Chereads / Imperfect family / Chapter 4 - Empat

Chapter 4 - Empat

"Gue bisa berguna buat orang lain aja, itu udah cukup bagi gue."

Jamkos adalah waktu yang paling di sukai oleh para siswa, termasuk Jihan dan teman-teman sekelasnya. Kelas Jihan terkenal dengan kekompakannya, lihat saja kini mereka sedang duduk melingkar bersama setelah mendorong kursi dan meja mundur agar tempat mereka duduk semakin luas. Dua tahun bersama, mereka benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik untuk saling mengenal satu sama lain.

Kali ini mereka berniat untuk bermain permainan yang biasanya dimainkan oleh kalangan muda, truth or dare. Di tengah-tengah mereka sudah tersedia botol minum milik Bagas.

Bagas maju ke tengah teman-temannya. "Kita sepakat ya, dare atau pun truth nya cuma satu, jadi harus dipikirin bareng." Pungkas Bagas dan dibalas anggukan oleh teman-temannya.

"Oke karena ini pake botol gue, gue yang muter duluan." Ucap Bagas dan pria itu mulai botol minum tersebut.

Semua pandangan terfokus pada botol yang terus berputar, harap-harap cemas karena mereka tahu siapapun yang terpilih maka pertanyaan ataupun tantangan yang diberikan oleh teman sekelas mereka sendiri tidak akan mudah, mereka sudah hafal hal tersebut. Dan Jihan berteriak paling keras ketika botol tersebut berhenti tepat didepan Dimas, tatapan Dimas memelas dia sudah pasrah jika akan diberikan permintaan yang aneh-aneh.

"Truth or dare, Dim?" Tanya Jihan semangat.

"Dare deh." Jawab Dimas tak bersemangat.

Rika yang duduk di depan Jihan terkekeh. "Semangat banget Han." Sindir Rika.

"Iyalah, Jihan kan mau bales dendam yang minggu kemaren." Jawab Davina santai sambil mengemut permen nya sontak membuat teman-temannya tertawa mengingat dare yang diberikan oleh Dimas kepada Jihan minggu lalu.

"Guys, gue ada rencana bagus." Ucap Jihan dengan wajah jahilnya. Jihan membisikkan satu-satu rencananya kepada teman-temannya.

Perasaan Dimas semakin tidak enak ketika teman-temannya mulai menatap dirinya sambil tersenyum jahil. "Jangan aneh-aneh, please." Pinta Dimas dengan wajah memelas.

Raka terkekeh. "Gak aneh-aneh kok, malah dare kali ini bakal ngebantu lo." Pungkas Raka membuat Dimas kebingungan.

Setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari teman-temannya Jihan tersenyum senang. "Oke kita udah sepakat kalo dare lo adalah--," Jihan sengaja menggantung perkataannya untuk melihat reaksi Dimas.

Dimas yang sudah serius menunggu perkataan Jihan pun kesal. "Buruan Han, ah." Protes Dimas.

"Tembak cewek yang lo suka sekarang juga!" Ucap Jihan dengan cepat.

Dimas menganga. "h-hah? apa tadi?" Tanya Dimas gugup berusaha meyakinkan bahwa pendengarannya ini salah.

Bagas berdecak kesal. "Gak usah kayak orang bego deh, Dim." Hardik Bagas.

Dimas akhirnya mengangguk pasrah, semua pasang mata menatapnya ketika Dimas mulai berdiri dan berjalan ke arah gadis yang sedari tadi sibuk dengan ponsel dan buku ditangannya yang ia jadikan kipas. Rara, gadis yang di maksud itu sedang menyelami dunia orennya sampai tidak sadar bahwa kini Dimas sudah berjongkok di depan gadis itu. Ponselnya di rampas oleh Dimas membuat Rara mendongak bersiap memaki si pelaku.

Namun, tidak ada suara yang keluar dari mulut Rara ketika melihat Dimas lah pelakunya. Davina menggigit ujung jarinya karena gemas dengan dua sejoli di depannya itu, begitu pun Jihan yang gemas karena pasangan tersebut hanya bertatap-tatapan pun akhirnya berteriak. "Buruan anjir, Dim!" Kesal Jihan yang membuat beberapa temannya terkekeh.

Dimas yang gugup berdelik kesal pada Jihan, dia sedari tadi berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang dan teriakan gadis itu semakin membuatnya tidak tenang, Dimas berkali-kali menghembuskan nafasnya, tidak lucu bukan ketika dia mulai berbicara suaranya malah terdengar seperti gadis yang ingin menangis.

Dimas menyimpan ponsel milik Rara di saku bajunya, dia menarik kedua tangan Rara untuk berdiri berhadapan. Rara yang memang pada dasarnya lambat loading, menatap teman-temannya dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya.

"Rara." Panggilan lembut namun tegas itu membuat Rara mengalihkan perhatiannya pada Dimas.

"Dimas suka sama Rara." Tatapan Dimas terfokus pada objek di depan nya. "Kita juga udah deket lama kan, Dimas udah bener-bener sayang sama Rara." Ucap Dimas tulus, sedangkan Rara hanya diam tanpa menunjukkan respon apapun yang membuat perasaan Dimas menjadi was-was.

