Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SETITIK CAHAYA DALAM RUANG TAK BERTUAN

🇮🇩Tika_Amalya
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.9k
Views
Synopsis
Catleya gadis berparas cantik namun memiliki tatapan tajam dalam setiap langkah. Semua berawal ketika ia memiliki masa lalu yang kelam penuh dengan penderitaan yang ingin dia balaskan kepada mereka yang disebutnya SAHABAT. Dia berharap suatu saat nanti obsesinya untuk balas dendam bisa berjalan sesuai dengan kehendaknya.
VIEW MORE

Chapter 1 - PUTIH ABU-ABU

Tak kala ku mengingat tentang mereka yang selalu menebar senyum dan tawa padaku saat itu pula dadaku terasa sesak. Namun berkat mereka aku mulai terlahir menjadi sosok pengagum hujan, sepi, dingin, dan gelap. Sepuluh tahun yang lalu, aku mulai berteman dengan mereka. Orang-orang yang ku anggap baik, ramah, dan mau menerima segala kekurangan dan kelebihanku bahkan ada dikala aku susah maupun senang. Mereka adalah orang-orang yang ku sebut SAHABAT. Saat itu kami sangat akrab.

Kringggg!!! Telepon berdering. "Hai Catleya, kau sibuk tidak ? Jika kau tak sibuk mari kita pergi ke toko buku." Kata Raya. Raya adalah sahabat pertamaku sejak duduk di bangku kelas 1 SMP. Saat masa orientasi sekolah kami merupakan teman satu kelompok. "Ok, aku siap-siap dulu ya" jawabku. Tidak lama kemudian Raya menjemputku ke rumah dengan sepeda motornya. Maklum aku memang tak pandai membawa motor. Bahkan orang tuaku pun tak mampu tuk membelinya. Aku dan Raya memiliki latar belakang perekonomian keluarga yang berbeda. Raya terlahir sebagai anak orang kaya sedangkan aku terlahir di tengah-tengah keluarga yang sederhana dan pas-pasan. Tapi aku bahagia kala kedua orang tuaku dan adik-adikku selalu bisa menerima keadaan kami yang seperti ini. Sesampainya di toko buku, aku dan Raya berpencar untuk melihat-lihat buku yang kami butuhkan. Aku melihat-lihat novel di bagian rak yang berdiri kokoh tepat di sebelah kanan jendela. Maklum aku adalah si penggila novel segala genre bahkan bermimpi untuk menjadi seorang penulis terkenal. "yah, mahal sekali novel ini, uangku tak cukup" gumamku dalam hati. "Leya, gimana? Ada buku yang mau kamu beli ?" tanya Raya. Aku hanya mengatakan padanya bahwa tak ada novel yang menarik untukku beli. Raya pun kemudian bergegas ke kasir untuk membayar buku yang dibelinya. Setelah itu kami pulang. Sesampainya di rumahku Raya diminta untuk makan malam bersama keluarga kami. "Raya, jangan pulang dulu tante sudah masak makanan kesukaan kalian jadi makan dulu ya sebelum pulang." Kata ibuku. Raya pun menuruti perkataan ibuku. Kami pun makan malam bersama dengan sangat bahagia. Raya dan aku memiliki makanan favorit yang sama yaitu bubur manado dan coto makassar meskipun kami di Kalimantan namun banyak sekali pendatang dari berbagai daerah yang membawa cita rasabmakanan yang lezat diantaranya kedua makanan favorit kami. Tidak lama setelah makan, Raya pun pamit pulang. Dan langit mulai ditelan oleh gelapnya malam. Waktunya beristirahat.

***

Matahari bersinar cerah. Ku buka tirai biru yang menutupi kaca jendela yang buram karena berembun. Terdengar merdu kicaun burung gereja seolah sedang bernyanyi dan sapaan para peri penghisap madu yang bertengger pada tiap helai mahkota bunga. "Udara pagi yang sejuk" kataku sambil menarik nafas. "Catleya ayo mandi setelah itu sarapan" teriak ibu. Aku lalu bergegas mandi. "Bu, hari ini aku pulang terlambat ya soalnya aku ada tambahan jam kelas " kataku. Setelah sarapan aku pun bergegas berangkat ke sekolah bersama adik-adikku. Sambil menunggu angkot yang lewat, kami bertiga menghayal seandainya memiliki motor. " Coba saja ibu dan bapak punya banyak uang, pasti kita tidak perlu capek-capek lagi untuk menunggu angkot seperti ini karena mereka pasti akan membelikan kita motor, iya kan kak?" kata Fahri adik laki-lakiku. Aku hanya terdiam. "Sudahlah jangan banyak berkhayal" sahut Grace adik perempuanku. Tak lama kemudian kami mendapatkan angkot dan berangkat ke sekolah. Kebetulan sekolah kami satu yayasan dan satu lingkungan yang sama. Aku kini duduk di bangku SMA, Grace duduk di bangku SMP, dan Fahri duduk di bangku SD.

