak "apa ada yang tidak beres?"
"aku dipanggil menghadap wakil departemen, untuk tugas besar. Mmm, kodenya merah" jelasku,
"itu berarti sangat darurat" kata appa sambil melipat tangannya diatas meja kerja, dan berfikir sejenak.
"Appa akan ikut denganmu" lanjut appa sambil berdiri tegas dan berjalan melewatiku.
Kami pun langsung tiba di benteng dalam satu kedipan mata. Aku langsung mempercepat langkahku ke ruang pimpinan, dan menunjukkan surat yang kudapatkan kepada penjaga kantor. Setelah menkonfirmasi surat dariku, penjaga itu mengawalku masuk kedalam ruang pimpinan yang mengeluarkan surat itu. Aku melambaikan tanggan pada appa dan membuka mulutku tanpa suara mengatakan 'sampai nanti', appa tampak mengerti perkataanku itu dan melambaikan tangan padaku. Setelah aku sampai keruangan yang dituju, penjaga itu membungkukkan badan sembilan puluh derajat dan berjalan mundur meninggalkanku diruangan itu, seketika itu juga suasana menjadi sangat tegang dan timbul aura negatif disekitarku (mungkin aku terlalu berlebihan, tapi itu yang aku rasakan saat ini).
"Pe.. pe.. permisi.. saya kesini untuk memenuhi panggilan Tuan" kataku gagap dan tak teratur, namun tidak ada jawaban yang kudapat, "hallooo.. permisi" kataku dengan suara yang sedikit lebih keras.
Aku berusaha melihat apakah ada orang yang duduk di kursi yang membelakangiku itu, tapi usahaku sia – sia, kursi itu terlalu besar menutupi dan menggangu pandanganku.
"Jadi kau satu – satunya yang selamat?" kata sebuah suara yang muncul tiba – tiba dari belakangku,
aku terkejut dan reflek langsung menoleh kebelakang mencari sumber suara barusan. Muncul sosok wanita dengan rambut panjang bergelombang yang disampirkan ke bahu kiri, ia menggunakan terusan ketat berwarna hitam tanpa lengan yang ditutupi oleh kardigan sedikit transparan berwarna hitam juga. Wanita itu berjalan kearahku dan mulai terdengar ketukan sepatu hak tinggi setiap ia melangkahkan kakinya, tubuhnya sangat ideal dan aroma tubuhnya sangat wangi 'malaikat' pikirku saat aku melihatnya melewati diriku.
"Duduklah, ada banyak hal yang harus aku bicarakan denganmu" kata wanita itu santai,
aku tersadar dari lamunan singkatku, cepat – cepat duduk berhadapan dengannya. Wanita di hadapanku ini tiba – tiba mengulurkan tangannya dan berkata "akan lebih baik kalau kita tahu nama satu sama lain, Hyun Yoon Mi, khusus kau panggil aku eonni karena kita harus menjalin hubungan yang dekat untuk menjadi tim yang solid" tuturnya membingungkan. Dekat? Tim? Kata – kata itu terdengar aneh ditelingaku 'aku akan satu tim dengan pimpinanku?' aku melupakan hal itu sesegera mungkin dan menjabat tangannya "Han Sa Rang, mohon bimbingannya" kataku dengan nada sopan. Aku menjadi salah tingkah dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini, sesekali aku membenarkan bajuku padahal aku tahu tidak ada yang salah pada bajuku. Melihat tingkahku Yoon Mi tertawa pelan, aku sontak melihat ke arahnya dengan ekspresi bingung, "kau sangat lucu" celetuknya sambil melihatku dengan ekspresi yang tidak bisa kutebak.
"Apa yang ingin Nona sampaikan pada saya? Apa sa.." wanita itu membuka mulutnya cepat menyela perkataanku
"sudah ku bilang kan eonni,"
aku memutar mata sambil menutup mulutku dan langsung meralat perkataanku "maaf, biar saya ulangi, apa yang ingin eonni sampaikan pada saya?" aku terdiam sesaat sambil menunggu jawabannya dengan panik.
Yoon Mi duduk di mejanya dan menatapku dengan serius dan menjawab "aku ingin kau bergabung dalam tim rahasia departemen dua," mataku melebar dan dengan segera aku mengangkat wajahku menatap sosok di depanku lekat – lekat meminta penjelasan. Yoon Mi mengeluarkan sesuatu dari laci meja dan meletakkannya didepanku, "ini adalah kronologi kejadiannya" tambahnya, "pelajarilah dengan baik." Aku mengulurkan tanganku pada kumpulan berkas di depanku dan mulai membukanya dengan hati – hati,
"awal ini terjadi karena seorang jeoseung saja yang melanggar peraturan, ia jatuh cinta pada seorang laki – laki diluar sana. Ia bahkan menikahinya, dan memiliki seorang anak laki – laki" cerita eonni dengan jelas saat aku membuka halaman kedua berkas itu, "jadi ini.." kataku terhenti sambil menunjuk foto seorang laki – laki yang ada didokumen itu.
"Iya, dialah prianya Han Jae Hoon" jelas Yoon Mi membenarkan,
"awalnya dia tidak mengetahui identitas istrinya yang sebenarnya, sampai suatu hari dia curiga saat kematian ibunya istrinya menghilang tanpa jejak."
