Chereads / 360 Degrees / Chapter 7 - Chapter 7

Chapter 7 - Chapter 7

"Kenal lah, aku kan satu kelas sama dia."

"Eh? kamu satu kelas sama Lia?" Kataku kaget.

Belum sempat Sandi menjawab pertanyaan tersebut, orang yang sedang kami bicarakan sudah datang membawa es jeruk pesanan Sandi. Semoga saja Lia tidak mendengar pembicaraan kami barusan.

"Nih."

"Makasih Lia, uang nya nanti di kelas ya."

"Iyaa iyaa santai aja."

"Lagi pada ngomongin kita ya?." Tanya Mira curiga

"Engga kok." Jawabku cepat.

"Yakin?." Mira menaikkan alis nya sembari menatapku. Sementara di sebelahnya Lia hanya diam menatapku. Seakan sadar aku sedang memperhatikan Lia, Mira menatap ke arah kami bergantian.

"Udah yuk masuk kelas aja Mira." Ajak Lia.

Mata miliknya masih sama indahnya seperti saat pertama kali aku melihatnya, bola mata nya bening, aku masih tidak percaya ada seseorang yang memiliki mata seindah itu, kedua telinga nya dihiasi anting berbentuk kupu-kupu berukuran sedang berwarna ungu, dan potongan rambut pendek nya seakan sudah ditakdirkan hanya untuk dia seorang. Rasanya pas sekali ia memiliki potongan rambut pendek tersebut dipadukan dengan mata yang sangat indah dan hiasan anting kupu-kupu pada telinga nya.

"Ohh jadi Lia kelas XI IPA 2." Kataku sambil menghabiskan semangkuk soto yang lebih banyak kuah ketimbang isi nya.

"Kasih tuh nomor nya Lia ke Kevin, dari pertama ketemu sampe sekarang mikirin terus kayaknya." Kata Cia.

"Wah ada yang lagi kasmaran nih." Ikhsan menimpali

"Semangat yak! Kalau udah jadi pacar jangan lupa traktiran nya." Feri menambahkan.

"Kamu beneran ada nomor Lia, Sandi?" Tanyaku memastikan.

"Iya bener lah, mau? Tapi ada syaratnya."

"Ya ampun, sama temen sendiri pake ada syaratnya segala."

"Ya Terserah, mau atau enggak?"

"Iyaudah iyaa. Apa syaratnya?"

"Syaratnya tiga hari lagi kamu harus ikut futsal, gimana?"

"Okee deh kalau cuman kayak gitu, gak masalah."

Syaratnya cukup mudah, walaupun sudah hampir satu bulan lebih aku tidak main futsal, tapi untuk mendapatkan nomor Lia aku akan main lagi.

"Yahh kok gampang banget syaratnya, gak seru nih." Protes Ikhsan.

"Gapapa, lagi pula gak akan mudah buat mendapatkan hati Lia, di sekolah ini udah banyak yang mencoba nya, tapi gak ada satupun yang berhasil." Jawab Sandi

"Serius tuh?"

"Iyaa, hampir setiap hari selalu ada saja orang yang menaruh bunga, cokelat, dan surat di bawah meja Lia. Bahkan pernah ada yang menaruh boneka berukuran kecil di sana. Namun ia tidak pernah memperdulikan itu semua, siapapun boleh mengambil nya kalau mau, begitu kata Lia."

"Lalu ada yang mengambil nya?"

"Tentu saja, Aku selalu mengambil cokelat dan surat. Cokelat untuk aku makan tentu saja dan surat nya aku bacakan di kelas sambil menirukan gaya para penyair."

"Bunga nya bagaimana?"

"Terkadang ada juga yang mengambil nya, dan jika tidak ada bunga tersebut akan dijadikan hiasan di kelas, dimasukkan kedalam wadah lalu ditaruh di meja guru, di sudut kelas, pokoknya banyak deh."

"Wah akan sulit nih kayaknya, gimana?."

"Udah santai aja. Kalau nanti tiba-tiba aku traktir kalian, paham kan itu pertanda apa?." Jawabku.

"Siap bosss." Kata mereka bersamaan

"Aku ke kelas duluan ya, ada tugas yang belum aku kerjain." Kata sandi setelah ia selesai menghabiskan semangkuk bubur miliknya.

"Oke deh." kataku.

Lalu kami berempat menghabiskan makan tanpa sepatah kata pun. Setelah selesai makan kami langsung kembali ke kelas.

Akhirnya hari ini tiba juga, hari yang ditunggu-tunggu oleh Sandi dan yang lainnya. Setelah hampir satu bulan kami berlima tidak main futsal bareng, hari ini kami main lagi. Sandi, Feri, Ikhsan, dan Cia sangat bersemangat untuk main hari ini, aku juga tidak kalah semangat dengan mereka. Tapi bukan untuk main, aku bersemangat karena setelah selesai bermain futsal, Sandi janji akan memberikan nomor Lia. Sejak awal aku hanya bersemangat untuk hal tersebut dan sama sekali tidak bersemangat untuk bermain futsal, tapi saat aku tiba di lapangan futsal tempat dimana kami akan bertanding melawan ekskul pramuka, ada sesuatu yang membuat aku sangat bersemangat untuk main.