Rika menggigit bibir bawahnya dengan gemas. "Anjir lah, kapan gue bisa kayak Rara?" Tanya Rika yang iri dengan pasangan di depannya itu.

Plak

"Diem Rik! lo ngerusak suasana tau gak." Ucap Liona yang tadi memukul kesal pundak Rika.

Dimas tidak menghiraukan ocehan temannya. "Rara ngerasain yang kayak Dimas rasain gak?" Tanya Dimas yang mendapatkan anggukan dari Rara. "Jadi--," Dimas menggantung ucapannya, dia mengambil nafas dalam.

"Rara mau jadi pacarnya Dimas?"

Hening, Rara tidak memberikan respon apapun. Mereka menunggu jawaban dari Rara dengan perasaan yang was-was, begitu pun Dimas, dia pasrah jika pada akhirnya Rara menolaknya. "Ra kalo gak--," Ucapan Dimas terpotong.

"Ini Dimas lagi nembak Rara ya?"

Rahang Dimas menganga mendengar pertanyaan polos Rara, teman sekelasnya berteriak frustasi, mereka sudah was-was menunggu jawaban dari Rara dan yang keluar hanyalah pertanyaan Bodoh.

Bagas menepuk jidatnya frustasi. "Pertanyaan bodoh macam apa itu?!"

"Ra tolong lemot lo di kondisikan dulu, astaga!" Umpat Raka frustasi.

"Sumpah Ra, kali ini gue bener-bener pengen nimpuk kepala lo pake sepatu buk Rita." Ucap Liona datar karena rasa kesalnya yang sudah diubun-ubun. Mungkin saja setelah dilempar dengan sepatu hak tinggi buk Rita, otak Rara akan bekerja sebagai mana mestinya.

Rara memandang ngeri kearah Liona yang memberikan tatapan tajam. Deheman dari pria di depannya membuat pandangan Rara beralih. "Iya Ra, Dimas lagi nembak Rara ini." Ucap Dimas sabar. "Jadi, jawaban Rara apa?" Lanjut Dimas.

"Terima dong Ra, yakali di tolak." Celetuk Davina.

Jihan mengangguk setuju. "Kapan lagi coba dapet cowok yang sabar sama otak lo yang lemot itu Ra." Sahut Jihan membuat teman sekelasnya terbahak.

Rara menatap kesal teman-temannya. "Udah gak usah di dengerin Ra." Ucap Dimas.

Rara menatap Dimas sambil tersenyum manis, dan mengangguk. "Rara mau jadi pacarnya Dimas." Jawab Rara membuat Dimas tersenyum lega.

"ALHAMDULILLAH, DI TERIMA GUYS."

"ASIK MAKAN-MAKAN."

"DIM TRAKTIR MAKAN POKOKNYA GAK MAU TAU!"

"DEDEK RARA SUDAH TIDAK JOMBLO LAGI YEAY."

Dimas menatap datar kelakuan teman-temannya yang sudah seperti orang utan, ada yang teriak-teriak, lari keliling kelas, melempar-lempar topi, benar-benar memalukan.

Raka selaku ketua kelas mulai mengambil tindakan ketika melihat kelasnya sudah mulai tidak kondusif lagi. "Udah guys udah, ntar kita disamperin guru lagi." Tegur Raka dan teman-temannya pun menurut.

"Dim lo harus ngasih pj ke kita-kita, iya gak guys?" celetuk Jihan yang disetujui teman-temannya.

Dimas mengangguk pasrah. "Iya ntar gue traktir di kantin, silahkan kalian pesan sepuasnya." Ucap Dimas membuat teman-temannya kegirangan.

Dimas mencari keberadaan Jihan, dia menghampiri Jihan yang ternyata sedang meneguk minum karena kehausan. "Han, makasih ya. Kalo bukan karena rencana lo, mungkin gue gak bakal nembak Rara dan jadi cowok pengecut yang gak bisa ngungkapin perasaan nya." Ucap Dimas tulus pada Jihan.

Jihan menaruh botol minumnya di meja, dia berpura-pura menghapus air matanya. "Aduh nak Dimas bahasa mu puitis sekali, ibu jadi terharu nak." Canda Jihan sambil terkekeh.

Jihan menepuk pundak Dimas. "Pokoknya lo jaga Rara, dia itu udah kayak adek bagi kita, Dim." Ucap Rara yang disetujui oleh Dimas, karena memang jika dilihat dari umur, Rara lah yang termuda di kelas mereka.

"Gue emang orang pertama yang setuju dengan hubungan kalian, tapi kalo sampe lo ngebuat Rara nangis--," Jihan menatap Dimas serius.

"Gue orang pertama yang bakal nonjok lo." Jihan tidak main-main dengan perkataanya, karena dia sudah menganggap Rara, bahkan seluruh teman sekelasnya adalah saudara.

Dimas tersenyum, sambil bersikap hormat. "Siap komandan." Ucapnya membuat Jihan terbahak.