08 Februari 1897. Tanggal yang mana Gadis itu lahir bersama denganku. Kalian tidak mengira aku kekasihnya 'kan? Mengingat caraku menggambarkan dirinya. Layaknya kekasih
Tidak! Tidak! Aku bukan seorang Lesbian, bukan juga Sister complex, apalagi terlibat incest. Namaku Elise kakak 4 menit nya, Kami kembar
Orang tua kami adalah orang terpandang, ayah masih kerabat Raja inggris kala itu. Gelarnya Duke sedangkan ibu hanya seorang gadis biasa dari Batavia
Berkat itu, kami di asingkan ke perbatasan tapi persetan lah! toh kami di beri wilayah sendiri, bangga rasanya. Terhitung sebagai keluarga yang bahagia dan berkecukupan.
Namun tak berselang lama Ibu meninggal. Pada tahun 1990, Ibuku yang malang meninggal di usianya yang ke-19. Kesedihan bukan main kami rasakan, Rumah yang penuh tawa entah kemana raibnya. Ayah mulai sering minum minum, Pekerjaan terbengkalai, para pelayan bersikap seenaknya, dan kami berdua tidak terurus.
Beruntunglah ada satu kepala pelayan yang peduli Peruka namanya, ia mengurus kami dengan baik-sangat baik malah. Ngomong ngomong, setelah kepergian Ibu, kami tak pernah bertemu ayah. Dia menyendiri di Mansion utama dan 2 tahun telah berlalu
Estelle dan aku tumbuh besar, Usia kami akan menginjak 5 tahun hari ini. Karenanya kue penuh hiasan pun dihidangkan,
"Aku berharap bisa bertemu Ayah tahun ini"
Alis bertaut setengah ngeri melirik Estelle yang tengah khusuk memohon, permintaan yang mengerikan jika komentar diperbolehkan
Mengapa ingin bertemu dengan orang yang sudah menelantarkannya? Di mana akal sehatnya?
Oke. Usiaku memang baru 5 tahun, tapi bukan berarti aku bodoh! Aku sadar bahkan mengerti segalanya! Pria itu tak pantas disebut ayah!
Ini rahasia! Dari yang kudengar, alasan pria itu betah di mansion utama karena selingkuhannya! Itu kata seorang pelayan
Aku tak langsung percaya, jadi kuputuskan untuk pergi menyelidiki.
Gadis kecil berambut pirang berlari menghampiri nya, bersamaan dengan wanita pirang pula lalu Pria itu tersenyum! Sambil berteriak 'hati hati sayang'
Kuputuskan untuk memberitahu Estelle. Ia percaya tapi respon nya berbeda
"Ayah menyayangi kita lise, dia hanya butuh waktu" sungguh. Ingin ku tampar saudariku ini
Mau sampai kapan ia akan berkhayal. Itu sudah berlebihan!
Esoknya Estelle menghilang. Aku dan Peruka mencari nya kemana mana, tapi nihil. Kami tak dapat menemukan nya
2 hari kemudian, salah satu pelayan bilang kalau Estelle ada di Mansion utama dan tebak! Apa yang terjadi padanya?
Dia di masukan kedalam peti yang kemudian di lempar ke tengah danau, alasan nya? Ia memanggil pria itu 'Ayah'
Berkat kue ulang tahun, Estelle dapat bertahan dari kelaparan hanya saja air danau memenuhi peti. Jadi selama 2 hari itu ia bertahan dari dingin nya air danau.
"dasar pria kejam" ku lontarkan hinaan padanya. Dia berdecih
"Salah siapa?" katanya tanpa dosa. Di raihnya alat cambuk dari seorang pelayan
Estelle benar benar kuat, Ia langsung berlari kemudian memelukku. Menahan cambukkan si bajingan itu
Dia memelukku erat, menutup jalan bagi cambukkan itu untuk lewat. 3 cambukkan di layangkan. Gadis ini tidak gentar meski noda merah mulai muncul di gaun kuningnya
"Lepaskan aku" Pinta ku seraya menggerak kan bahu ke sana ke mari agar terlepas
Namun bukannya lepas, cambukkan nya justru menjalar ke tangan nya. Estelle tidak menjawab, ia terlalu sibuk mengigit bibirnya. Tak ingin merintih, merasakan kesakitan
13 cambuk totalnya. Tubuhnya bergetar dari bibir mungilnya darah mengalir. Aku ingin menangis saat itu juga, ia menahanku
"Jangan" suaranya terdengar parau. Kemudian tersenyum
"Aku baik baik saja" lanjutnya
Peruka di pecat. Dia di usir dari Mansion dan kami di kurung di kamar ibu. Kurasa si bajingan itu masih punya setetes rasa iba.
