"Bener kata Lia pa, pasti papa bisa sembuh. Jadi jangan ngomong begitu lagi yah pa, papa harus kembali sehat demi Lia dan Irwan dan juga demi mama, Pa. Mama masih membutuhkan papa untuk selalu membimbing mama, saat mama khilaf." Ujar mama Dina dengan air mata yang masih mengalir dipipinya, kemudian Ia duduk disamping pa Pratama dan meraih tangan suaminya itu.
Irwan hanya diam, dengan mata yang berkaca-kaca. Irwan merasa sangat sedih dan bersalah, kepada kedua orangtuanya. Karena ia telah menghancurkan harapan mereka, dengan mengkhianati Lia.
Irwan pun mengurungkan niatnya untuk pergi kekantor saat itu dan memilih untuk tetap berada di rumah sakit bersama Lia dan mama Dina untuk menemani pa Pratama.
Sementara itu di kantor Irwan, Maya merasa sangat emosi. Karena ia berusaha menelpon Irwan berkali-kali, tapi Irwan tidak sekali pun menjawab teleponnya.
Tiba-tiba Putri asisten Irwan datang dan memberitahu Maya. Bahwa Irwan tidak akan masuk kantor hari ini, karena ada urusan penting. Putri juga menyampaikan pesan Irwan kepada Maya..
"Oh iya satu hal lagi yang pa Irwan katakan, tolong jangan ganggu dia dulu untuk saat ini." Seru Putri yang kemudian langsung meninggalkan Maya di ruangannya sendirian.
Maya menjadi sangat marah mendengar hal tersebut, "Oh, sudah mulai berani macam-macam kamu sekarang mas. Bahkan kamu mempermalukan aku didepan asisten kamu, lihat saja nanti mas Irwan. Tunggu apa yang akan aku lakukan kepada kamu mas Irwan." Ancam Maya dengan emosi yang memuncak dihatinya, sambil mengepal tangan kanannya dan kemudian memukul meja kerjanya..
Adzan Maghrib sudah mulai terdengar, Irwan melihat Lia ingin mengambil air wudhu. Kemudian Irwan berkata kepada Lia, "Lia, kalau kamu mau dan tidak merasa keberatan. Boleh tidak kalau kita melakukan shalat berjama'ah dan aku jadi imamnya."
Lia terpaku mendengar kata-kata Irwan tersebut, karena memang sudah lama mereka tidak melakukan shalat berjama'ah bersama. Lia menatap Irwan sejenak dan kemudian tersenyum menganggukkan kepalanya, "Boleh mas, aku sama sekali tidak keberatan. Kalau begitu aku ambil wudhu dulu yah." Sahut Lia.
Mereka pun melakukan shalat maghrib dan Isya bersama dengan Irwan yang menjadi imamnya.
Setelah selesai berdoa, Lia mencium tangan Irwan dan meminta maaf kepada Irwan.
"Maafkan aku mas, karena sempat berpikir dan bahkan berniat untuk bercerai darimu. Seharusnya aku selalu ada bersamamu, mengingatkanmu disaat kamu berbuat khilaf. Bukan malah pergi meninggalkan kamu mas, aku benar-benar minta maaf. Karena aku belum bisa menjadi istri yang baik untuk kamu mas Irwan." Seru Lia, air matanya mengalir dengan deras dipipinya.
Kemudian Lia memeluk Irwan dan Irwan pun membalas pelukan Lia dengan erat..
"Ngga Lia, kamu ngga perlu minta maaf kepadaku. Karena ini semua bukan salah kamu, tapi ini semua adalah kesalahan aku. Aku yang sudah mengkhianati kamu, menyia-nyiakan kamu. Karena aku kamu jadi menderita seperti ini, aku yang seharusnya minta maaf kepadamu. Aku berdosa kepadamu Lia, aku minta maaf, aku benar-benar sangat menyesal." Ujar Irwan tangisnya pun tak tertahankan lagi, yang akhirnya membuat Irwan menenggelamkan kepalanya ke dalam pelukan hangat tubuh Lia.
Walaupun Lia sudah memaafkan Irwan dan memberi kesempatan lagi kepada Irwan, namun Irwan tetap tidak berani tidur di tempat tidur yang sama dengan Lia.
Karena Lia sendiri masih merasa canggung saat ia berada didekat Irwan, akhirnya malam itu Irwan memutuskan untuk tidur di sofa lagi..
