***
Karpet emas digelar seluas mungkin, bunga bertebaran dimana-mana. Semua rakyat Kerajaan Iblis nampak bersuka cita pada hari itu. Hari dimana bulan purnama bersinar dengan penuh dan terang.
Sorak sorai rakyat menghiasi malam itu, malam gemilang dimana sebentar lagi kerajaan mereka akan mencapai puncak kejayaannya. Beberapa jamuan gratis sengaja disediakan pihak kerajaan untuk menjamu kerabat dan rakyat tercinta yang ingin turut hadir dalam pesta nan megah itu.
Perlahan sorak sorai rakyat kembali membahana tatkala sesosok gadis cantik melangkahkan kakinya yang putih jenjang menapaki karpet emas. Semua tersenyum bahagia menyambut sang puteri dengan tatapan penuh takjub.
"Puteriku...." desis Raja Iblis dengan hati penuh rasa bangga.
Gadis itu tersenyum manis, diantara para tamu dan yang hadir di tempat itu hanya gadis itulah yang memiliki paras elok sesempurna wajah manusia.
Ya, hanya gadis itu.
Yun Xiaowen, gadis itu anak dari pasangan iblis namun berbeda dari wujud iblis yang biasanya. Ia berparas elok dan sempurna layaknya wajah anak manusia, ia memiliki tanduk, sayap dan kuku panjang namun semua itu bisa ia sembunyikan dan hanya bisa ia perlihatkan ketika dalam keadaan genting saja.
"Tak terasa kau sudah beranjak dewasa, puteriku." puji sang ratu sambil merentangkan tangannya pada sang puteri.
Nona Yun, panggilan akrab gadis itu hanya tersenyum dan balas merentangkan tangannya. Keduanya lantas berpelukan penuh sayang, semua rakyat hanya tersenyum melihat kehangatan sebuah keluarga di depan mata mereka.
"Ibu...." gumam Nona Yun lirih sambil melepaskan pelukan sang ibunda lalu kembali tersenyum.
"Selamat anakku, hari ini usiamu sudah genap ke-125. Kau beranjak dewasa dan untuk itulah kami akan mempercayakan kerajaan ini padamu." ucap sang raja dengan mata mulai berlinangan.
"Ayah... Apakah ini tidak terlalu berburu-buru? Aku masih kecil, aku masih ingin bersenang-senang." ucap Nona Yun lirih dengan nada manja.
"Kau sudah dewasa nak, kau bukan anak kecil lagi. Ayah dan Ibumu sudah cukup tua untuk memimpin kerajaan, sudah saatnya yang muda yang memimpin. Bukankah begitu, Yang Mulia Raja?" ucap Ratu sambil melirik ke arah Raja.
Raja hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan mantap. Ia lalu membelai rambut Nona Yun penuh sayang.
"Dulu aku sudah berjanji pada rakyatku pada hari kelahiranmu bahwa aku akan menobatkan dirimu sebagai penguasa kerajaan Iblis ketika usiamu genap 125. Dan saat inilah waktu yang tepat Yun Xiaowen. Terimalah mahkota ini sebagai tanda bahwa janji ayahmu sudah lunas dan kerajaan ini sah jadi kerajaanmu." ucap Raja penuh wibawa.
Semua bertepuk tangan atas ucapan sang raja yang begitu bijak. Perlahan sang raja meraih mahkota terbuat dari emas putih bertahtakan berlian merah sebagai lambang kerajaan iblis. Pria paruh baya itu tersenyum dan bersiap menaruh mahkota itu di kepala sang puteri namun....
Sreett..
Sebuah anak panah melayang ke arah mahkota itu dan membuatnya jatuh ke tanah. Semua yang hadir di pesta kerajaan yang megah itu segera menoleh, menatap siapa gerangan orang yang berani melakukan penghinaan di penobatan calon ratu mereka.
"Aarrrhh..." pekik sang raja ketika sebuah anak panah yang disulut api menancap sempurna di jantung sang raja.
"Ayah... Ayah...." panggil Nona Yun panik ketika melihat sang ayah jatuh tumbang ke tanah. Gadis itu meraih tubuh ayahnya dengan tangan bergetar.
"Aarghh...." kali ini ibunya yang gantian memekik ketika sebuah anak panah kembali menyerang. Leher sang ratu berhasil dilukai dengan sempurna.
"Ibu... Ayah... Kenapa? Ada apa ini?" tanya Nona Yun panik sambil meraih tangan Ibunya dan sesekali menoleh ke arah ayahnya yang terlihat menggapai-gapai tangannya.