Yoon Mi menghela nafas sejenak dan menundukkan kepalanya "istrinya sendirilah yang menjemput ibunya saat itu" aku tercengang mendengar cerita itu dan mengangguk canggung. Suasana terasa semakin aneh saat eonni melanjutkan ceritanya kembali "Ia sangat marah setelah melihat istrinya yang kembali setelah hilang tanpa kabar di hari penting itu, istrinya pun tidak bisa menjelaskan apa yang ia lakukan karena posisinya sebagai jeoseung saja. Sejak hari itu tidak ada kedamaian diantara mereka, sampai Han Jae Hoon mengetahui bahwa ia akan menjadi seorang ayah."
Aku pun melihat terdapat foto USG dalam dokumen itu dan mengusapnya lembut dengan jariku, "apa yang terjadi pada bayi ini?" tanyaku penasaran, "ia lahir" jawab Yoon Mi singkat. Wajahnya berubah menjadi semakin serius
"Ia lahir ke dunia ini dan terlihat seperti anak manusia biasa, dan ketika usianya tujuh tahun ia menyadari bahwa ia berbeda."
Yoon Mi melipat tangannya di atas meja kerja dan melanjutkan "Hal itu akhirnya sampai ke pimpinan departemen saat itu dan membuat departemen geram, pimpinan pun akhirnya memutuskan bahwa ia harus mengambil nyawa anaknya sendiri. Hal itu membuat identitasnya diketahui oleh suaminya, sehingga ia membawa anaknya pergi meninggalkan rumah."
Aku membalik berkas yang ada di pangkuanku dan menemukan foto aneh di dalamnya, meskipun ragu aku memutuskan untuk bertanya "ada apa dengan foto kebakaran ini?"
Yoon Mi meliriknya sejenak dan membuka mulutnya "departemen tidak ingin pria yang bernama Han Jae Hoon ini merusak kehidupan benteng, dan akhirnya membuat mereka setuju mengambil langkah besar." Aku terdiam menunggu kelanjutan cerita ini yang terdengar semakin mencekam dan menyedihkan.
"Tiga minggu setelah wanita itu membawa anaknya kabur dan tidak diketahui keberadaanya, Pimpinan mendatangi rumah mereka ditengah malam dan membakar habis rumah itu."
Aku terkejut dan mengatupkan tanganku di depan mulutku, aku tidak tahu reaksi apa yang harus aku lakukan, atau jawaban apa yang aku berikan, 'kejam' hanya kata – kata itu yang terlintas dipikranku. Aku mulai panik dan tidak tahu apa yang akan terjadi, aku hanya berdoa untuk keselamatan diriku saja setelah mendengar cerita ini. Aku kembali menatap berkas yang ada dipangkuanku dan mataku tertuju pada satu gambar 'mayat seseorang yang tertutup kain putih diatas tandu,' aku menghembuskan nafas berat, memejamkan mataku, dan menelan air liurku untuk menenangkan diri.
Yoon Mi berjalan ke arahku dan membalik beberapa halaman berkas yang ada di pangkuanku. Tampak foto seorang yang tergeletak kaku dan berhasil memunculkan kerutan baru dikeningku, aku menarik berkas itu semakin dekat kewajahku untuk mengamati foto itu lebih dalam lagi. Hasilnya aku tetap tidak mengerti apa yang terjadi di foto itu.
"Ia adalah jeoseung saja pertama yang terbunuh saat menjemput nyawa anak itu, berkat jasanya akhirnya departemen dua menemukan titik terang. Saat itu adalah hari pertama kami mengetahui nama anak itu" jelas Yoon Mi mengetahui maksud ekspresiku. Aku tersadar dan mulai merangkai kejadian yang aku alami dengan cerita barusan dan membuka mulutku "dan nama anak itu Ha.." bisikku yang terputus
"Han Se Sang" sela Yoon Mi yang mendengar bisikanku. Pikiranku semakin kosong detik itu juga.
Mataku kembali tertuju pada foto yang barusan kulihat dan melihat kebawahnya, ke halaman setelahnya, dan setelahnya lagi, semuanya berisikan foto jeoseung saja yang ditemukan tewas dilokasi penjemputan. Aku berhenti pada halaman terakhir dan melihat satu foto dengan seksama 'familiar,' aku memperhatikannya dan tersadar wajah siapa yang ada disana. Aku sontak mengangkat wajahku dan melihat Yoon Mi yang sedang tertawa kecil melihat tingkahku, "kau bahkan tidak mengenali wajahmu sendiri disana" aku mengabaikan kata – kata itu dan kembali melihat wajahku dalam berkas itu dan mengomel dalam hati 'memalukan.'
Aku menutup berkas itu dan menatap Yoon Mi lurus – lurus, "jadi kenapa eonni menceritakan hal sebesar ini padaku, bukankan ini seharusnya menjadi rahasia pimpinan?" tanyaku hati – hati. Kami saling menatap sesaat dan senyum tersungging di bibir Yoon Mi,
"karena hanya kau satu – satunya yang selamat, dan itu baru pertama kalinya terjadi."
Aku tercengang mendengar jawaban itu dan merenungkan kejadian yang menimpaku saat itu, memang benar kenyataan aku selamat merupakan kejaiban. Aku terdiam sejenak merenungkan semuanya dan membuatku semakin yakin meskipun resiko yang kutanggung sangat besar.
"Aku akan bergabung"
Senyum lebar terlihat di wajah Yoon Mi dan dia menghampiriku, mengulurkan kedua tangannya memegang bahuku "keputusan yang bagus."
***