Chereads / Naik Level di Dunia Nyata : Petualangan Barbar / Chapter 7 - Adik perempuan Farid

Chapter 7 - Adik perempuan Farid

Setelah satu malam berlalu, Deon tidak langsung pergi dari warnet, melainkan menunggu hingga sekitar jam 10 malam, baru setelah itu dia menutupi tasnya dan berjalan kembali ke asrama.

Mengapa dia perlu menunggu beberapa jam? Alasan utamanya adalah dia takut bertemu temannya! Jika mereka menyebut namanya di depan umum, itu akan menjadi petaka baginya, sekarang banyak siswa yang mencari foto siswa laki-laki yang terserang sengatan panas itu.

Mahasiswa baru sudah masuk kuliah dan ritme hidup mereka sangat teratur. Mereka harus bangun pagi dan pergi ke kantin untuk sarapan. Jika Deon keluar saat ini, dia akan mudah untuk dikenali. Pada dasarnya itu seperti saat burung yang sudah tua keluar maka resikonya akan relatif lebih kecil.

Deon berjalan ke Gedung 6 dengan gemetar, dia masih melihat sekeliling, setelah memastikan bahwa tidak ada yang mengenalinya, dia berlari kembali ke kamar 606.

Tanpa diduga, tidak ada seorang pun di dalam kamar, dan bahkan Prabu yang paling sering berada di kamarpun tidak terlihat.

Ada yang tidak beres, Deon menutup pintu dan dengan hati-hati memasukkan tas ke bagian bawah lemari, menyembunyikannya dengan ditutup banyak pakaian. Nah menurut Deon tas ini masih berguna, jadi dia harus dilindungi dan tidak boleh sampai hilang.

Begitu Deon meletakkan tasnya, dia mendengar suara kunci berputar, dan kemudian Prabu muncul di depan Deon dengan memegang bola basket yang hampir sama dengan kepalanya.

"Sialan, Deon, kamu terkenal! Tadi waktu aku makan di kantin di pagi hari, aku mendengar banyak orang membicarakanmu. Aku mendengar bahwa kamu sudah menjadi selebriti super di forum kampus, dan popularitasmu bahkan melebihi bunga sekolah. Oh ya aku dengar-dengar, seseorang membuat sebuah taruhan padamu. " Prabu tampak terkejut.

"Aku akan menghapusnya, tunjukkan padaku postingannya yang mana." Deon menendang pantat Prabu: "Siapa pun tidak boleh ada yang membicarakan ini, atau aku akan marah!"

Prabu menggosok pantatnya, dan tiba-tiba teringat sesuatu, "Oh iya, Deon, Bu Nita semalam datang kesini. Dia sedikit merasa kesal ketika dia melihat kamu tidak ada di dalam kamar. Dengan kondisimu itu, semua dosen tahu bahwa kondisi fisikmu belum sepenuhnya pulih, tetapi kamu masih saja sering menghilang dari kamar. "

"Apa sih? Dosen macam apa ini? Sangat tidak profesional! Kenapa dia harus datang ke asrama dan melakukan sidak mendadak bahkan sebelum kelas resmi dimulai?" Deon menghela napas:" Pada dasarnya aku sedang diisolasi oleh para dosen. "

"Sayang sekali." Prabu berkata dengan mata berbinar: "Padahal badannya Bu Nita setidaknya tingginya 170cm. Bodynya bagus, dadanya cembung dan bemper belakang terlihat sempurna, belum lagi kakinya yang panjang, dan dia mengenakan celana sutra hitam. ... "

"Saya akan mandi dulu, kenapa kamu tidak meneleponku?" Deon berkata dengan sedih: "Kelakuanmu membuatku kehilangan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang ada di pikiranku kepada dosen tercinta. Kita baru saja masuk di kampus ini. Dan aku belum tahu situasinya seperti apa, jadi aku ingin mempelajarinya lebih lanjut langsung dari dosennya! Bobu, Bobu, apa yang kamu lakukan sangat mengecewakan! "

Prabu tidak bisa berkata-kata, dan perubahan pada Deon terasa terlalu cepat. Dia melempar bola basket ke samping dan menggelengkan kepalanya: "Lupakan, aku tidak akan memberitahumu, aku akan mandi."

"Ngomong-ngomong, di mana kedua orang itu?" Deon merasa kedua pemuda itu tampak seperti hantu yang jarang terlihat.