"Y... Yun... Per... Pergilahh! Pergilah nak. Mu.. Musuh.. A.. Akan... Melu.. Lukai...muh. Per... Pergi... Pergill... Lah nak... Bawa mah.. Mah.. Kota itu ber... Samahmuh... " ucap sang ibu dengan susah payah sebelum ia benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya.
"I... Ibu... Jelaskan padaku!! Ada apa? Ayah...." tangis Nona Yun tak mengerti sambil mendekati Ayahnya yang sudah terpejam namun masih ada sisa denyut nadi di tangannya.
"Ayah... Jangan tinggalkan aku... Ibu... Jangan pergi...." tangis Nona Yun pecah.
"Per... Pergilah Nak, musuh... Ak.. Akan membunuhmu... Per... Pergilah dan bawa... Mah... Mahkota itu bersamamuh... Jangan sampai... Ke... Kerajaan kita... Ja.. Jatuh ke... Tangan... Orang lain...anakku, la.. Larilah... Se.. Sebelum... Ter... Lambat." ucap sang raja lirih sambil menitikkan airmatanya yang terakhir.
"Ayah...." tangis Nona Yun makin pecah. Ia bingung harus berbuat apa sambil menatapi kedua orang tuanya yang sudah tiada.
Kejadian ini begitu cepat, beberapa menit lalu mereka masih berpelukan bersama namun sekarang...
"BAWA GADIS ITU!!" perintah seseorang sambil memerintahkan pasukannya untuk menangkap Nona Yun.
Gadis itu buru-buru menoleh, ia melihat beberapa pasukan manusia menyerbu dirinya. Dengan sigap ia meraih mahkota yang menggelundung di tanah dan membawanya lari menjauhi istana.
Gadis itu terus berlari, telinganya masih mendengar sayup-sayup peperangan yang terjadi di istananya antara pasukan iblis dengan pasukan manusia yang sama sekali tidak ia kenal. Sedang di belakangnya masih saja ada orang yang berusaha menangkapnya layaknya tikus yang mencuri makanan.
Nona Yun terus berlari sambil memeluk mahkotanya, ini adalah mahkota kebanggaan kerajaannya. Jika ia kehilangannya maka ia akan merasa bersalah pada nenek moyang dan leluhurnya.
Gadis itu terus berlari hingga kakinya berdarah-darah karena tersandung sana-sini. Percuma saja ia melawan karena ilmunya masihlah dangkal, kekuatannya belum sempurna dan jika ia mempergunakannya maka akan berakibat fatal itulah kenapa Ayah dan Ibunya menyuruhnya berlari daripada menghadapinya.
Sekali lagi gadis itu terjungkal membuat mahkotanya menggelinding dan berlian yang jadi hiasannya hampir lepas. Ia panik tapi ia tak punya pilihan selain melepas berlian itu dan menggenggamnya erat sambil membawanya lari.
Kaki gadis itu mulai melemah, ia sudah tak kuat lagi untuk berlari. Matanya seakan berkunang hingga akhirnya ia harus kembali tersungkur di tanah seraya menggenggam berlian merahnya.
"BERHENTI DI SITU ANAK IBLIS!!" perintahnya di belakang Nona Yun.
Gadis itu menoleh, ia menatap marah pada pria yang kini ada di hadapannya. Perlahan dengan kaki gemetar, ia berusaha berdiri dan menantang si pria yang terlihat sebaya dengannya.
"Kenapa kau mengejarku? Kenapa kau menghancurkan istanaku? Kenapa kau bunuh ayah ibuku? Kenapa?" tanya Nona Yun marah, kini manik matanya yang kelam berubah menjadi merah menyala.
Pria itu tertawa terbahak, tanpa berdosa ia melangkah maju membuat Nona Yun harus waspada dan memundurkan kakinya.
"Rajaku ingin menguasai kerajaanmu, maka dari itu serahkan berlian itu dan kau akan bebas." ucapnya penuh percaya diri.
Kini gantian Nona Yun yang tertawa, meski lirih dan bergetar sebenarnya ia juga merasa ketakutan.
"Kau kira kau bisa mendapatkannya?" tantang Nona Yun kesal. Gadis itu tak punya pilihan lain selain menelan berlian itu ke dalam mulutnya.
"Hei... Kau! Keluarkan itu dari mulutmu!" peringatnya marah tatkala Nona Yun dengan sigap menelan berlian itu dalam mulutnya.
Sesak. Sakit.
Itu adalah kesan pertama yang Nona Yun rasakan ketika menelan batu berlian warna merah sebesar buah langsat. Gadis itu tersengal seakan bertarung dengan nyawanya sendiri.
