Chereads / THE GOLDEN PRINCESS / Chapter 2 - EPISODE 2

Chapter 2 - EPISODE 2

Anaya baru saja dikejutkan dengan informasi bahwa pangeran yang ditemuinya di pinggir sungai tadi, adalah calon suaminya yang akan menikah dengannya besok. Catat, BESOK. Di kehidupan sebelumnya, Anaya baru saja berusia 19 tahun. Tapi Anaya yang dikehidupan ini, entahlah. Dia harus banyak bertanya pada si ayah rotinya itu.

Dengan tergesa ia menuruni tangga rumahnya dan mencari keberadaan Brad. Sesampainya ia di ruang keluarga, ia dikejutkan dengan suara nenek sihir.

"Kuharap kau tidak lagi kabur, Anaya." Ucap Helena.

Anaya tidak mempedulikan Helena dan melenggang pergi, membuat Helena mendengus kesal.

"AYAH!" Teriak Anaya setelah melihat Brad sedang berada di depan rumah.

"Astaga Anaya, kau tidak boleh meninggikan suaramu!" Ucap Brad tegas.

Anaya hanya menunjukkan cengiran lebarnya lalu menggandeng tangan Brad untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

"Aku ingin bertanya banyak hal." Ucap Anaya serius setelah mereka berdua duduk di sofa besar ruang tamu.

"Tentu." Balas Brad.

"Berapa usiaku?" Tanya Anaya.

Dengan senyum, Brad menjawab pertanyaan Anaya.

"19 tahun, sayang."

"Lalu berapa usia pangeran itu ?"

"Sekitar 29 tahun. Apa kau keberatan?"

"Tentu saja, astaga dia 10 tahun lebih tua dariku. Apa kau benar-benar ayahku?"

Brad tersenyum penuh pengertian, ia merasa setelah terbangun Anaya menjadi lebih hidup. Di satu sisi ia bersyukur atas hal itu, namun di sisi lain ia juga bersedih karena besok akan melepas putri kesayangannya.

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Saat ini, Anaya sedang berjalan di atas altar dengan Brad disampingnya. Mata Anaya menatap sinis Richard yang berada di ujung altar bersama pendeta.

Sesampainya Anaya di ujung altar, Richard tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tatapannya yang tajam menusuk disertai dengan aura dingin yang dikeluarkan Richard.

Pendeta memulai ritual pernikahan disertai dengan ucapan janji-janji suci dari Richard dan Anaya.

Semua sudah terlaksana, kini hanyalah tinggal resepsi saja. Banyak tamu yang mengucapkan selamat atas pernikahan pangeran Richard serta putri Anaya. Dan sejak resepsi dimulai, Anaya hanya bisa tersenyum terpaksa hingga bibirnya terasa kebas. Sedangkan Richard terus memasang wajah dinginnya.

"Siapapun Anaya di kehidupan ini, sungguh sangat melelahkan hidupmu."

Raja Gerald datang menghampiri Richard dan Anaya yang sedang bercengkerama dengan bangsawan dari Findroz.

"Aku pikir kalian pasti lelah, kalian bisa beristirahat lebih dulu." Ucap raja Gerald mengintrupsi.

"Baiklah baginda." Ucap Richard sopan.

Sedangkan Anaya hanya membungkuk sopan lalu pergi mengikuti Richard.

Richard diikuti oleh Anaya berjalan menuju ke lantai dua istana dan masuk ke dalam kamar mereka.

"Apa kita akan tidur bersama?" Ucap Anaya setelah tiba di kamar mereka.

"Menurutmu?" Ucap Richard dengan menaikkan satu alisnya.

Anaya mendengus setelah mendengar ucapan Richard yang tidak memberikan jawaban atas pertanyaannya. Gadis itu mengambil bantal dan juga selimut agar ia bisa tidur di sofa saja.

Sayangnya, hanya ada satu selimut di kamar itu. Jika saja mereka bisa meminta selimut kepada pelayan tanpa dicurigai, mungkin itu akan baik-baik saja.

"Apa kau akan tidur di sofa?" Tanya Richard pada Anaya yang sudah merapikan sofa.

"Lalu? Apa kau ingin aku tidur di ranjang dan kau tidur di sofa?" Tanya Anaya dengan wajah tengilnya.

Pertanyaan sederhana Anaya ternyata membangkitkan amarah Richard. Pria itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Anaya dengan tatapan tajamnya.

"A-apa?" Ucap Anaya tergagap.

Entah kenapa Anaya baru kali ini merasa terintimidasi oleh Richard.

Richard menyadari Anaya yang merasa terintimidasi olehnya. Tepat setelah Richard sampai di depan Anaya, pria itu menarik rambut Anaya dengan kasar.