Luka ditubuh adikku tak di obati sekarang ia bahkan terserang demam. Aku mencoba membantu nya seraya bertanya
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa datang ke tempat ini?"
"aku merindukan ayah Lise" balas Estelle kemudian berusaha untuk bangkit dari tidurnya
"Ibu mendatangiku. Dia bilang ayah sedang terluka dan kita harus mengobati nya" Entah bodoh atau idiot yang dapat mendeskripsikan nya.
"Dan kaulah yang terluka! Lihat! Berapa banyak darah yang keluar!" Bentak ku.
"Ini bukan apa apa. Ayo kita temui ayah" Estelle turun dari ranjang dan berlari kecil menuju pintu dengan pakaian yang koyak di sana sini
"Dengan pakaian itu?" Gaun koyak itu ku tunjuk
Dia tersenyum malu. Kemudian menatapku seolah 'memangnya ada yang lain?'
Tentu saja tidak ada. Tapi bukan Elise namanya kalau tidak bisa melakukan segala hal.
"Aku akan mengambil gaun lain di Mansion kita, kau tetap disini! Jangan kemana mana" Larangku
Estelle mengangguk tanda setuju. Aku keluar secara mengendap endap layaknya pencuri.
Di kediaman kami ada 3 Mansion dan 1 Paviliun. Mansion utama adalah tempat kami berada saat ini, Mansion kedua lah tujuanku! dimana pakaian dan makanan bisa kami dapatkan
Begitu aku sampai disana, para pelayan menghampiriku
"Nona! Anda darimana saja! Tuan Peruka sudah pergi!"
"Nona! Apa yang terjadi?!"
"Nona! Kenapa anda sendiri? Nona Estelle dimana?"
Begitu banyak pertanyaan dilontarkan padaku. Aku sedikit terenyuh, rupanya yang peduli masih ada
"Estelle ada di mansion utama, aku kesini untuk mengambil pakaian dan beberapa makanan" Ungkapku, mereka terkejut
"bisakah kalian menyiapkan beberapa roti untukku" Wajah terkejut itu takku gubris
Setelah mengatakan nya. Kamar kami menjadi tujuan ke dua, mengambil beberapa gaun. Biru, hijau, dan kuning.
"Keranjang roti di kanan, Gaun di kiri" Gumamku dengan tangan yang penuh
Perjalanan ke mansion utama bak sebuah petualangan! Bayangkan saja, membawa gaun dan keranjang roti ukuran sedang dengan tubuhku!
Belum lagi. Aku tak boleh ketahuan.
'Tak apa! untuk Estelle!' Ku hipnotis diriku. Membayangkan sebuah kekuatan kini sedang menutupi keberadaan diri ini.
Hingga kudapati pintu kamar ibu. Saat kubuka, ada banyak orang didalam biar ku absen
Si bajingan, anak pirang lengkap dengan si wanita pirang, lalu 2 penjaga, 1 pelayan, dan Seseorang dengan pakaian rapi.
"Kurasa nona muda terserang demam. Tapi, tak usah di khawatirkan. Luka ditubuhnya lah yang lebih penting" Pria rapi itu bicara. Kurasa ia dokter
Barang bawaanku, kusembunyian. Taku takut, akan diambil. Rupanya tidak!
Setelah mengoles salep dan memasang perban, semua orang keluar ruangan. Ngomong ngomong mataku bertemu dengan anak pirang itu. Dia tersenyum, berniat menyapa
'apa apaan dia?' pikirku seraya mengacuhkan nya. Dasar tak tahu malu!