Teeeetttttt!!! Bel tanda masuk kelas pun berbunyi dan proses belajar mengajar pun dimulai. Aku sangat benci pelajaran matematika. Aku dan Raya duduk bersebelahan. Aku selalu mencontek jawaban Raya saat diberi tugas oleh guru. "Ya, minta jawaban dong hehehe" kataku. Kemudian Raya memberikannya dengan senang hati. Aku memang tak pandai matematika. Jangankan pandai suka matematika pun juga tidak. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. "Leya, ayo kita jajan ke kantin. " Ujar Raya. "mmm, aku lagi nggak jajan dulu yah ,Raya " jawabku. Sebenarnya aku tak memiliki uang untuk jajan karena ibu memberikanku uang hanya pas-pasan untuk ongkos pulang pergiku dan kebetulan juga aku membawa bekal. "Enak ya selalu dibuatkan bekal oleh ibu, aku jadi kangen sama ibuku" kata Raya dengan raut wajah sedih karena mengingat ibunya yang telah meninggal dua tahun lalu. Aku pun memeluk Raya karena air mata mulai membanjiri pipinya. "Ayo, kita makan berdua. Ibuku membawakan bekalnya terlalu banyak" ajakku. Kemudian kami pun makan bersama. Aku melihat Raya begitu lahap memakan bekal buatan ibuku.

***

Sesampainya di rumah. "Bu..." sambil memeluk ibu. "Leya minta maaf ya kalo ada salah sama ibu. Tau gak bu, tadi di sekolah Raya nangis karena ingat sama almarhumah ibunya. Dia rindu dibuatkan bekal makanan ke sekolah." ujarku. "Tuh, kamu harus pandai bersyukur Leya masih punya anggota keluarga yang lengkap meskipun kondisi perekonomian kita seperti ini" kata ibu. Aku pun makin memeluk ibu dengan erat. Tak lama kemudian ibu memintaku membantunya menyiapkan makanan untuk santap makan malam. "Raya mau gak makan malam di rumahku ?" tanyaku melalui pesan singkat. Tak ada satu pun balasan dari Raya. Aku mulai khawatir karena tidak biasanya Raya seperti ini. Kemudian aku meminta izin kepada ibu untuk pergi mengantarkan makanan ke rumah Raya. Sesampainya di sana, rumah Raya tampak sepi. "Raya...Raya" aku berteriak tepat di depan pagar rumahnya. Tak lama kemudian Raya keluar dengan raut wajah pucat pasih. Aku terkejut dan memegang keningnya.Ternyata Raya demam. "Papa kamu kemana? Kamu sudah beri tahu papa tentang keadaanmu?" Aku bertanya dengan raut wajah panik. Raya hanya diam. Aku mencoba menelpon papanya dan kakaknya namun tak ada jawaban dari mereka. Akhirnya aku membawa Raya ke rumahku untuk diurus oleh ibu. "Demamnya semakin tinggi" kata ibu. Akhirnya ibu memutuskan untuk membawa Raya ke klinik terdekat agar segera ditangani oleh dokter. Raya terus memeluk erat ibu. Aku merasa kasihan padanya. Aku terus berfikir kemana papa dan kakanya pergi. Aku mencoba menghampiri kembali rumah Raya namun tak nampak papanya. Akhirnya Raya menginap di rumahku dan di rawat oleh ibu. Keesokan harinya Raya izin untuk tidak hadir sekolah. Aku duduk sendirian dan terus berfikir kemana perginya papa Raya. Beberapa hari belakangan ini Raya memang jarang sekali bercerita mengenai kondisi keluarganya dan dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar. Beberapa hari kemudian Raya sembuh dan kembali bersekolah seperti biasanya. Namun, ia masih menutupi perihal kondisi keluarganya.