"Akh!! APA YANG KAU LAKUKAN BR*NGS*K!!" Ucap Anaya.

Mendengar umpatan dari Anaya untuknya semakin membuat Richard marah.

"Apa kau lupa siapa aku? Aku adalah pangeran, dan kau ? Belum sehari kau menjadi istriku tapi kau sudah berani mengumpat?! Apa kau ingin mati?" Ucap Richard.

"Mati ya mati, lagipula aku tidak takut untuk mati kedua kalinya." Ucap Anaya.

"Baik, karna itu yang kau minta." Ucap Richard ringan.

Pria itu kemudian melepas tarikannya pada rambut Anaya lalu berjalan ke arah samping ranjang untuk mengambil pedangnya.

Anaya sadar apa yang akan terjadi selanjutnya, ia mengutuk mulutnya dalam hati.

"Jika kau membunuhku sekarang, kau akan kehilangan sesuatu yang berharga."

Awalnya Richard tidak ingin mempercayai perkataan Anaya, namun dilihat dari ekspresi serius gadis itu membuat Richard sedikit melunak.

"Kau ? Menganggap dirimu berharga?" Tanya Ricard sarkas.

Bukannya tersinggung, Anaya justru menampilkan senyum manisnya.

"Bukan aku, tapi apa yang aku tahu." Jawab Anaya.

"Apa yang kau tahu ?" Tanya Richard.

"Apa yang ingin kau tahu?" Jawab Anaya dengan penuh percaya diri.

"Apa kau tahu senjata yang lebih mematikan daripada pedang ?"

"Tentu, pedang digunakan untuk jarak pendek. Lalu ada panah untuk jarak jauh. Aku tahu ada benda yang bisa menjangkau jarak jauh dan jarak dekat. Namanya pistol. Namun sayang, tidak ada bahan untuk membuat pistol di sini." Ucap Anaya.

Richard tertawa keras setelah mendengar ucapan Anaya.

"Apa kau baru saja membual? Bagaimana kau tahu ada benda seperti itu sedangkan bahan-bahan untuk membuatnya saja tidak ada, itu berarti benda tersebut tidak pernah ada." Ucap Richard mencemooh.

"Itu karena kau tidak pernah ke masa depan." Ucap Anaya tanpa sadar.

"Kau benar-benar gila. Sudahlah, aku ingin tidur." Ucap Richard melupakan niat awal untuk membunuh Anaya.

Anaya tersadar atas apa yang diucapkannya barusan. Dan bergegas tidur untuk melupakannya.

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Pagi yang cerah, secerah mentari yang mengganggu tidur seorang gadis.

"Euhhmm"

Gadis yang terusik dengan terangnya matahari tersebut mengerang dalam setengah kesadarannya. Setelah semua kepingan kesadarannya kembali utuh, satu suara asing langsung mengintrupsi.

"Anda sudah bangun, yang mulia?" Ucap seorang pelayan perempuan.

Gadis itu langsung saja duduk dengan kondisi yang cukup berantakan.

"Ini bukan mimpi." Batin gadis itu.

"Aku benar-benar bertransmigrasi." Kali ini gadis itu bergumam dan dapat  didengar oleh pelayan yang berada di satu ruangan dengannya.

"Iya, Yang Mulia?"

"Ah, tidak. Tidak ada."

"Raja dan yang lainnya sudah menunggu di meja makan, Yang Mulia." Ucap pelayan.

Anaya, gadis itu langsung saja memelototkan matanya karena terkejut jika mereka menunggu Anaya untuk bangun.

"Baiklah, baiklah." Ucap Anaya.

Anaya dengan tergesa mandi dan bersiap dengan ala kadarnya alias sangat sederhana. Gadis itu kemudian turun dari lantai dua dengan tergesa dan gerakannya tersebut diperhatikan dengan seksama oleh keluarga raja yang sudah menunggu di meja makan.

"Selamat pagi semua, maafkan aku terlambat." Ucap Anaya gugup.

Anaya duduk tepat di samping Richard yang berada di sebelah kanan King Gerald.

"Tidak apa, aku mengerti." Balas King Gerald.

Anaya yang memang tidak mengerti maksud dari perkataan King Gerald hanya tersenyum manis.

Senyuman manis Anaya ternyata memberikan kesan buruk bagi Queen Henera. Ia menganggap Anaya sedang merayu King Gerald dengan senyumannya.

"Lihat saja, aku pasti akan membuatmu tidak nyaman berada di sini." Ucap Queen Henera.

Ternyata, kesan baik Anaya juga tidak berlaku pada Princess Reischa, adik perempuan satu-satunya Richard dan Prince Reyhan.

.............