"PRAJURIT KELUARKAN BERLIAN ITU DARI MULUT ANAK IBLIS ITU!" perintahnya kejam sambil menunjuk ke arah Nona Yun yang memegangi lehernya.
Sontak beberapa prajurit menghampiri Nona Yun dan berusaha memegangnya namun mereka terpental karena tak kuat dengan suhu tubuh sang nona yang memanas maksimal.
Gadis itu bertaruh nyawa menelan berlian itu, saking sakitnya ia jatuh terguling dan akhirnya jatuh pingsan.
"Anakku... Kau memang bijak! Ayah dan Ibu bangga dengan pengorbananmu."
****
Seorang panglima terlihat tergopoh-gopoh memasuki singgasana sang raja manusia yang begitu agung dan mewah. Dengan penuh hormat ia bersimpuh dan menyembah pria yang berdiri membelakanginya dengan tangan berada tepat di belakang punggungnya.
"Hidup Yang Mulia Kaisar Qiang yang maha agung... Kami sudah melaksanakan perintah anda untuk memporakporandakan kerajaan Iblis dan membawa serta anak iblis itu kemari." ucap Panglima Xue tegas.
Pria berambut kelam nan panjang itu menoleh dengan enggan tanpa berusaha mengubah posisi berdirinya.
"Bawa dia kemari." perintahnya dengan pelan namun tegas.
"Baik Yang Mulia." ucap Panglima Xue sambil membungkuk lantas undur diri dari hadapan Kaisar Qiang.
Tak lama kemudian suara ribut menghiasi langkah perjalanan menuju singgasana Kaisar. Seperti biasa Kaisar Qiang tak merasa terganggu dengan keributan itu, baginya itu adalah suara langkah kaki penuh dengan kemerduan.
Bruukk.
Nona Yun terhempas penuh hina di hadapan Kaisar Qiang dengan tubuh sudah diikat dengan seutas tali yang bukan sembarang tali. Mulutnya pun ditutup dengan kain layaknya seorang tawanan.
"Yang Mulia, saya sudah membawanya ke hadapan anda." ucap Panglima Xue membungkuk.
Kaisar Qiang menoleh dan berbalik perlahan. Mata keduanya bertatapan cukup lama dan saling berargumentasi dalam benak masing-masing. Tak ada suara hingga pria itu mendekati Nona Yun yang bersimpuh tak berdaya dan penuh goresan luka di tubuhnya.
Kaisar Qiang berjongkok di hadapan Nona Yun, mata jelinya terus menatap mata Nona Yun seolah ingin menembusnya sampai ke belakang kepala. Wajah mereka berhadapan cukup dekat hingga akhirnya tangan Kaisar Qiang terulur dan melepas kain yang menutupi mulut Nona Yun.
"Selamat datang di Kerajaan Qiang, apa kabar calon ratuku?" sapanya dingin namun terdengar mengerikan.
Nona Yun terkesiap, mendadak api dalam dirinya membuncah membakar tali yang mengikat tubuhnya. Ia merasa marah tatkala mendengar pria itu menyapanya demikian.
Secepat mungkin tangan Nona Yun melayang dan menyambar pipi halus Kaisar Qiang, pria itu menerima tamparannya dengan tenang dan tak membalas sedikitpun.
"Hei kau! Kurang ajar, beraninya kau melukai Kaisar kami!!" maki Panglima Xue marah lalu menangkap tangan Nona Yun dan berusaha meringkusnya.
"Tak apa, biarkan saja." perintah Kaisar Qiang lirih sambil mengangkat tangannya.
Seketika Panglima Xue menghentikan usahanya meringkus Nona Yun, pria itu membungkuk hormat pada kaisarnya.
"Kenapa kau memporakporandakan kerajaanku? Kenapa kau membunuh ayah ibuku? Apa salah kami?" tanya Nona Yun tegas.
"Kau ingin tahu kenapa? Karena aku memilihmu sebagai calon ratuku." jawab Kaisar Qiang dengan santai.
Nona Yun mencuramkan alisnya, dengan kasar gadis itu meludahi wajah Kaisar Qiang membuat panglima Xue kembali marah. Sekali lagi Kaisar Qiang menahan amarahnya dan mengangkat tangannya agar Panglimanya itu bisa menahan dirinya.
"Kenapa? Biarkan saja panglimamu melenyapkan aku. Aku tidak butuh hidup sama sekali karena kau su..."
"Ssstt...." isyarat Kaisar Qiang sambil menempelkan ujung jarinya di bibir mungil Nona Yun.