"Jangan tanyakan itu lagi, Gavin sudah membawa bukunya pagi-pagi sekali dan dia bilang dia akan pergi belajar." Prabu melepas bajunya, menelanjangi lengannya yang berdaging, dan mengambil baskom berisi air di toilet lalu membasuh dirinya sendiri, memutar kepalanya. Kemudian dia berkata: "Farid pergi bermain basket, tapi karna aku tidak lebih jago, aku tidak pergi bersamanya. Aku melihatnya menyikut Ivan anak kelas sebelah dan kedua gigi depannya sampai berdarah. Aku dengar bahwa Ivan telah berani menganiaya saudara perempuannya Farid. Tetapi berbicara tentang itu, saudara perempuan Farid benar-benar cantik, dan senyumnya sangat manis. Mengapa dia tidak mengenalkannya padaku? "

Sial, bodoh memang si Ivan, dia sudah melecehkan saudara perempuannya Farid, dan mempermalukan dirinya sendiri. Memikirkan tubuh kekar Farid dan mata dinginnya yang seperti bongkahan es, Deon tidak bisa menahan rasa kasihannya pada Ivan. Setelah tinggal selama lebih dari sepuluh hari bersama Farid. Meskipun dia tidak banyak bicara, Deon sudah sedikit memahami Farid. Farid adalah pria yang turun dari pegunungan. Dia memiliki penolakan yang keras terhadap hal-hal yang tidak biasa di dunia luar. Dia juga memiliki harga diri yang kuat dan tidak suka memperhatikan orang lain. Namun, dalam hatinya, dia sangat baik, dan dia melakukan banyak hal baik kepada orang lain. Selama dia bisa menentukan siapa teman dan siapa musuh, maka tidak ada alasan untuk tidak membelanya.

"Tetapi aku mendengar bahwa Ivan sedang mencari orang lain untuk membereskan Farid." Sebagai salah satu orang yang uptodate, Prabu adalah bagian dari orang-orang yang berpengetahuan luas di seluruh kampus dan dia akan mendapatkan berita terbaru dengan sangat cepat.

Saat dia berbicara, pintu asrama terbuka dengan suara yang keras, Gavin masuk dengan sebuah buku di tangannya, mengabaikan percakapan antara mereka berdua, dan duduk di kursinya.

Anak ini, dari hari pertama tinggal di asrama hingga sekarang, entah itu akan ada angin, hujan, petir atau hujan es, dia akan selalu membawa buku ke perpustakaan untuk dipelajari sendiri setiap hari. Deon curiga bahwa dia adalah agen rahasia yang dikirim oleh kampus tetangga untuk meningkatkan gaya belajar para pemalas di Universitas Garuda.

Melihat kembalinya Gavin, Prabu juga mengerti bahwa tidak baik untuk membahas topik mengenai Farid lagi. Dia segera mengubah topik pembicaraan: "Ya, Deon, akan ada kelas pada malam hari nanti. Kabarnya aku akan memilih anggota pengurus kelas. Aku akan beri suara untukmu. "

"Aku tidak akan pergi." Deon menjawab dengan lugas. Aku harus pergi untuk mendapatkan senjata di malam hari nanti, dan aku harus belajar seperti Gavin, entah nanti akan hujan atau cerah.

"Bukankah kamu tadi mengatakan bahwa kamu perlu berkonsultasi dengan Bu Nita lebih banyak?" Prabu berhenti: "Oh iya, aku dengar kalau fakultas perguruan di kampus kita tahun ini akan ada di kelas di gedung kita, tetapi sejauh ini aku masih belum melihat apa berita itu benar atau tidak."

"Itu benar." Gavin, yang diam sedari tadi, melepas kacamata berbingkai hitam dengan model lama, dan berkata: "Perpustakaan itu berada di sebelah Gedung 3. Aku telah berada di tempat itu selama beberapa hari, dan ternyata usahaku tidak sia-sia."

Sudah kuduga, orang ini ... dia pasti akan tahu jika ada sesuatu.

"Oh iya semuanya, aku harus potong rambut dulu. Aku akan ada kelas di malam hari nanti. Aku harus bisa menampilkan kesan yang baik pada semua orang." Gavin mengambil jaketnya, dia merasa tidak terlalu meyakinkan. Gavin berpamitan pada Deon dan Prabu lalu keluar kamar sambil bersenandung dengan lirih.

Tidak lama setelah Gavin meninggalkan kamar, terdengar suara pelan dari pintu ditarik keluar, dan suara seseorang yang jelas terdengar: "Apakah Farid tinggal di sini?"

"Masuk saja, pintunya terbuka."