Pagi harinya, setelah Lia dan Irwan selesai menjalankan shalat subuh. Mereka pun bersama-sama menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan, namun saat mereka sampai di dapur.
Mereka malah dikejutkan dengan keberadaan mama Dina, yang sedang menyiapkan bahan-bahan makanan untuk dimasak.
"Morning ma." Sapa Lia tersenyum.
Lia dan Irwan berjalan menghampiri mama Dina..
"Morning, kalian sudah bangun?" Sahut mama dina membalas senyuman Lia dan kemudian bertanya kepada Lia dan Irwan.
"Sudah ma, baru aja selesai shalat subuh." Jawab Irwan.
"Mama mau masak apa ma?" Tanya Lia.
"Hari ini kan papa sudah dibolehin pulang, jadi mama pikir. Mama mau masak rendang ati kesukaan papa, pasti papa seneng banget deh. Apalagi makannya bareng-bareng sama anak dan menantu kesayangannya." Jawab mama Dina yang kemudian tersenyum menggoda Irwan dan Lia.
Lia tersenyum memeluk mama Dina dengan manja, dan kemudian berkata, "Mama ini bisa saja, kalau begitu aku bantuin yah ma."
"Boleh, kalau memang kamu tidak merasa keberatan Lia." Sahut mama Dina tersenyum.
Irwan tersenyum melihat keakraban Lia dan mama Dina, "Alhamdulillah Ya Allah, aku bersyukur bisa memiliki keluarga yang harmonis seperti ini." Ujar Irwan dalam hatinya.
Baru saja Irwan merasa bahagia melihat keakraban Lia dan mama Dina, tiba-tiba handphonenya berdering.
Maya menelpon Irwan, Irwan melirik kearah Lia. Saat itu Lia dan mama Dina yang juga mendengar suara handphone Irwan yang berdering, menoleh melihat kearah Irwan.
Irwan memberikan isyarat kepada Lia, kalau ia ingin menjawab teleponnya. Lia menganggukkan kepalanya, lalu Irwan berjalan ke halaman depan dan mengangkat teleponnya.
"Hallo." Kata Irwan dingin.
"Kamu kemana aja sih mas Irwan? Dari kemarin aku teleponin ngga diangkat-angkat, sudah 100 kali bahkan mungkin lebih. Tapi satu kali pun kamu tidak berniat untuk mengangkat telepon dariku." Seru Maya kasar, saat mendengar Irwan menjawab telepon darinya.
"Aku mau kemana ke, mau apa ke. Itu bukan urusanmu, jadi ngga usah sok ikut campur urusanku." Sahut Irwan dengan nada yang kasar dan dingin.
"Oh, jadi sekarang kamu sudah berani melawanku?" Ujar maya emosi.
"Kalau iya memang kenapa?" Seru Irwan menantang.
"Oh, jadi kamu sudah lupa dengan kejadian waktu itu mas? Atau kamu memang mau kalau video ini sampai kekeluarga kamu dan ka Amel?" Ujar Maya mengancam.
"Sudahlah Maya, aku sudah bosan dengan ancamanmu itu. Kalau kamu memang mau melakukan hal serendah itu, lakukan saja. Toh bukan hanya aku yang akan malu nantinya, tapi kamu sendiri juga akan malu. Setidaknya kalau hidup aku hancur, hidup kamu juga akan hancur dan satu hal lagi, aku tidak akan pernah menikahi kamu Maya." Seru Irwan menantang Maya dengan tegasnya.
"Oh begitu, baiklah mas. Kalau memang itu keinginan kamu, jangan salahkan aku. Kalau aku bertindak nekad, kita lihat saja apa yang akan aku lakukan dan inget mas. Jangan pernah menyesal karena telah menantangku, karena aku tidak pernah main-main dengan ancamanku ini mas." Seru Maya yang bertambah emosi dan kemudian Maya menutup teleponnya.
"Aggggggggghhhhhhhhh, kurang ajar kamu mas. Beraninya kamu menantangku, kita lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan." Ujar Maya dengan penuh emosi, sambil mengepal tangan kanannya.
Sementara itu Lia, Irwan dan mama Dina pun pergi ke rumah sakit. Untuk menjemput pa Pratama, mereka sangat senang. Karena akhirnya, dokter mengizinkan pa Pratama untuk kembali ke rumahnya. Tentunya karena keadaan pa Pratama sudah membaik, mereka pun kembali ke rumah Irwan dan makan siang bersama saat itu.