Mereka bertatapan cukup lama hingga akhirnya Kaisar Qiang hendak menyentuh pipi Nona Yun namun berhasil ditangkis olehnya.
"Jangan berusaha menyentuhku, bedebah!" maki Nona Yun kesal.
"Kenapa? Sebentar lagi kau akan jadi milikku, kenapa aku tidak boleh menyentuhmu?" tanya Qiang dingin.
"Karena orang sepertimu yang berderajat lebih tinggi daripada kami justru memiliki hati lebih busuk melebihi kami. Kenapa kau melakukan semua ini? Jika kau berharap memiliki berlian kebanggaan kami maka jangan berharap. Kau sama sekali takkan mendapatkannya." tegas Nona Yun.
Kaisar Qiang terdiam cukup lama hingga akhirnya pria itu berdiri dan berbalik badan menuju kursi singgasananya.
"Panglima Xue..."
"Ya Yang Mulia..." jawab Panglima Xue sigap sambil menyembah.
"Tangkap gadis itu dan masukkan dia ke dalam kamarku." perintah Kaisar Qiang tanpa menatap Nona Yun yang terkesiap kaget.
"Apa? Apa maksudmu? Hei bedebah, apa maksudmu?" teriak Nona Yun tak terima ketika direndahkan.
"Baik Yang Mulia." ucap Panglima Xue tunduk lalu mengikat tubuh Nona Yun masih berusaha berontak. Panglima hanya menurut meskipun benaknya merasa aneh karena interuksi rajanya.
"Hei bedebah!!! Jawab aku!" teriak Nona Yun sambil terus diseret menuju ke tempat peristirahatan sang Kaisar.
Kaisar Qiang terdiam, ia kembali terpaku dan tak berekspresi apa-apa hingga akhirnya salah satu selirnya datang dan memberinya penghormatan.
"Apa yang kau inginkan dari dunia ini, Yang Mulia? Kenapa... Kenapa dari sekian banyak wanita kau harus memilih wanita dari golongan Iblis untuk menjadi ratumu? Apa kau masih sehat? Kau tidak gila kan?" ucapnya.
Hanya satu selir yang cukup kontroversial dalam menentang tuannya untuk mengambil seorang wanita dari golongan iblis. Apalagi kali ini kaisarnya akan mengangkat wanita itu menjadi kandidat ratu. Lalu kenapa Qiang Wen sebagai kaisar hanya diam saja tatkala salah satu selirnya bahkan dengan lancang menyebutnya " hampir menyamai" gila?
Qiang tak ambil peduli, bibirnya terlalu angkuh untuk angkat bicara dan menanggapi protes dari salah satu selir rendahnya. Namun.....
"Ketika seorang ratu hadir, beribu selir tidak akan pernah berarti lagi. Kau mengerti maksudku, Nona Sun?" mata tajam melirik selirnya dengan tatapan remeh sekaligus mampu membungkam seluruh argumen menyebalkan dari sang selir.
"Kau protes? Pergi saja dari istanaku. Tak ada pentingnya kau dalam hidupku, kau hanya salah satu boneka koleksiku, jika ku mau ku jentikkan jariku maka kau akan segera tersingkir dari pandanganku. Satu hal yang harus kau tahu, kenapa seorang Qiang terlahir ke dunia? Ya, untuk menguasai dunia."
"Kenapa harus wanita Iblis? Kau tak mencintainya." ungkapnya kesal.
"Kenapa tidak dirimu, Nona Sun? Kau kira aku juga mencintaimu? Kau ingin protes?? Baiklah akan ku jelaskan dan setelah itu bersiaplah pergi dari istanaku."
"Yang Mulia!!!"
"Menurutmu apa itu cinta? Cinta hanya membuatmu lemah dan tak berdaya. Cinta hanyalah milik manusia dan aku bukanlah manusia. Yang benar adalah cinta itu harusnya membuatmu kuat. Terserah aku akan menikahi siapa saja, yang penting bagiku hal itu menguntungkan diriku. Dengan wanita iblis itu, akan ku guncang dunia dan ku kuasai 7 dunia sekaligus. Nona Sun, bisakah kau memberikan hal itu padaku? Jika bisa, akan ku angkat kau sebagai ratuku segera. Bisakah?"
***
Intinya adalah kekuasaan dan kekuatan... Manusia yang menganggap dirinya bukan manusia, menginginkan sesuatu yang melampaui batasannya.
Liiu Qiang Wen, kau takkan menemui sosok ini dimanapun, menganggap takdir di tangannya, mempermainkan nasib di ujung jarinya...
*************