Seorang gadis yang sedikit pemalu segera masuk. Dia menundukkan kepalanya sedikit, dan terlihat sedikit kaku. Prabu yang sedang menyisir rambutnya tertegun. Sisir di tangannya jatuh ke tanah dengan bunyi "glodak".

Ini adalah gadis yang lugu dan polos, meskipun wajahnya tidak terlalu cantik, tapi dia terlihat sangat sederhana, dia memiliki senyum yang manis, alis tebal, bola mata hitam besar, dan rambut yang dikuncir dua. Gadis itu mengenakan kemeja putih polos dan bersih, sepasang celana panjang kanvas berwarna biru pucat, dan sepasang sepatu kain di kakinya.

Dia tidak melihat Farid di asrama, dan terlihat sedikit bingung. Dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana, gadis itu terus menggosok kepangan pada rambutnya, dan bertanya dengan suara rendah, "Apakah Farid disini?"

"Sepertinya dia sedang bermain basket, pergilah ke lapangan untuk mencarinya." Deon melihat ke arah Prabu yang menjadi saksi mata, dan Prabu terus diam tidak mengatakan apa-apa, jadi Deon merasa harus memulai percakapan.

"Aku baru saja kembali dari lapangan basket. Kakakku bertengkar dengan teman sekelasku. Dan aku mendengar dari seseorang yang mengatakan bahwa mereka ingin membalas dendam pada kakak, jadi aku datang kesini untuk melihat dan menyuruh kakakku untuk bersembunyi."

Ternyata ini adalah adik perempuannya Farid. Yap, sepertinya teori genetika itu menipu. Lihatlah gadis di depan ini. Dia lebih mirip dibilang seperti peri. Lalu coba pikirkan tentang fisik barbar yang dimiliki oleh Farid. Kenapa mereka berdua memiliki perbedaan yang sangat jauh?

Deon hendak menjawab, tapi kemudian terdengar "brakk", pintu dibuka oleh kekuatan penuh, seorang pria jangkung dengan rambut merah datang dengan empat pengikutnya yang tinggi, pendek, gemuk dan kurus.

"Di mana Farid? Keluar kau pengecut!" Begitu anak paling depan itu membuka mulutnya, dia menyadari ada lubang di mulutnya, itu karena mulutnya kehilangan dua gigi depan yang besar.

Apa ini adalah Ivan? Aku pikir pria itu kekar seperti namanya, tapi ternyata dia tidak sekekar dan sesangar itu. Dan juga penampilan kelompok orang yang mengikutinya benar-benar terlalu memalukan, kurasa mereka seperti bergaya pada era 70an, terlalu klasik!

"Kenapa kalian hanya bengong disini? Katakan pada si idiot Farid itu untuk keluar!" Ivan menjadi sedikit tidak sabar, tetapi dia tiba-tiba tertegun, seolah-olah dia telah menemukan dunia baru.

"Citra? Kamu juga di sini? Selama kamu mau menerimaku, semua urusan tentang kakakmu, aku akan melepaskannya, dan aku berjanji bahwa aku akan mengajak kakakmu untuk minum dan makan makanan pedas di cafe depan kampus. Ayolah." Ivan mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Citra.

Citra sedikit gemetar karena tegang, dan mengelak, dan matanya penuh ketakutan.

Ketika Prabu melihat ini, dia mencoba mengumpulkan keberaniannya, dia berdiri di depan Citra, dan berkata kepada Ivan yang sombong, "Kamu ... apa yang ingin kamu lakukan? Katakan padaku ... Jangan datang ke sini hanya untuk menccari masalah ... atau kalian semua ... … "

"Atau apa?" Ivan menatapnya yang berdiri di depannya, dan mengatakan bahwa dia merasa tidak nyaman. Dia dengan santai mengulurkan tangannya dan menyentil dahi Prabu dua kali, dan dia tertawa dengan menghina bersama beberapa orang di belakangnya.

Prabu menjawab dengan ragu-ragu: "Atau ... aku akan memanggil polisi ..."

"Percuma kamu melaporkannya, tidak akan ada yang akan mempedulikanmu jika kamu hanya patah leher." Orang-orang di belakang Ivan meniru kalimat klasik dalam film. Ivan tidak mau repot-repot mengurus orang seperti Prabu, jadi dia mendorongnya ke samping, meraih tangan Citra dan berkata.

"Kamu ... jangan datang ke sini lagi ... atau aku akan memperlakukanmu dengan kasar ..." Citra memucat karena ketakutan.